Curahan Hati Operator PO Saat Pandemi: Dapat Rp 100 Ribu, Biaya Operasional Rp 1,5 Juta
Tatang mengatakan mereka tetap melayani keberangkatan segelintir penumpang lantaran takut kehilangan kepercayaan bila menolak.
Penulis: Bima Putra | Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, CIRACAS - Ketakutan kehilangan kepercayaan dari para penumpang setia membuat perusahaan otobus (PO) di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur siap merugi di masa pandemi Covid-19.
Alih-alih menolak melayani keberangkatan penumpang bila jumlah kursi bus tidak terisi penuh, para PO kini tetap beroperasi meski jumlah penumpang dalam satu bus bahkan hanya satu orang.
Perwakilan PO AKAP di Terminal Kampung Rambutan, Tatang mengatakan mereka tetap melayani keberangkatan segelintir penumpang lantaran takut kehilangan kepercayaan bila menolak.
"Umpama kita menolak bawa penumpang karena cuman dua orang nanti imbasnya panjang. Dua orang ini bakal ngomong ke teman, keluarga mereka biar enggak naik bus kita. Akhirnya kita kehilangan kepercayaan," kata Tatang di Terminal Kampung Rambutan, Jumat (23/4/2021).
Meski terkesan sepele, menurutnya kabar dari mulut ke mulut penumpang terkait pelayanan tidak memuaskan ini bisa membuat usaha PO yang dirintis sejak lama hancur dalam waktu singkat.
Pun mengangkut segelintir penumpang berarti merugi karena keuntungan dari harga tiket tidak sebanding dengan biaya operasional bus AKAP yang dalam satu kali perjalanan butuh sedikitnya Rp 1 juta.
"Kita kan usaha mikir jangka panjang, kalau kita angkut dua penumpang ini mungkin besoknya mereka bilang ke keluarga mereka biar naik bus kita saja karena puas dengan perjalanan. Walaupun ya pasti rugi, tapi namanya usaha," ujarnya.
Tatang menuturkan, prinsip siap rugi dan menjaga kepercayaan ini yang dipegang teguh PO sejak adanya pembatasan penumpang dalam satu bus maksimal 50 persen dari kapasitas kursi.
Dia mencontohkan beberapa waktu lalu mengangkut hanya satu penumpang ke Wado, Kabupaten Sumedang meski biaya operasional untuk bensin, tol, dan lainnya mencapai Rp 1,5 juta.
"Harga tiket dari Rambutan ke Wado mah cuma Rp 100 ribu, tapi biaya operasional Rp 1,5 juta. Karena kita menjaga kepercayaan penumpang ya tetap kita bawa. Prinsip usaha kita pelayanan, ongkos pasti, dan pemberangkatan," tuturnya.
Baca juga: Masyarakat Boleh Foto Prewedding Secara Gratis di Masjid Ramlie Musofa Tanpa Dipungut Biaya
Baca juga: Tangis Olivia Zalianty Pecah saat Mengingat Pesan Terakhir Radhar Panca Dahana
Baca juga: Dishub Kota Bekasi Petakan 7 Titik Penyekatan Lintasan Pemudik
Tatang mengatakan semenjak pembatasan jumlah penumpang dalam satu bus maksimal 50 persen dari kapasitas kursi para PO menaikkan harga tiket guna menutup biaya operasional.
Tapi upaya menutupi kerugian tersebut tak maksimal karena jumlah penumpang anjlok imbas banyaknya warga kehilangan pekerjaan dan penghasilannya berkurang terdampak pandemi Covid-19.
"Setelah ada pembatasan jumlah maksimal penumpang dalam satu bus 23 orang, tapi tetap enggak pernah keisi penuh. Rata-rata jumlah penumpang dalam satu bus cuman lima orang. Bicara rugi ya pasti, tapi kita mikir jangka panjang tadi, kepercayaan penumpang," lanjut Tatang.
Jumlah keberangkatan penumpang di Terminal Kampung Rambutan kini terus menurun dari hari ke hari, semenjak bulan Ramadan 1442 Hijriah jumlahnya hanya mencapai sekitar 400-500 orang.
Padahal sebelum pandemi Covid-19 jumlah keberangkatan penumpang per harinya berkisar 2.500-3.000, sementara setelah pandemi jumlah keberangkatan berkisar 700-800 orang.