4 Tahun Gubernur Anies

4 Tahun Gubernur Anies: 10 Poin Rapor Merah LBH Jakarta Vs 10 Poin Pembelaan TGUPP

Pengamat tata pemerintahan sekaligus anggota TGUPP Tatak Ujiyati membeberkan pandangannya atas rapor merah yang diberikan LBH Jakarta kepada Anies.

Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Facebook Anies Baswedan
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mendatangi JPO Lenteng Agung. 

TRIBUNJAKARTA.COM -Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) tidak bisa diam melihat Anies Baswedan dikasih rapor merah oleh Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta.

Dua hari setelah rapor merah 4 Tahun Gubernur Anies diberikan, Anggota TGUPP, Tatak Ujiyati buka suara.

Pengamat Tata Pemerintahan itu melawan narasi LBH Jakarta dengan menjabarkan 10 poin seperti jumlah poin yang sama pada rapor merah.

Hal itu disampaikannya di akun twitternya @tatakujiyati.

Tanggapan Anies

Adapun Anies sejatinya mengapresiasi rapor merah untuknya selama empat tahun memimpin DKI Jakarta dari LBH Jakarta.

Selain mengapresiasi, ia meminta LBH Jakarta juga kasih masukan ke gubernur lain.

Ya, LBH Jakarta menyodorkan 10 rapor merah untuk empat tahun kepemimpinan Anies di DKI Jakarta.

Baca juga: Dijagokan Jadi Calon Presiden 2024, Relawan: Anies Bukan Hanya Milik Jakarta tapi Indonesia

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini menilai, laporan LBH Jakarta akan terasa bermanfaat jika juga menilai hasil kinerja seluruh gubernur di Indonesia.

Sebab, laporan itu bisa menjadi bahan evaluasi terhadap kebijakan yang selama ini diambil pemerintah.

"Kami berharap manfaat dari LBH bukan hanya dirasakan Pemprov DKI," ucap Anies pada Selasa (19/10/2021).

Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan saat bertemu polisi yang bernama Anies
Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan saat bertemu polisi yang bernama Anies (Instagram)

"Mudah-mudahan perhatian yang sama diberikan untuk seluruh Pemprov di Indonesia," ia menambahkan.

Rapor merah dari LBH Jakarta, menurut Anies, bentuk nyata kontribusi para anak muda untuk membangun kota Jakarta.

Sebab, mereka sudah meluangkan waktu, tenaga, dan pikira untuk mengevaluasi kinerja pemimpin mereka.

"Perhatian dari anak-anak muda yang peduli pada kotanya, semoga tidak hanya dirasakan di Jakarta, tapi di seluruh Indonesia," tegas Anies.

"Sehingga manfaat dari LBH dan laporannya dirasakan semua gubernur dan dirasakan seluruh Pemprov," sambung dia.

Ia sangat mengapresiasi LBH Jakarta sudah mengevaluasi kinerjanya selama empat tahun memimpin ibu kota.

Baca juga: Dapat Rapor Merah Anies Dibela Anggota TGUPP, Kena Sindir Denny Siregar: Kayak Anak Sekolah

"Kami mengucapkan terima kasih banyak, senang sekali bahwa LBH memberikan energi, perhatian, dan waktu untuk memikirkan Jakarta," tutur dia.

10 Rapor Merah Anies

Rapor merah bertajuk 'Jakarta Tidak Maju Bersama' itu disampaikan LBH Jakarta dan diterima Asisten Pemerintahan (Aspem) DKI Jakarta Sigit Wijatmoko, di Balai Kota, pada Senin (18/10/2021).

"LBH Jakarta menyoroti 10 permasalahan yang berangkat dari kondisi faktual warga DKI Jakarta, serta refleksi advokasi LBH Jakarta selama empat tahun masa kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan di DKI Jakarta," ucap pengacara publik LBH Charlie Albajili.

Perwakilan LBH Jakarta yang menyambangi Balai Kota untuk menyerahkan rapat merah 4 tahun kepemimlinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Senin (18/10/2021)
Perwakilan LBH Jakarta yang menyambangi Balai Kota untuk menyerahkan rapat merah 4 tahun kepemimlinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Senin (18/10/2021) (Dionisius Arya Bima Suci / Tribun Jakarta)

Berikut rincian 10 catatan rapor merah 4 Tahun Gubernur Anies

1. Buruknya kualitas udara Jakarta

Kualitas udara Jakarta dianggap sudah melebihi Baku Mutu Udara Ambien Nasional (BMUAN) sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1999.

Selain itu, kualitas udara ibu kota juga disebut LBH tak lagi sesuai dengan BMUA DKI Jakarta yang tertuang dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 551 Tahun 2001 tentang Penetapan Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan di DKI Jakarta.

"Hal ini disebabkan oleh abainya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan," ujarnya di Balai Kota.

2. Sulitnya akses air bersih di Jakarta akibat swastanisasi

Charlie mengatakan, permasalahan ini kerap ditemui pada warga yang tinggal di pinggiran ibu kota, wilayah padat penduduk, dan lingkungan masyarakat tidak mampu.

Selain aksesnya yang sulit, kualitas air di ibu kota juga dianggap buruk, sehingga tidak layak digunakan atau dikonsumsi masyarakat.

"Pasokan air yang kerap terhambat akibat kecilnya daya jangkau air, mutu/kualitas air yang buruk, dan memburuknya kualitas air tersebut tentu saja akan berakibat pada air yang tidak layak digunakan atau dikonsumsi oleh masyarakat," ujarnya.

3. Penanganan banjir

Pemprov DKI dianggap belum bisa menangani masalah banjir sampai ke akarnya.

Pasalnya, penanganan banjir selama ini hanya fokus pada aliran sungai di wilayah Jakarta dengan menghilangkan hambatan pada aliran sungai dari hulu ke hilir lewat betonisasi.

Padahal, ada beberapa tipe banjir, yaitu banjir karena hujan lokal, banjir kiriman hilu, banjir rob, banjir akibat gagal infrastruktur, dan banjir kombinasi.

"Pada beberapa Peraturan Kepala Daerah pun masih ditemukan potensi penggusuran dengan adanya pengadaan tanah di sekitar aliran sungai," tuturnya.

4. Penataan kota yang belum partisipatif

Penataan kota dengan pendekatan partisipasi warga atau Community Action Plan (CAP) merupakan bagian dari 23 janji kampanye Anies.

Salah satu contoh penerapannya ialah pembangunan Kampung Akuarium di wilayah pesisir utara Jakarta.

Namun, dalam penerapannya LBH Jakarta menilai penerapannya tidak seutuhnya memberikan kepastian hak atas tempat tinggal yang layak bagi warga Kampung Akuarium.

5. Ketidakseriusan Pemprov DKI dalam memperluas akses terhadap bantuan hukum

Hal ini disorot LBH lantaran tidak adanya aturan mengenai bantuan hukum pada level Peraturan Daerah (Perda) di DKI Jakarta.

"Kekosongan aturan inilah melahirkan berbagai dampak seperti lepasnya kewajiban pendanaan oleh Pemprov DKI Jakarta bagi bantuan hukum melalui APBD," ucapnya.

"Serta penyempitan akses bantuan hukum bagi masyarakat miskin, tertindas dan buta hukum," tambahnya menjelaskan.

6. Sulitnya memiliki tempat tinggal di Jakarta

Program rumah DP 0 Rupiah yang digadang-gadang sejak masa kampanye Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI 2017 lalu menjadi sorotan LBH.

Pasalnya, Anies sempat menargetkan bakal membangun 232.214 unit rumah DP 0 Rupiah bagi warganya.

Kemudian, target itu mendadak direvisi Gubernur Anies Baswedan menjadi hanya 10 ribu unit.

Ketentuan soal pembelian rumah DP 0 Rupiah ini pun diubah dari awalnya dikhususkan bagi warga berpenghasilan Rp4 juta sampai Rp7 juta, menjadi Rp14 juta.

"Perubahan kebijakan yang cukup signifikan itu telah menunjukan ketidakseriusan Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk memenuhi janji politiknya semasa kampanye," ujarnya.

7. Belum ada intervensi signifikan terkait permasalahan warga di pesisir dan pulau kecil

LBH Jakarta menilai, masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki karakteristik dan kompleksitas kerentanan yang jauh berbeda dibandingkan masyarakat yang tinggal di wilayah lain.

Pasalnya, masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil harus berhadapan dengan ancaman terhadap kelestarian ekosistem dan konflik agraria.

Alih-alih menetapkan kebijakan yang menempatkan warga pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai aktor utama, draf Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) DKI Jakarta yang disusun Pemprov dinilai justru berpotensi mengakselerasi kerusakan ekosistem dan perampasan ruang hidup dan penghidupan masyarakat.

8. Penanganan pandemi yang masih setengah hati

Capaian 3T (testing, tracing, dan treatment) yang dilakukan Pemprov DKI di masa krisis dinilai LBH Jakarta sangat rendah.

Padahal, DKI Jakarta merupakan episentrum nasional penyebaran Covid-19.

"Pelaksanaan vaksinasi untuk kelompok prioritas juga lambat, dan justru ditemukan banyak penyelewengan booster vaksin untuk pihak tidak berhak," tuturnya.

Pemprov DKI juga dianggap gegabah lantaran melakukan pelonggaran dengan membuka mal pada Agustus 2021 dan membuka mengizinkan anak di bawah 12 tahun melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM).

Padahal kala itu positivity rate Covid-19 masih berada di atas lima persen.

"Hal ini diperburuk dengan buruknya kinerja pengawasan Pemprov DKI di sektor pengawasan fasilitas kesehatan, ketenagakerjaan dan pendidikan terbukti dengan banyaknya pengaduan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti," kata Charlie.

"Di situasi kedaruratan kesehatan ini, Pemprov DKI belum memprioritaskan aspek kesehatan masyarakat ketimbang pertumbuhan ekonomi," sambungnya.

9. Penggusuran paksa masih menghantui warga Jakarta

LBH Jakarta menilai, penggusuran paksa masih menghantui warga Jakarta. 

Sebab, Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Nomor 207 Tahun 2016 yang dibuat Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok masih dipertahankan Anies.

Adapun aturan itu berisi tentang penertiban pemakaian atau penguasaan tanah izin.

Aturan itu sebelumnya kerap dijadikan landasan hukum bagi Ahok dalam melakukan penggusuran.

"Ironisnya, perbuatan tersebut dijustifikasi dengan menggunakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang tidak memiliki perspektif HAM," ucapnya.

Charlie menyebut, Pergub itu kini masih digunakan Anies untuk melakukan penggusuran paksa terhadap warga di Menteng Dalam, Pancoran Buntu II, Kebun Sayur, Kapuk Poglar, Rawa Pule, Guji Baru, dan Gang Lengkong Cilincing.

10. Reklamasi

Gubernur Anies Baswedan dinilai tidak konsisten dengan janji kampanye lantaran masih ada indikasi reklamasi tetap dilanjutkan.

Indikasi ini muncul setelah Anies menerbitkan Pergub Nomor 58/2018 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

"Pergub ini menjadi indikasi reklamasi masih akan berlanjut dengan pengaturan mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan reklamasi serta penyebutan pengembang reklamasi sebagai 'perusahaan mitra'," tuturnya.

Problem lain muncul ketika pencabutan izin 13 pulau reklamasi dilakukan secara tidak cermat dan segera. 

Pemprov DKI Jakarta tidak memperhatikan syarat-syarat yang diperlukan untuk mencabut izin pelaksanaan reklamasi bagi perusahaan-perusahaan. 

Selain itu pencabutan tanpa didahului transparansi dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). 

Ketiadaan kajian tersebut terlihat kompromistis karena Anies tetap melanjutkan 3 pulau lainnya. 

Alhasil, gelombang gugatan balik dari pengembang pun terjadi. Pemprov DKI Jakarta menang di tingkat Mahkamah Agung untuk gugatan Pulau H, namun kalah di gugatan lain seperti Pulau F dan Pulau G. 

"Ketidakcermatan Pemprov dalam pencabutan izin tentunya mengancam masa depan penghentian reklamasi dan menjadikan pencabutan izin reklamasi sebagai gimmick belaka," kata dia.

10 Pembelaan TGUPP Atas Lapor Merah LBH Jakarta

Atas rapor merah yang diberikan LBH Jakarta itu, Tatak Ujiyati bereaksi di twitternya.

Dia juga menuliskan 10 poin pendapatnya yang menentang rapor merah dari LBH Jakarta itu.

Berikut ini 10 poin yang disampaikan Tatak Ujiyati atas rapor merah LBH Jakarta kepada Gubernur Anies.

Pertemuan Ketua DPW PPP DKI Jakarta, Abraham Lunggana alias Haji Lulung bersama jajarannya dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Jumat (15/10/2021).
Pertemuan Ketua DPW PPP DKI Jakarta, Abraham Lunggana alias Haji Lulung bersama jajarannya dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Jumat (15/10/2021). (Instagram @hajilulung_24)

1. Soal penggusuran. LBHJ pakai data lama th 2018 yg sy jg pernah baca. Metodologinya lemah. Data kasus kebanyakan didapat dr berita media, tanpa dilakukan pengecekan lapangan, tanpa konfirmasi kpd Pemprov DKI sbg yg terlibat. Tanpa triangulasi, validitas data lemah. Subyektif.

2. Akibat error di metodologi risetnya, LBHJ tak bisa membedakan mana yg masuk kategori penggusuran, mana yg penertiban. Mana yg penggusuran melanggar HAM, mana relokasi yg tidak melanggar HAM. Semua kasus dimasukkan dlm kategori penggusuran melanggar HAM.

3. Pemprov DKI scr serius bikin review soalnya thd riset LBHJ 2018 itu. Semua kasus dicek satu-satu: di mana lokasinya; kasusnya apa ~ penertiban PKL ato relokasi warga; apakah sdh diberi peringatan, dilakukan musyawarah dg opsi relokasi/ganti untung, kl PKL ditawarkan loksem dst

4. Bbrp kasus yg dianggap sbg penggusuran tak terbukti langgar HAM. Warga diajak musyawarah diberi pilihan mau pindah dg ganti untung atau pindah ke rusunawa. Terpaksa diminta pindah krn tanah Pemda mau dipakai utk kepentingan publik yg lebih besar. Bukan penggusuran tp relokasi.

5. Salah satunya di Kampung Bayam ini. Tanah mau dipakai utk pembanguna JIS. Tp warga sdh diajak musyawarah & diberi pilihan. Tidak melanggar HAM.

6. Penertiban PKL masuk kategori penggusuran jg kl menurut riset LBHJ. Lagi2 absen croschek ke pihak2 yg terlibat, apakah prosedur penertiban mmg dilakukan tanpa menghormati HAM. Kalau takut dianggap langgar HAM nanti aparat enggan lakukan penertiban, yg repot warga juga kan.

7. Tak ada 1 pun putusan pengadilan yg menyatakan Anies melakukan penggusuran yang melanggar HAM selama 4 th kepemimpinannya di Jakarta. Kalau Ahok ada buktinya, pengadilan menyebut ada pelanggaran HAM dlm penggusuran di Kampung Bukit Duri th 2016.

8. Alih2 menggusur, Anies justru membangun kampung2 yg dulu digusur oleh Ahok scr sewenang-wenang & diputus ol pengadilan sbg melanggar HAM. Kampung Aquairum, Kampung Kunir & Kampung Susun Cakung utk eks gusuran Bukit Duri.

9. Makanya saya heran, apa ukuran/ bench mark yg dipakai LBHJ utk menilai & memberi rapor merah? Kalau Anies yg tak pernah diputus bersalah oleh pengadilan dapat raport merah. Bagaimana dg Ahok yg telah diputus bersalah oleh pengadilan krn menggusur scr sewenang2 melanggar HAM?

10. Perlu diingat Anies tak pernah janjikan 0 penggusuran. Tetapi ia berkomitmen menghormati hak hidup & bertempat tinggal warga dg mencarikan solusi terbaik. Tanpa penggusuran sewenang2 sebagaimana yg sebelumnya dilakukan Ahok. Terpenuhi kan janjinya?

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved