Penyebar Babi Ngepet di Depok Ditangkap

Siang Ini, Jaksa Akan Bacakan Tuntutan Dalang Hoaks Babi Ngepet di Depok

Sidang kasus hoaks babi ngepet di Depok dengan terdakwa Adam Ibrahim bakal kembali digelar siang ini di Pengadilan Negeri Depok, Cilodong, Jawa Barat.

Kejari Depok
Suasana persidangan kasus hoaks babi ngepet di Pengadilan Negeri Depok, Selasa (5/10/2021). Sidang kasus hoaks babi ngepet di Depok dengan terdakwa Adam Ibrahim bakal kembali digelar siang ini di Pengadilan Negeri Depok, Cilodong, Jawa Barat. 

“Berdasarkan keterangan kedua ahli yang dihadirkan di persidangan baik dari sisi bahasa dengan metodologi kajian linguistik forensik dan kajian sosiologi hukum dikaitkan keonaran dalam unsur Pasal 14 Ayat (1) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 14 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana, penuntut umum berkeyakinan telah terpenuhi” ujar Andi dalam keterangan resminya, Selasa (12/10/2021).

Andi mengatakan, dalam persidangan tadi, ahli sosiologi hukum juga menerangkan definisi dari keonaran itu sendiri.

“Menurut ahli yang kami hadirkan, keonaran di kalangan rakyat adalah situasi dan kondisi warga masyarakat yang tidak kondusif yang berbentuk kecemasan sosial, ketegangan, kepanikan, kegaduhan, kegemparan, dan kekacauan yang berpotensi menimbulkan perilaku anarki,” jelasnya.

“Sehingga bila dikaitkan dengan kajian sosiologi hukum serta fakta perbuatan terdakwa yang menyebarkan berita bohong, yang mana perbuatan tersebut telah menyebabkan keonaran karena sampai membuat hadirnya kepolisian untuk turun membubarkan kerumunan, serta adanya kecemasan di masyarakat terkait adanya babi ngepet yang mana menyebabkan kegemparan,” timpalnya.

Sementara berdasarkan keterangan dari ahli linguistik forensik, unsur keonaran juga terpenuhi kata Andi.

“Berdasarkan keterangan ahli kajian linguistik forensik, dikaitkan keonaran dalam unsur Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 14 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana,” kata Andi.

“Yang mana linguistik forensik dapat didefinisikan sebagai penerapan ilmu linguistik dalam bidang hukum secara teori, metode dan analisis bahasa untuk keperluan di bidang hukum. Penuntut Umum dari apa yang dipaparkan ahli dipersidangan berkeyakinan pengertian keonaran dari penafsiran linguistik forensik telah terpenuhi,” sambungnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved