Indonesia Masters

Jelang Jadwal Indonesia Masters 2021, BWF Umumkan Dua Pemain China Terlibat Pengatusan Skor

Jelang turnamen bulu tangkis Indonesia Master 2021, dua pebulu tangkis China dan 8 dari Indonesia terlibat pengaturan skor. 

Editor: Suharno
Net
Ilustrasi raket dan shuttlecock 

TRIBUNJAKARTA.COM - Jelang turnamen bulu tangkis Indonesia Master 2021, dua pebulu tangkis China dan 8 dari Indonesia terlibat pengaturan skor

Turnamen bulu tangkis Indonesia Masters 2021 bakal digelar di Bali, Indonesia, tanggal 16-21 November mendatang.

Dua pebulu tangkis China dikonfirmasi Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) terlibat kasus pengaturan skor.

Dua pebulu tangkis China ini mendapat larangan terlibat dalam bulu tangkis selama dua tahun karena melanggar aturan pengaturan pertandingan dan taruhan ilegal.

Baca juga: Tak Ada Pemain China, Tuan Rumah Kuasai Unggulan di Turnamen Bulu Tangkis Indonesia Masters 2021

Dua pebulu tangkis tersebut ialah Zhu Jun Hao dan Zhang Bin Rong.

Menurut penyelidikan, Zhu Jun Hao dianggap mengatur hasil pertandingan pada 2019 dengan sengaja kalah pada pertama. Dia melanjutkan untuk memenangkan pertandingan.

TONTON JUGA:

Zhu juga bertaruh pada pertandingan Orleans Masters seperti disebutkan panel BWF yang menyelidiki kasus tersebut.

Dia juga memberikan informasi orang dalam kepada orang yang tidak berwenang.

Baca juga: Hasil Undian Indonesia Masters 2021, Marcus/Kevin Hadapi Ganda Korea, Greysia/Apriyani Dapat Bye

Zhang Bin Rong bertaruh 36 kali pada turnamen di China, Swiss, dan Prancis pada 2019.

Tindakan tersebut melanggar aturan yang melarang pemain bulu tangkis memasang taruhan pada olahraga tersebut.

Kedua pemain putra yang merupakan pemain tingkat regional memilih untuk tidak mengajukan banding.

Sebelumnya pada awal Januari 2021, ada delapan pebulu tangkis Indonesia yang terlinat dalam kasus pengaturan skor.

Baca juga: 4 Serba-serbi Warnai Keberhasilan Tim Indonesia Bawa Pulang Thomas Cup ke Tanah Air

Mereka adalah Agripinna Prima Rahmanto Putera, Mia Mawarti, dan Putri Sekartaji.

Sementara itu, lima pemain lain yang dihukum adalah Hendra Tandjaya, Ivandi Danang, Androw Yunanto, Afni Fadilah, dan Aditya Dwiantoro.

Dua dari tiga pemain tersebut yaitu Agripinna dan Mia memilih mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) di Swiss.

Mereka banding karena merasa tidak bersalah melakukan rekayasa hasil pertandingan atau berjudi.

Baca juga: Bendera Indonesia Tak Dikibarkan di Penyerahan Piala Thomas Karena Perkara Sanksi

Adapun Putri Sekartaji tidak melakukan banding dan menerima hukuman meski dihukum 12 tahun skorsing dan denda 12.000 dolar AS.

Agri yang dijatuhi vonis BWF berupa hukuman enam tahun tidak boleh berkecimpung di bulu tangkis dan denda 3.000 dolar AS, mengaku hanya sabagai korban.

Pasalnya, dia tidak pernah melakukan pengaturan skor saat turnamen Vietnam Open 2017 seperti yang dituduhkan.

Tuduhan bahwa dia bertaruh dengan Hendra Tandjaya pun tidak benar.

Baca juga: Jadwal MotoGP 2021 Seri 18 MotoGP Valencia, Balapan Pamungkas Valentino Rossi

Yang benar, dia hanya akan mentraktir Hendra makan di restoran cepat saji apabila Dionysius Hayom Rumbaka yang dijagokannya memenangi pertandingan melawan Hashiru Shimono (Jepang) yang saat itu tengah bertanding.

Namun, pilihan Agri tersebut oleh Hendra dimasukkan ke rekening perjudian online yang dimiliki Hendra yang kemudian menjerat Agri.

"Kesalahan saya adalah karena tidak melaporkan terjadinya perjudian tersebut ke BWF." kata Agripinna.

"Namun, sebagai pemain, saya pun tidak mengetahui kalau tidak melapor itu adalah melanggar Etik BWF," lanjutnya.

Saya pun tidak tahu harus melapor ke siapa, yang saya tahu, pelanggaran Etik BWF itu hanya soal perjudian saja," tutur Agripinna.

Pada kasus Mia, dia dituduh karena menyetujui dan menerima uang sebesar Rp 10 juta dari hasil perjudian, tidak melaporkan terjadi perjudian kepada BWF.

Dia juga tidak hadir dalam wawancara atau undangan investigasi oleh BWF.

Atas kesalahnnya itu, Mia diskorsing 10 tahun tidak boleh terlibat dalam pertandingan dan denda 10.000 dolar AS.

"Terhadap hukuman itu, saya mengajukan banding agar Pengadilan CAS membatalkan keputusan BWF," ujar Mia yang kini membela klub Semen Baturaja, Palembang.

Pembelaan pemain berusia 24 tahun ini karena uang hasil kesepakatan dengan Hendra tersebut sejatinya merupakan uang saku untuk dirinya selama mengikuti kejuaraan.

Mia juga tidak mengetahui bahwa uang tersebut berasal dari hasil perjudian yang dilakukan oleh Hendra.

"Lalu dalam hal tuduhan saya menyetujui retired pada New Zealand Open 2017 pada partai ganda putri, juga sama sekali tidak benar. Bahkan saya berdebat dengan Hendra di tengah lapangan," ujar Mia.

"Saya tidak mau retired, tetapi Hendra sebagai ofisial meminta ke wasit agar pertandingan dihentikan dengan menyebut saya tidak mungkin melanjutkan pertandingan karena cedera. Padahal, saya tidak cieera," tutur Mia.

Soal, tidak melaporkan terjadi perjudian kepada BWF, seperti halnya Agri, Mia pun tidak mengetahui kalau tidak melaporkan ke BWF adalah sebagai pelanggaran kode etik.

Yang dia tahu, pelanggaran kode etik hanya berupa perjudian saja.

"Selain itu, BWF tidak pernah melakukan investigasi langsung kepada saya sehingga saya tidak dapat menjelaskan apa yang terjadi sesungguhnya," kata Mia.

"Dengan demikian, putusan BWF dilakukan secara sepihak tanpa mendengar penjelasan dan pembelaan dari saya sebagai korban," tandas Mia.

Sumber: BolaSport.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved