Kabar Artis
Sikap Santri Tutup Kuping Gegara Musik Tuai Hujatan, Sudjiwo Tedjo Membela: Jangan Ngaku Demokratis
- Viral video yang merekam sejumlah santri yang menutup telinga mereka saat antre vaksinasi Covid-19.
Penulis: Rr Dewi Kartika H | Editor: Yogi Jakarta
"Santri Ma'had tahfidz Quran menutup kuping ketika melakukan vaksinasi.
Banyak yang mengkritik mereka, bahkan mengatakan mereka radikal.
Ada 2 catatan saya:
1. Saya senang para gurunya mengatur agar mereka divaksinasi.
Dengan divaksin, mereka bukan saja melindungi dirinya tetapi juga orang-orang disekelilingnya dari ancaman covid 19.
2. Menghafal Quran bukan pekerjaan yang mudah.
Kawan baik saya, Gus Fatir dari pesantren @ponpespi_alkenaniyah belajar menghafal AlQuran sejak usia 5 th.
Beliau mengatakan bahwa memang dibutuhkan suasana tenang dan hening agar lebih bisa berkonsentrasi dalam upaya menghafal Quran.
Jadi kalau anak-anak ini oleh gurunya diprioritaskan untuk fokus pada penghafalan Quran dan diminta untuk tidak mendengar musik, itu bukanlah indikator bahwa mereka radikal.
Yuk kita lebih proporsional dalam menilai orang lain.
Janganlah kita dengan gampang memberi cap seseorang itu radikal, seseorang itu kafir dll.
Menyematkan label pada orang lain hanya akan membuat masyarakat terbelah.
Mari kita belajar untuk lebih saling mengerti satu sama lain, dan itu bisa dimulai dengan memahami dan menerima bahwa nilai yang kita anut tidak perlu sama untuk bisa tetap bersatu sebagai bangsa Indonesia.
Buat adik-adik ma'had tahfidz, semangat terus ya dalam upaya menghafal Al Quran.
Semoga Allah SWT memberikan barokah berlimpah untuk kalian semua."
Pro Kontra
Mengutip wartakotalive.com, pro dan kontra terkait aksi para santri yang menutup kuping mereka karena tak ingin mendengarkan musik saat menunggu giliran vaksinasi covid-19 ramai dituliskan masyarakat lewat media sosial.
Satu di antaranya adalah Dr. H. Nadirsyah Hosen, LL.M., M.A., Ph.D, Dosen Fakultas Hukum Universitas Monash.
Lewat status Twitternya @na_dirs; pada Selasa (14/9/2021), pria yang akrab disapa Gus Nadir itu mengungkapkan sikap para santri itu mencerminkan besarnya tolerasi mereka terhadap perbedaan pemahaman tentang musik.
Sehingga, aksi mereka yang dikaitkan dengan paham Islam garis keras menurutnya sangat tidak tepat.
"Justru disana terlihat toleransi ustad dan santri utk memilih menutup telinga & menjaga diri ketimbang memaksakan paham mereka dg cara kekerasan," jelas pria yang akrab disapa Gus Nadir itu.
"Bukankah esensi toleransi ada di sana? Jadi jangan buru2 mengaitkan mereka dg paham Islam garis keras hanya krn mrk berbeda pemahaman," tegasnya.
Gus Nadir pun mengungkapkan terdapat ulama yang berbeda pendapat tentang mendengarkan musik.
Bagi mereka yang menyebut haram mendengarkan musik lanjutnya, dikarenakan musik dinilai dapat membuat hilang hafalan Al Quran.
"Ulama yg bilang haram juga punya dasar rujukan. Pada titik ini ya kita saling hormat saja thd pilihan yg berbeda," tulis Gus Nadir.
"Bagi yg bilang haram, mendengarkannya dianggap berdosa & bisa membuat hafalan Quran menjadi lupa. Bagi yg blg boleh, mendengarkan musik dapat melalaikan utk murajaah," jelasnya.
(Tribunnews.com/Chrysnha/WartaKota/ Dwi Rizki ) (*)