Cara Jadi Pemimpin yang Disukai Milenial, Berikut Tips dari Bos Jobstreet
Hubungan yang kurang baik dengan anak buah yang mayoritas kaum milenial bisa saja memengaruhi kinerja dalam bekerja.
TRIBUNJAKARTA.COM - Menjadi pemimpin yang disukai kaum milenial merupakan tantangan tersendiri harus dihadapi pekerja.
Hubungan yang kurang baik dengan anak buah yang mayoritas kaum milenial bisa saja memengaruhi kinerja dalam bekerja.
Country Marketing Manager JobStreet Indonesia Sawitri Hertoto memaparkan, sebenarnya setiap orang berhak menjadi pemimpin.
"Pemimpin itu tidak dilahirkan, mereka itu belajar dan berlatih," tegas Sawitri pada Jumat (22/10).
Sawitri menekankan, setiap pemimpin harus memiliki ciri khasnya masing-masing.
"Kita harus melayani secara hati. Bukan cuma pekerjaan, melayani anak buah dan rekan bisnis. Kalau melayani secara hati bisa membuat mereka merasa nyaman," ujar Sawitri.
Baca juga: Cara Membedakan Lowongan Kerja Asli dan Palsu, Berikut Sederet Hal Perlu Diperhatikan!
Lebih lanjut, Sawitri menuturkan, pemimpin sebaiknya bisa mendukung agar anak buah berkembang ke arah lebih baik.
"Jadi hal tersebut membuat mereka lebih berkembang dan menerima tantangan," aku Sawitri.
Kemudian, Sawitri menjelaskan, cara kita menjadi pemimpin harus bisa menunjukkan jika anak buah itu hebat.
Maka dari itu, pentingnya apresiasi dari pemimpin dan saran kepada anak buah apabila diperlukan.
Baca juga: Kamu Punya UMKM? Berikut Cara Mendapatkan Talenta yang Sesuai, Tak Perlu Ribet
"Yang paling penting saat ini perubahan sangat cepat karena teknologi, maka harus berani untuk mengikuti perkembangan dan jangan terjebak dengan kenyamanan di satu titik," tegas Sawitri.
Pencari Lowongan Kerja Kini Tak Ingin Bekerja di Kantor
Selama pandemi Covid-19, terjadi perubahan karakteristik pekerjaan yang dicari para pencari kerja melalui portal pencarian pekerjaan daring.
Berdasarkan hasil survei JobStreet terhadap 33.000 responden, 57 persennya mengharapkan pekerjaan sebagai remote employee.
"Terjadi perubahan signifikan terhadap cara bekerja yang diharapkan pencari kerja," ujar Sawitri.
Pergeseran lain, terjadi peningkatan permintaan tenaga kerja berbasis teknologi informasi (TI).
Pasalnya, sejumlah perusahaan mulai melakukan otomatisasi. Namun, tingginya permintaan tersebut tidak sebanding dengan suplai.
Sawitri mengatakan, saat ini di seluruh Asia, termasuk Indonesia, terjadi kekurangan pasokan SDM TI atau talenta digital.
Baca juga: Info Lowongan Kerja Jakarta, Google Buka 25 Posisi bagi S1 Segala Jurusan, Simak Link Pendaftarannya
Berdasarkan data Bank Dunia, Indonesia membutuhkan sekira 9 juta talenta digital dalam 15 tahun atau rata-rata 600.000 talenta digital per tahun. Sementara suplai yang tersedia jauh di angka tersebut.
"Selain talenta digital, lowongan pekerjaan yang juga banyak tersedia di antaranya kurir logistik karena selama pandemi, e-commerce menjadi salah satu sektor yang tumbuh positif," ujarnya.
Secara umum, pada awal pandemi terjadi penurunan jumlah perusahaan yang membuka lowongan hingga 50 persen. Di sisi lain, jumlah pencari kerja terus meningkat.
Akan tetapi, saat ini jumlah perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan mulai berangsur naik seiring mulai menggeliatnya sektor perekonomian.
