Skandal Oknum KPI Pusat
MS Dibully 8 Tahun Sampai Sakit Psikis dan Fisik, Pengacara Pegawai KPI: Itu Ceng-cengan, Biasa Lah
Akibat perundungan dan pelecehan seksual yang diterimanya selama 8 tahun, MS mengalami sakit mental dan psikis. Pengacara pegawai KPI anggap biasa?
Penulis: Rr Dewi Kartika H | Editor: Yogi Jakarta
TRIBUNJAKARTA.COM - Seorang pria, karyawan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat berinisial MS mengaku menjadi korban perundungan dan pelecehan seksual delapan orang rekan kerjanya.
Akibat perundungan dan pelecehan seksual yang diterimanya selama 8 tahun, MS mengalami sakit mental dan psikis.
TONTON JUGA
Hal tersebut disampaikan MS dalam surat terbukanya yang diberi judul: Tolong Pak Jokowi, Saya Tak Kuat Dirundung dan Dilecehkan di KPI, Saya Trauma.
MS menjelaskan mengalami perundungan oleh delapan orang rekan kerjanya sejak 2012 silam.
“Sepanjang 2012-2014, selama 2 tahun saya dibully dan dipaksa untuk membelikan makan bagi rekan kerja senior.
Mereka bersama sama mengintimidasi yang membuat saya tak berdaya.
Padahal kedudukan kami setara dan bukan tugas saya untuk melayani rekan kerja.
Tapi mereka secara bersama sama merendahkan dan menindas saya layaknya budak pesuruh" tulis MS.
Baca juga: Korban Pelecehan Seksual Oknum Pegawai KPI Pusat Sempat Melapor ke Polsek Gambir
Korban mengaku sudah tak terhitung berapa kali perundungan itu dilakukan terhadapnya tanpa bisa dia lawan.
Bahkan yang terparah, di tahun 2015 ia mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh rekan-rekannya yang juga laki-laki.
"Kejadian itu membuat saya trauma dan kehilangan kestabilan emosi.
Kok bisa pelecehan jahat macam begini terjadi di KPI Pusat?
Sindikat macam apa pelakunya? Bahkan mereka mendokumentasikan kelamin saya dan membuat saya tak berdaya melawan mereka setelah tragedi itu.
Semoga foto telanjang saya tidak disebar dan diperjualbelikan di situs online,” tulisnya.

Baca juga: Kabar Dugaan Pelecehan Seksual oleh 8 Oknum Pegawai, KPI Pusat Segera Lakukan Investigasi
Semua bullying dan pelecehan itu membuat MS mengalami trauma dan stres berat.
Namun dia memilih tetap bertahan di KPI karena harus mencari nafkah untuk orangtua, istri, dan anaknya.
“Kadang di tengah malam, saya teriak teriak sendiri seperti orang gila.
Penelanjangan dan pelecehan itu begitu membekas, saya tak sama lagi usai kejadian itu, rasanya saya tidak ada harganya lagi sebagai manusia, sebagai pria, sebagai suami, sebagai kepala rumah tangga.
Mereka berhasil meruntuhkan kepercayaan diri saya sebagai manusia,” tuturnya.
Baca juga: Beredar Pesan Dugaan Pelecehan Seksual Oknum Pegawai KPI Pusat, Korban Ngadu ke Komnas HAM
MS menambahkan, pada 2016, karena stres berkepanjangan, dia jadi mudah jatuh sakit. Penyebabnya adalah kondisi mental yang tak stabil.
“8 Juli 2017, saya ke Rumah Sakit PELNI untuk Endoskopi.
Hasilnya: saya mengalami Hipersekresi Cairan Lambung akibat trauma dan stres,” kenangnya.
Tahun itu juga, MS mengaku pernah mengadu ke Komnas HAM melalui email.
Namun pada 19 September 2017, Komnas HAM membalas email dan menyatakan bahwa apa yang dialaminya sebagai kejahatan.
Baca juga: PSI Sebut Anggaran Rp 60 Miliar Per Tahun untuk KPI Pemborosan Uang Rakyat
Komnas HAM juga menyarankan MS untuk melapor ke polisi.
Namun, baru pada 2019, MS melakukan upaya pelaporan ke Polsek Gambir.
“Tapi petugas malah bilang, lebih baik adukan dulu saja ke atasan. Biarkan internal kantor yang menyelesaikan," tulisnya.
Akhirnya MS mengadukan para pelaku ke atasan sambil menangis.
Pengaduan ini berbuah dengan dipindahkannya dia ke ruangan lain yang dianggap ditempati oleh orang orang yang lembut dan tak kasar,"
“Sejak pengaduan itu, para pelaku mencibir saya sebagai manusia lemah dan si pengadu.
Tapi mereka sama sekali tak disanksi dan akhirnya masih menindas saya dengan kalimat lebih kotor.
Bahkan pernah tas saya di lempar keluar ruangan, kursi saya dikeluarkan dan ditulisi "Bangku ini tidak ada orangnya".
Perundungan itu terjadi selama bertahun tahun dan lingkungan kerja seolah tidak kaget. Para pelaku sama sekali tak tersentuh,” bebernya.
Baca juga: Batasi Waktu Putar 42 Lagu di Radio, PSI: Kalau Tak Bermanfaat Bubarkan Saja KPI
Pada 2020, MS yang tak tahan terus dirundung, kembali ke Polsek Gambir untuk membuat laporan polisi.
Tapi di kantor polisi, petugas tidak menganggap ceritanya sebagai sesuatu yang serius dan malah meminta nomor orang yang melecehkan sehingga polisi bisa menelepon mereka.
“Saya ingin penyelesaian hukum, makanya saya lapor polisi. Tapi kenapa laporan saya tidak di-BAP? Kenapa pelaku tak diperiksa?
Kenapa penderitaan saya diremehkan? Bukankah seorang pria juga mungkin jadi korban perundungan dan pelecehan seksual?
Saya tidak ingin mediasi atau penyelesaian kekeluargaan.
Saya takut jadi korban balas dendam mereka, terlebih kami berada dalam satu kantor yang membuat posisi saya rentan,” tulisnya.
Baca juga: Walau Pemeran Zahra Sudah Diganti, KPI Putuskan Sinetron Zahra Kini Dihentikan Sementara
Setelah surat terbuka MS viral di media sosial, lima dari delapan terduga pelaku perundungan MS diperiksa oleh polisi, di kantor Polres Metro Jakarta Pusat, Senin (6/9/2021).
Kelima terduga pelaku ini di antaranya CL, EO, FP, RE, RM, dan RT.
Pengacara Terduga Pelaku Anggap Biasa Perundungan
Tim kuasa hukum terduga pelaku perundungan pegawai KPI menganggap surat terbuka dari MS yang viral tak ada bukti dan dianggap mengibul.
Kuasa Hukum terduga pelaku EO dan RT, Tegar Putuhena, menyebut pihaknya berencana melaporkan balik pihak MS.
"Kami berpikir dan akan menimbang secara serius untuk melakukan pelaporan balik terhadap si pelapor (MS)," kata Tegar, saat diwawancarai awak media, di Polres Metro Jakarta Pusat, Senin (6/9/2021).
"Sejauh ini yang kami temukan peristiwa itu tidak ada, peristiwa di tahun 2015 yang dituduhkan dan sudah viral itu tidak ada, tidak didukung oleh bukti apapun," lanjutnya.
Baca juga: Korban Dugaan Perundungan Pegawai KPI Mengaku Diminta ke Kantor Tanpa Kuasa Hukum
Dia menambahkan, kliennya ini berharap kasus tersebut diproses secara transparan.
"Karena klien kami sangat berkepentingan, kasus ini dibuka seterang-terangnya," ucap Tegar.
Sementara itu, Kuasa Hukum RM, Anton, menyebut bukti kejadian perundungan pada 2015 terhadap korban tidak ada.
Baca juga: Harapan MS: Para Terduga Pelaku Perundungan Pegawai KPI Ditetapkan Tersangka dan Dipenjara
"Baik kejadian 2015 hingga 2017 itu tidak dapat dibuktikan," ucapnya, pada kesempatan yang sama.
Ia lalu menambahkan pembully-an dan perbudakan yang diceritakan MS di dalam surat terbuka adalah hal yang biasa.
"Ya, apa yang disampaikan baik kejadian 2015 dan 2017 itu semuanya tidak dapat dibuktikan. Teman-teman merasa tidak pernah melakukan, kalaupun ada masalah yang di surat terbuka itu tentang perbudakan, ceng-cengan lah bahasa kita, itu hal yang biasa," lanjut dia.