Ziarah Makam

Sepenggal Kisah Makam Keramat Raden Ateng Kertadria: Tempat Petilasan yang Kerap Didatangi Peziarah

Kurniati, juru kunci makam menjelaskan bahwa makam ini sebenarnya dahulu merupakan tempat petilasan Pangeran Jayakarta, atau Raden Ateng Kertadria.

Penulis: Pebby Ade Liana | Editor: Muhammad Zulfikar
TribunJakarta.com/Pebby Ade Liana
Makam Keramat Pangeran Jayakarta (RD Ateng Kertadria) merupakan petilasan Raden Ateng Kertadria yang terletak di kawasan Mangga Dua Jakarta Pusat. 

Laporan wartawan TribunJakarta.com, Pebby Adhe Liana

TRIBUNJAKARTA.COM, SAWAH BESAR - Di Jalan Pangeran Jayakarta, Mangga Dua, Jakarta Pusat, ada sebuah makam keramat yang sering didatangi para peziarah.

Makam Keramat Pangeran Jayakarta (RD Ateng Kertadria) Jakarta Pusat. SK Gub no CR 11/1/12/1972, begitu tulisan yang terpampang di sebuah papan penanda dengan tulisan berwarna hijau tua.

Lokasi makam ini, berada di sebuah gang yang tidak terlalu besar.

Papan penanda dipasang tepat di ujung gang supaya memudahkan peziarah mencari lokasi makam.

Menyusuri gang yang mengarah ke makam, terlihat sebuah gapura besar dengan aksen ala-ala kerajaan tepat di depan bangunan makam.

Gapura tersebut berwarna cokelat dengan lengkungan hijau di atasnya. 

Sekilas, bangunan makam tersebut mirip seperti rumah tinggal biasa. 

Temboknya berwarna kuning dengan keramik hitam, disertai pintu kayu pada bagian depannya.

Terdapat tulisan penunjuk pada dinding sebelah kiri bangunan.

Makam Keramat Pangeran Jayakarta (RD Ateng Kertadria) merupakan petilasan Raden Ateng Kertadria yang terletak di kawasan Mangga Dua Jakarta Pusat
Makam Keramat Pangeran Jayakarta (RD Ateng Kertadria) merupakan petilasan Raden Ateng Kertadria yang terletak di kawasan Mangga Dua Jakarta Pusat (TribunJakarta.com/Pebby Ade Liana)

"Makam Keramat RD Ateng Kertadria. Dilarang merusak, mengotori, dan merubah bentuk/ keadaan benda dan lingkungan/situs peninggalan sejarah purbakalaan ini. Siapa yang melanggar larangan ini dapat dikenakan sanksi berdasarkan monumenten ordo-nantie STBL - 238 tahun 1931. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kantor Wilayah Jakarta Bidang Permuseuman dan Kepurbakalaan," bunyi petunjuk tersebut.

Sementara pada sisi kanan, terdapat tulisan zaman dulu, yang menjelaskan bahwa makam ini sudah dipugar.

"Telah dipugar Makam Pangeran Jayakerta RD Ateng Kertadria pada tanggal 21 Nopember 1984 ( Rabu 27 Sapar 1405 H) oleh Keluarga Drs. H Basuki. Jakarta, 1 Yanuari 1989," tulisannya.

Bangunan ini, kini dijaga oleh keluarga Kurniati.

Kurniati, juru kunci makam menjelaskan bahwa makam ini sebenarnya dahulu merupakan tempat petilasan Pangeran Jayakarta, atau Raden Ateng Kertadria.

"Sebenarnya ini maqom, bukan makam. Berdasarkan cerita dari orangtua saya, beliau Pangeran dikejar saat zamannya VOC dulu, lalu beliau lari dari Jalan Pangeran Jayakarta dulu, tepatnya dari Gereja Sion sampai kesini. Sampai terpecah kulitnya karena diseret sama pasukan (Belanda)," katanya.

"Terus beliau lari ke sini, dan jubahnya dibuang ke sumur tua itu lalu Wallahualam. Gak tahu beliau meninggalnya di sini atau dimana, ibu kurang tau pasti," kata Kurniati, Kamis (22/4/2021).

Dahulu, makam ini dijaga oleh orangtua Kurniati. Sejak tahun 1995 Kurniati meneruskannya untuk menjaga sekaligus mengurus makam tersebut.

Ia tak mengetahui secara detail mengenai sejarah tentang makam keramat Raden Ateng Kertadria.

Namun dijalaskan bahwa konon tempat ini merupakan petilasan tempat Raden Ateng Kertadria melarikan diri saat dikejar VOC dulu.

Baca juga: Berkeliling di Masjid Jami Al Anwar: Ada Makam Pendiri Masjid Tertua di Jakarta Timur

Baca juga: Video Makam Mbah Datuk Banjir: Pencetus Lubang Buaya, Karomah dan Pantangan Buat Aparat saat Ziarah

Baca juga: Pulang Memakamkan, Puluhan Warga Satu Dusun Dilarikan ke Puskesmas

"Jubahnya dibuang ke sumur tua itu. Lalu Wallahualam, gak tahu beliau meninggalnya di sini atau dimana. Tapi beberapa orang sebagai pengunjung ada yang percaya beliau wafatnya di sini, ada yang bilang wafatnya gak diketahui, jadi ada banyak versi cerita," ungkapnya.

Dijelaskan Kurniati, makam ini memiliki luas sekitar 40 hingga 50 meter persegi.

Begitu masuk ke dalam bangunan, terdapat sekat pemisah antara pintu masuk sampai ke pusara makam. 

Di pojok ruangan, terlihat sebuah sajadah. Menurut Kurniati, tempat ini memang sering dijadikan sebagai tempat ibadah. 

Mulai dari salat 5 waktu, bahkan sampai taraweh.

"Seperti musala. Biasa salat 5 waktu, lalu taraweh juga sampai ke depan-depan. Kami disini hanya pengurus aja. Disini sebelah, ruko-ruko yang (pekerja) pergi pagi pulang sore, kadang ada juga (mampir)," tuturnya.

Pada bagian makam, terlihat sebuah kelambu berhiaskan tirai berwarna hijau dan emas.

Ada tulisan kaligrafi pada bagian atasnya. Yang juga lengkap dengan pengingat setiap peziarah yang datang untuk mengucap syahadat.

Pada bagian dalam tirai, terpasang keramik hijau mengelilingi pusara hingga berbentuk persegi. 

Bagian tengahnya tampak menjorok ke dalam.

Hanya saja, yang membuat buku kuduk merinding, terdapat sebuah gumpalan besar yang dibungkus dengan kain putih, serta dibalut kain hijau di atasnya. Bungkusan tersebut terbujur tepat di tengah-tengah pusara.

Menurut Kurniati, bungkusan tersebut merupakan tanah yang bentuknya sudah seperti batu. Tempat para peziarah menabur bunga saat mengirimkan doa. 

"Banyak peziarah kesini. Ada yang datang perorangan, ada yang rame-rame. Kebanyakan kirimin doa. Di dalam itu seonggok batu yang kami tutupin kami rapihin. Batu itu kayak tanah aja. Dulu lokasi kayak semacam tempat semedi. Ada tinggi sedikit gitu," katanya.

"Sekarang buat salat, iya," jelasnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved