Sembako Bakal Kena Pajak, Pedagang di Koja Mengeluh dan Minta Pemerintah Turun ke Pasar

Menurut Eko, apabila sembako dikenakan pajak, kondisi jual-beli di kalangan masyarakat bawah akan berdampak signifikan.

Penulis: Gerald Leonardo Agustino | Editor: Muhammad Zulfikar
TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino
Suasana Pasar Rawa Badak, Koja, Jakarta Utara, Rabu (9/6/2021). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino

TRIBUNJAKARTA.COM, KOJA - Pemerintah baru-baru ini mengeluarkan wacana menetapkan bahan pokok atau sembako sebagai obyek pajak pertambahan nilai (PPN).

Apabila rencana tersebut jadi, sembako seperti beras, telur, hingga sayur-sayuran akan dikenakan PPN.

Terkait adanya wacana tersebut, TribunJakarta.com mendatangi Pasar Rawa Badak dan meminta komentar pedagang serta pembeli di sana.

Salah seorang pedagang sembako, Eko menolak mentah-mentah wacana tersebut.

"Saya sebagai pedagang sih ya jangan lah ada kenaikan pajak atau sembako dibikin pajak lagi," kata Eko di Pasar Rawa Badak, Koja, Jakarta Utara, Rabu (9/6/2021).

Menurut Eko, apabila sembako dikenakan pajak, kondisi jual-beli di kalangan masyarakat bawah akan berdampak signifikan.

Jika sembako kena pajak, otomatis pedagang pasar akan menaikan harga.

"Dampaknya pasti akan ada kenaikan harga terus daya jualnya juga penurunan," ucap Eko.

Eko menilai, ketika harga sembako semakin naik, daya beli masyarakat akan semakin turun.

Terutama di masa pandemi Covid-19 ini, di mana ekonomi masyarakat sedang sulit-sulitnya.

"Ditambah dengan kondisi Covid-19 ini, jadi daya beli masyarakat lemah. Menurut pedagang sih jangan ada lah ditambahin pajak," ucap dia.

Baca juga: Bocoran Pelatih Persija Jakarta Berasal Diantara 3 Negara Ini, Siapa Sosoknya?

Baca juga: Guru Ngaji di Penjaringan Jakarta Utara Tega Cabuli Muridnya Hingga Berulang Kali

Baca juga: Rektor ITERA Tutup Usia karena Pneumonia Berat, Sempat Dirawat di Ruang ICU Selama 12 Hari

Eko pun meminta pemerintah terjun langsung ke pasar-pasar dan tukar pikiran dengan para pedagang sebelum menetapkan PPN terhadap sembako.

"Harapannya pemerintah turun ke lapangan. Coba dilihat kayak apa, ke pasar-pasar, ketemu pedagang-pedagang," harap Eko.

Komentar senada dilontarkan seorang pembeli di Pasar Rawa Badak, Hendro.

Hendro, yang membeli telur untuk dijual kembali di warung kelontong rumahnya, menilai pendapatannya terancam menurun apabila sembako akan dikenakan pajak.

"Sebagai warga berat, sebagai penjual telur juga keberatan. Pendapatan jadi berkurang kan," kata Hendro.

Diberitakan sebelumnya, sejumlah bahan kebutuhan pokok atau sembako rencananya akan dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) oleh pemerintah.

Wacana tersebut sudah dimuat dalam Draf Revisi Kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Jika dibaca seksama, dalam draf beleid tersebut, barang kebutuhan pokok serta barang hasil pertambangan atau pengeboran dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN.

Barang-barang yang dimaksud meliputi beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula.

Padahal, sebelumnya pengecualian sembako dari barang yang dikenakan PPN telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017.

Sementara itu, dalam draft RUU pasal 4A, sembako dihapus dalam kelompok barang yang tak dikenai PPN.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved