Mengenal Asal-usul Peristiwa Rebo Wekasan, Bagaimana Hukum Meyakininya dalam Pandangan Islam?

Simak asal-usul peristiwa Rabu Wekasan serta tata cara salat tolak bala yang dipercaya hari tersial sepanjang tahun.

Editor: Muji Lestari
Tribunnews
Ilustrasi Berdoa. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Berikut ini asal-usul dan tata cara salat tolak bala di malam Rebo Wekasan yang dipercaya hari tersial sepanjang tahun.

Rabu Wekasan atau Rebo Wekasan adalah salah satu perayaan yang masih dijalankan masyarakat Jawa, khususnya menjelang memasuki bulan Maulid atau Mulud atau Rabbiul Awal.

Di tahun 2021, Rebo Wekasan jatuh pada Rabu (5/10/2021).

Lantas, apa itu Rebo Wekasan?

Baca juga: Yuk Baca Surat Yasin dan Tasbih Nabi Yunus untuk Amalan Saat Rebo Wekasan di Bulan Safar

Mengutip dari laman Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Gresik, disparbud.gresikkab.go.id, Rebo Wekasan atau Rebo Pungkasan merupakan kegiatan masyarakat Desa Suci, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

Rebo Wekasan adalah sedekah bumi berupa selamatan di sekitar Telaga Suci.

Kegiatan ini dilakukan pada hari Rabu terakhir di Bulan Safar.

Menurut cerita tutur, pada hari Rabu terakhir di Bulan Safar, Tuhan yang Maha Esa mengabulkan permintaan masyarakat Dusun Sumber Desa Suci, yang telah lama menantikan sumber air guna mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari.

Sehingga pada malam hari Rabu akhir bulan Safar, masyarakat mengadakan selamatan sedekah bumi dengan harapan mendapatkan berkah dari Tuhan yang Maha Esa.

Ilustrasi berdoa
Ilustrasi berdoa (Net)

Tradisi ini dilakukan sampai sekarang.

Kegiatan masyarakat seperti ini juga terjadi di Desa Kembangan Kecamatan Kebomas.

Di sisi lain, mengutip dari tanya jawab agama di situs tebuireng.online, Rabu Wekasan digunakan untuk memohon perlindungan kepada Allah SWT dari berbagai macam malapetaka yang akan terjadi pada hari tersebut.

Tradisi Rebo Wekasan sudah berlangsung secara turun-temurun di kalangan masyarakat Jawa, Sunda, Madura, dan lainnya.

Pengasuh Rubrik Tanya Jawab Fiqh Tebuireng online, A Muabrok Yasin, menjelaskan asal-usul tradisi Rebo Wekasan.

Baca juga: Ketahui Sederet Keutamaan Baca Sholawat Nariyah Setiap Hari, Benarkah Bisa Jadi Tolak Bala?

Tradisi Rebo Wekasan bermula dari anjuran Syeikh Ahmad bin Umar Ad-Dairobi (w.1151 H) dalam kitab Fathul Malik Al-Majid Al-Mu-Allaf Li Naf'il 'Abid Wa Qam' i Kulli Jabbar 'Anid (biasa disebut: Mujarrobat ad-Dairobi).

Anjuran serupa juga terdapat pada kitab Al-Jawahir Al-Khams karya Syeikh Muhammad bin Khathiruddin Al-'Atthar (w. th 970 H), Hasyiyah As-Sittin, dan lainnya.

Dalam kitab-kitab tersebut disebutkan, seorang Waliyullah yang telah mencapai maqam kasyaf (kedudukan tinggi dan sulit dimengerti orang lain) mengatakan, dalam setiap tahun pada Rabu terakhir bulan Safar, Allah SWT menurunkan 320.000 macam bala dalam satu malam.

Oleh karena itu, ia menyarankan umat Islam untuk salat dan berdoa memohon agar dihindarkan dari bala' tersebut.

Untuk salat Rebo Wekasan, di setiap rakaatnya membaca surat al Fatihah dan Surat Al-Kautsar 17 kali, Al-Ikhlas 5 kali, Al-Falaq, dan An-Nas 1 kali.

Kemudian setelah salam, membaca doa khusus yang dibaca sebanyak tiga kali.

Waktunya dilakukan pada pagi hari (waktu Dhuha).

Baca juga: Bacaan Niat Sholat Rebo Wekasan dan Sholat Sunnah Rabu Terakhir di Bulan Safar, Yuk Diamalkan!

Masih dari penjelasan A Muabrok Yasin, memang ada hadis dla'if yang menerangkan tentang Rabu terakhir di Bulan Safar, yaitu:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: آخِرُ أَرْبِعَاءَ فِي الشَّهْرِ يَوْمُ نَحْسٍ مُسْتَمِرٍّ. رواه وكيع في الغرر، وابن مردويه في التفسير، والخطيب البغدادي..

"Dari Ibn Abbas ra, Nabi Saw bersabda: "Rabu terakhir dalam sebulan adalah hari terjadinya naas yang terus-menerus." HR. Waki' dalam al-Ghurar, Ibn Mardawaih dalam at-Tafsir, dan al-Khathib al-Baghdadi. (dikutip dari Al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi, al-Jami' al-Shaghir, juz 1, hal. 4, dan al-Hafizh Ahmad bin al-Shiddiq al-Ghumari, al-Mudawi li-'Ilal al-Jami' al-Shaghir wa Syarhai al-Munawi, juz 1, hal. 23).

Selain dla'if, hadits ini juga tidak berkaitan dengan hukum (wajib, halal, haram, dan lainnya), melainkan hanya bersifat peringatan (at-targhib wat-tarhib).

Ilustrasi
Ilustrasi (freepik.com)

Tata Cara Sholat Tolak Bala

Dikutip dari iainmadura.ac.id, di pesantren-pesantren, setiap malam Rabu terakhir bulan Safar ba'da salat Maghrib, dilaksanakan kegiatan berupa salat sunah hajat agar menolak bala' (hajat lidaf'il bala').

Salat dilaksanakan empat rakaat, baik dengan dua tasyahud satu salam, dengan niat:

أُصَلِّيْ سُنَّةَ الْحَاجَةِ لِدَفْعِ الْبَلَاءِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ لِلهِ تَعَالَى

atau dua tasyahud dua salam, dengan niat:

أُصَلِّيْ سُنَّةَ الْحَاجَةِ لِدَفْعِ الْبَلَاءِ رَكْعَتَيْنِ لِلهِ تَعَالَى

Setelah membaca Al-Fatihah, kemudian membaca:

- Surat Al-Kautsar 17 kali

- Surat Al-Ikhlash 5 kali

- Surat Al-Falaq 1 satu

- Surat An-Nas 1 kali

Hal ini dilakukan tiap rakaat.

Artinya, tiap rakaat membaca semua surat tersebut.

Selesai salat empat rakaat, kemudian membaca doa ini:

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ وَصَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. اللّٰهُمَّ يَا شَدِيْدَ الْقُوَى وَيَا شَدِيْدَ الْمِحَالِ يَا عَزِيْزُ ذَلَّتْ لِعِزَّتِكَ جَمِيْعُ خَلْقِكَ اِكْفِنِيْ مِنْ جَمِيْعِ خَلْقِكَ يَا مُحْسِنُ يَا مُجَمِّلُ يَا مُتَفَضِّلُ يَا مُنْعِمُ يَا مُكْرِمُ يَا مَنْ لَآ إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ بِرَحْمَتِكَ ياَ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اللّٰهُمَّ بِسِرِّ الْحَسَنِ وَأَخِيْهِ وَجَدِّهِ وَأَبِيْهِ اِكْفِنِيْ شَرَّ هٰذَا الْيَوْمِ وَمَا يَنْزِلُ فِيْهِ يَا كَافِيْ فَسَيَكْفِيْكَهُمُ اللهُ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَحَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ. وَصَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

Tata cara ini ada dalam kitab Kanzun Najah Was-surur Karya Syekh Abdul Hamid Qudus, dan Dinuqil dalam kitab Nubdzatul Anwar.

Sesudah salat sunnah membaca:

- Istighfar 70 kali

- Salawat Nabi 100 kali

- Hasbunallah wani'mal wakil 70 kali

- Surat Yasin ketika sampai ayat Salamun qoulan mirrobbir rohim dibaca 313 kali kemudian berdoa: Ya Allah semoga kita beserta keluarga selamat dari musibah, bala, dan lainnya. Amin.

Baca juga: Dipercaya Turun 20 Ribu Bencana, Bagaimana Hukum Peringati Rebo Wekasan? Ini Kata Ustaz Abdul Somad

Hari Tersial Sepanjang Tahun

Benarkah Rebo Wekasan menjadi hari tersial sepanjang tahun?

Pada Rebo Wekasan atau hari Rabu terakhir di bulan Safar, dipercayai oleh sebagian masyarakat muslim Jawa bahwa hari tersebut merupakan hari sial.

Pasalnya, sebagian masyarakat muslim di Jawa memercayai bahwa pada Rebo Wekasan, Allah menurunkan 320 bala bencana.

Sehingga masyarakat muslim di Jawa yang percaya pun berlomba-lomba melakukan shalat tolak bala yang disebut sebagai shalat Lidaf'il Bala.

Shalat Lidaf'il Bala atau shalat Rebo Wekasan merupakan ritual atau tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat muslim di Jawa yang memercayai Rebo Wekasan tersebut.

Shalat tersebut bertujuan untuk meminta perlindungan kepada Allah dari bala yang dipercaya diturunkan pada Rebo Wekasan.

Namun, ternyata shalat Rebo Wekasan ini tidak memiliki dasar hukum yang jelas.

Dalam Muktamar NU ke-25/1971 di Surabaya serta Muktamar NU tahun 1978 di Magelang, disebutkan pula bahwa shalat Rebo Wekasan termasuk dalam fatwa haram.

Dewan Pakar PW Aswaja NU Center Jatim pun menjelaskan bahwa untuk

Hukum Rebo Wekasan dalam Pandangan Islam

Dikutip dari tebuireng.online, berikut hukum meyakini datangnya malapetaka di akhir Bulan Shafar:

Hukum tersebut, telah dijelaskan oleh hadits shahih riwayat Imam Bukhari dan Muslim:

“Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya malapetaka di bulan Shafar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati itu rohnya menjadi burung yang terbang.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Ibnu Rajab menulis: “Maksud hadits di atas, orang-orang Jahiliyah meyakini datangnya sial pada bulan Shafar. Maka, Nabi SAW membatalkan hal tersebut. Pendapat ini disampaikan oleh Abu Dawud dari Muhammad bin Rasyid al-Makhuli dari orang yang mendengarnya. Barangkali pendapat ini yang paling benar. Banyak orang awam yang meyakini datangnya sial pada bulan Shafar, dan terkadang melarang bepergian pada bulan itu. Meyakini datangnya sial pada bulan Shafar termasuk jenis thiyarah (meyakini pertanda buruk) yang dilarang.” (Lathaif al-Ma’arif, hal. 148).

Umat Islam tidak boleh meyakini terjadinya malapetaka di bulan shafar.

Meyakini malapetaka termasuk jenis thiyarah atau meyakini pertanda buruk yang merupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT.

Hukum Shalat dalam Pandangan Islam

Apabila terdapat niat shalat Rebo Wekasan secara khusus, maka hukumnya tidak boleh.

Hal tersebut dikarenakan Syariat Islam tidak pernah mengenal shalat bernama “Rebo Wekasan”.

Akan tetapi, apabila niatnya adalah shalat sunnah mutlaq atau shalat hajat, maka hukumnya boleh-boleh saja.

Syeikh Abdul Hamid Muhammad Ali Qudus (imam masjidil haram) berpendapat bahwa shalat Bulan Safar termasuk bid’ah tercela.

"Seseorang yang akan shalat pada salah satu waktu tersebut, berniatlah melakukan shalat sunnat mutlaq secara sendiri-sendiri tanpa ada ketentuan bilangan, yakni tidak terkait dengan waktu, sebab, atau hitungan rakaat.”

Hukum Berdoa dalam Pandangan Islam

Berdoa untuk menolak malapetakan pada Rebo Wekasan hukumnya boleh.

Namun, doa tersebut harus dengan niat memohon perlindungan Allah SWT dari malapetaka secara umum, tidak melibatkan Rebo Wekasan.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved