Konsentrasi Tinggi Paracetamol di Angke dan Ancol Diduga Berasal dari Limbah Farmasi

Pemprov DKI Jakarta buka suara saat temuan konsentrasi tinggi paracetamol di Teluk Jakarta yang dikaitkan dengan limbah farmasi.

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH AUDINA
Wagub DKI Jakarta Ahmad Riza Patria  saat diwawancara awak media di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (1/10/2021) 

Namun, kata Yogi, pihaknya tak meneliti parameter atau kandungan paracetamol dalam air laut tersebut. Sebab, yang diteliti ialah kandungan umum saja.

"Kita nggak meneliti parameter itu sih, cuma parameter yang lain cuma mau check dulu nih apa aja parameter yang kita pantau dari laut Jakarta. Kalau parameter khusus paracetamol kita nggak khusus ke situ deh," katanya.

"Kita mah kandungan yang umum-umum aja, misalnya kadar BOD nya terus kadar logam beratnya, yang umum dipakai parameter untuk memantau kualitas air laut," tandasnya.

Baca juga: Anies Tak Lelah Ajak Warga Jakarta Ikut Vaksinasi Covid-19, Gubernur: Bolehkah Saya Minta Tolong?

Penjelasan peneliti

Lakukan penelitian terhadap kandungan air laut di Teluk Jakarta, Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Zainal Arifin buka suara.

Baru-baru ini, warganet via Twitter tengah membicarakan perihal konsentrasi tinggi paracetamol di laut.

Pasalnya, berdasarkan jurnal Science Direct pada Agustus 2021, ditemukan konsentrasi paracetamol tinggi pada air laut.

Peneliti dari Pusat Penelitian Oceanografi, Wulan Koagouw dan Zainal Arifin diketahui mengambil sejumlah sampel dari sejumlah laut di Indonesia.

Empat sampel yang diteliti dari Teluk Jakarta dan satu sampel lainnya diambil dari pantai utara Jawa Tengah, dan hasilnya ditemukan dua konsterasi tinggi paracetamol.

Pertama di Angke yakni 610 ng/L dan di Ancol yakni 420 ng/L.

Selain itu, penelitian tersebut juga sudah dipublikasi pada pertengah Juli lalu di lipi.go.id dengan judul High concentrations of paracetamol in effluent dominated waters of Jakarta Bay, Indonesia.

Zainal menjelaskan riset ini telah dilakukan pada tahun 2019.

"Jadi pada  intinya itu kan risetnya tahun  2019-an akhir 2018 atau 2019 ya. Jadi risetnya sebelum covid. Itu riset sebenarnya kerja sama antara lab kami di P2O pusat penelitian oseanografi di BRIN dengan  rekan di UK dan kebetulan Wulan ini salah satu leadnya yang melakukan riset. Saya dgn yg lain yang membimbing aja. Jadi riset itu adalah baseline," katanya kepada awak media, Jumat (1/10/2021).

Zainal melakukan penelitian ini seiring isu pencemaran yang kian santer dan dengan parameter yang lebij spesifik.

"Jadi studi awal lah kalo dalam Indonesianya. Jadi data dasar. Jadi selama ini kan memang isu pencemaran itu lebih banyak ke pencemaran logam berat, pencemaran minyak, kalau ini kita mulai melihat anglenya ke pencemaran pharmaceuticals dan antibiotik. Ini karena kan termasuk kita sebut pencemaran yang trennya mulai meningkat," lanjutnya.

Baca juga: Dinilai Tak Punya Landasan Hukum Jelas, Seruan Anies Tutup Etalase Rokok Dikritisi

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved