Penataan Permukiman Kumuh di Ibu Kota, Anggota DPRD DKI Kenneth: Jangan Ada Kesenjangan Sosial
Kemiskinan dan kesenjangan sosial masih menjadi masalah yang sangat serius di Ibu Kota. Hal itu juga disikapi oleh anggota DPRD DKI Hardiyanto Kenneth
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Kemiskinan dan kesenjangan sosial masih menjadi masalah yang sangat serius di Ibu Kota.
Permukiman kumuh juga masih bertaburan di tengah megahnya gedung-gedung pencakar langit di Jakarta.
Dalam kasus ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dinilai belum bisa memenuhi target dalam melakukan penataan di permukiman kumuh.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth mengatakan, penataan kampung kumuh dengan program Collaborative Implementation Program (CIP) dan Community Action Plan (CAP) di Jakarta masih jauh dari target, yang telah ditentukan yang tertera Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi DKI Jakarta periode 2018-2022 pada situs Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta.
"Program Penataan Kampung Kumuh di Jakarta masih jauh dari target yang telah ditentukan di dalam RPJMD Provinsi DKI Jakarta periode 2018-2022 pada situs Bappeda. Namun, pada prakteknya juga tidak tepat sasaran dan itu jauh dari yang diharapkan. Dan saya temukan di lapangan ada kampung yang tidak kumuh malah masuk dalam list program, padahal kampung tersebut tidak kumuh-kumuh banget, kategorinya masih bagus dan layak untuk ditinggali," kata Kenneth dalam keterangannya, Kamis (14/10/2021).
Baca juga: Antisipasi Banjir Saat Hujan, Anggota DPRD DKI Kenneth Minta Anies Perhatikan Drainase di Permukiman
Menurut Kent -sapaan akrab Hardiyanto Kenneth-, ada beberapa permukiman yang terbilang sangat kumuh di DKI Jakarta, salah satunya ada di Kecamatan Tambora, Cengkareng dan Kalideres.
Dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 90 Tahun 2018 tertera ada 445 RW masuk dalam kategori RW Kumuh. Pada lampiran disebutkan, ada 15 RW kumuh kondisi berat, 99 RW sedang, 205 RW ringan dan 126 sangat ringan.
Kent pun mengakui ada beberapa daerah di Tambora masuk dalam list permukiman kumuh yang tertera di Pergub tersebut.
"Itu artinya dalam praktek di lapangan dalam melakukan pendataan, Tim dari BPS mendata tidak tepat pada sasaran. Harus dievaluasi kembali pendataannya dan di upgrade, libatkan pihak camat, lurah hingga RT dan RW yang lebih memahami wilayah tersebut, dengan bertujuan agar tidak ada kesenjangan sosial dan merata dalam pembangunan atau penataan kampung atau RW kumuh," kata Kent.
Oleh karena itu, Kent menyarankan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan agar jangan hanya terlalu fokus dalam pembangunan rumah DP 0 Persen, akan tetapi penataan kampung kumuh pun harus dijadikan prioritas.
Baca juga: Anies Pamer Alat Berat di Medsos, Anggota DPRD DKI Kenneth: Masyarakat Perlu Kerja Nyata Bukan Drama
"Gubernur Anies selain fokus kepada pembangunan-pembangunan di Jakarta seperti DP 0 Persen, Tetapi anggaran tersebut jangan seluruhnya hanya di fokuskan untuk itu, tetapi dibagi dua untuk penataan RW kumuh. Kita berbicara tentang asas keadilan," beber Kent.
Kepala Badan Penanggulan Bencana (BAGUNA) DPD DKI Jakarta PDI Perjuangan itu meminta kepada Pemprov DKI jangan menjadikan stigma kampung kumuh itu ilegal, tanah negara, dan tidak punya hak tinggal di ibu kota yang kerap digunakan pemerintah untuk mengusir warga dengan dalih ruang terbuka hijau, melanggar undang-undang dan penyebab banjir.
"Jangan mempunyai stigma jika permukiman kumuh itu ilegal dan tidak mempunyai hak tinggal, karena sudah kewajiban negara untuk memastikan warganya memiliki tempat tinggal yang layak. Hilangkan stigma jika permukiman kumuh itu ilegal karena dianggap bukan warga Jakarta, yang datang dari daerah urbanisasi. Padahal mereka (warga di permukiman kumuh) rata-rata sudah mempunyai KTP DKI Jakarta dan juga sudah memberikan kontribusi pada perekonomian kota dan pendapatan kota," ketus Kent.
Kata Kent, dalam program penataan kampung perlu dibentuk sebuah lembaga khusus. Pasalnya, selama ini tidak ada instansi pemerintah DKI Jakarta yang menangani penataan kampung, seperti Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta yang tidak mempunyai kewenangan untuk mengklasifikasi daftar-daftar RW Kumuh, tetapi lebih mengandalkan BPS dalam melakukan pendataan RW-RW Kumuh tersebut.
"Memang tupoksi DPRKP DKI itu mengelola aset Pemprov DKI seperti rusunawa, tapi toh perkampungan kumuh harus juga menjadi perhatian khusus, karena masyarakat yang tinggal di Pemukiman Kumuh tersebut rata-rata sudah memegang KTP DKI, mereka juga punya hak yang sama, kita berbicara asas keadilan disini. Jadi kerja DPRKP tidak sebatas mengurusi rusunawa semata. Pemprov DKI Jakarta harus membuat lembaga khusus yang diperuntukan untuk penataan kampung kumuh, supaya pada saat mendata di lapangan bisa lebih fokus dan tepat sasaran," ujarnya.
Baca juga: Anggota DPRD DKI Kenneth: Banyak Warga Tak Menginginkan Formula E Digelar di Jakarta
Perlu diketahui sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menata RW kumuh di Jakarta. Penataan itu rupanya dibagi dua, yakni penataan yang menggunakan konsep Community Action Plan (CAP) dan penataan tanpa CAP.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2017, ada 445 RW kumuh di Jakarta. Dari jumlah tersebut, 200 RW akan ditata dengan konsep CAP.
Penataan 200 RW kumuh dengan konsep CAP itu tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2018 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan termasuk rencana strategis (renstra) Pemprov DKI.
Sebanyak 200 RW itu didasarkan pada data BPS tahun 2013. BPS memperbarui data RW kumuh di Jakarta menjadi 445 RW setelah Pemprov DKI membuat renstra. Karena itu, yang ditata menggunakan konsep CAP hanya 200 RW. Sementara 245 RW kumuh lain ditata tanpa CAP.
Penataan didasarkan pada usulan warga saat musyawarah rencana pembangunan (musrenbang).
Pemprov DKI mengusulkan anggaran penataan RW kumuh dalam rancangan Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020, baik penataan lewat CAP maupun non-CAP.
Anggaran rencana penataan dengan CAP: Rp 25,5 miliar CAP merupakan rencana penataan kampung kumuh yang melibatkan warga RW.
Dokumen rencana penataan RW kumuh disusun oleh konsultan atau tenaga ahli, mulai ahli planologi, ahli sipil, arsitek, ahli sosial ekonomi, hingga ahli pemberdayaan masyarakat. Rencana itu kemudian akan dieksekusi dengan program Collaborative Implementation Plan (CIP).
Rencana penataan kampung itu kemudian akan dieksekusi dengan program CIP pada 2020, Pemprov DKI akan membuat rencana penataan 76 RW pada 2020. Pemprov DKI kemudian mengusulkan anggaran untuk biaya jasa konsultan, surveyor, hingga fasilitator dalam rancangan KUA-PPAS 2020.
Anggaran yang diusulkan dalam dokumen rancangan KUA-PPAS 2020 mencapai Rp 25,572 miliar, anggaran itu tersebar di enam Suku Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman.
CAP merupakan rencana penataan kampung kumuh yang melibatkan warga kampung tersebut. CAP disusun oleh konsultan.
Kegiatan itu menghasilkan dokumen rencana penataan kampung kumuh dalam tiga aspek, yakni sosial budaya, pemberdayaan ekonomi, dan fisik.
Aspek fisik berupa pengerjaan sarana, prasarana, dan utilitas. Kemudian, aspek sosial budaya digali untuk mengembangkan potensi kegiatan sosial dan kebudayaan di kampung yang akan ditata.
Sementara aspek pemberdayaan ekonomi untuk meningkatkan perekonomian warga, baik melalui pengembangan usaha maupun kegiatan lainnya.
Rencana fisik akan dikerjakan oleh Sudin Perumahan dengan nama program CIP. Sementara aspek sosial budaya dan pemberdayaan ekonomi akan dikerjakan oleh unit kerja perangkat daerah (UKPD) terkait.
Adapun penataan non-CAP, pemerintah hanya mengerjakan perbaikan fisik tanpa adanya aspek sosial budaya dan pemberdayaan ekonomi. Penataan non-CAP didasarkan pada usulan warga saat musrenbang.