Putusan MK Soal Hasil Pilkada Yalimo Dinilai Cederai Prinsip Demokrasi, SDI Ajukan Eksaminasi Publik
Putusan Mahkamah Konstitusi dalam sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Yalimo Provinsi Papua dinilai sangat dangkal dan kontroversi.
TRIBUNJAKARTA.COM - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 145/PHP.BUP-XIX/2021, dalam sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Yalimo Provinsi Papua dinilai sangat dangkal dan kontroversi.
Bahkan telah menciderai prinsip demokrasi dalam Pemilihan Umum serta asas keadilan dan kepastian hukum.
Itu menjadi salah satu poin yang disampaikan Sarekat Demokrasi Indonesia (SDI) dalam eksaminasi publiknya terkait putusan tersebut.
"Kedua, MK juga diduga telah melanggar hukum acara yang sudah ditetapkan oleh Undang-Undang karena tidak melakukan pemeriksaan terhadap saksi fakta dan ahli," ujar M. Andrean Saefudin Ketua Umum Pengurus Pusat SDI dalam siaran persnya, Jumat (19/11/2021).
Poin lainnya, MK dianggap tidak konsisten dalam menerapkan Pasal 158 ayat (2) huruf a UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang.
Keempat, MK diduga telah menyelundupkan kewenangannya dengan mendiskualifikasi pasangan calon Bupati-Wakil Bupati mengenai persyaratan calon karena sengketa administrasi merupakan kewenangan Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sesuai dengan ketentuan perundangan.
Baca juga: Massa Buruh Geruduk Gedung Mahkamah Konstitusi Tuntut UU Cipta Kerja Dihapus
Terakhir, MK dinilai tidak berwenang memberikan pertimbangan hukum terkait kasus pidana umum atas nama Erdi Badi, S. Sos, yang sudah diselesaikan secara hukum adat Papua sehingga tidak dapat diperiksa kembali pada Pengadilan Negara (Pengadilan Negeri), sebagaimana Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1664K/Pid/1988 tertanggal 15 Mei 1991, dan seseorang tidak dapat dihukum dua kali untuk kasus yang sama (azas nebis in idem).
Andrean menambahkan, eksaminasi putusan adalah pengujian atau penilaian dari sebuah putusan hakim apakah pertimbangan-pertimbangan hukumnya telah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum, apakah prosedur hukum acaranya telah diterapkan dengan benar, serta apakah putusan tersebut telah menyentuh rasa keadilan masyarakat.

"Pengujian secara ilmiah atau akademik (eksaminasi) terhadap putusan hakim adalah hak warga negara, khususnya para ahli hukum. Eksaminasi publik dapat dikatakan sebagai bagian dari open assessment terhadap kinerja hakim dalam memutuskan sengketa pilkada," kata Andrean.
Tak hanya itu, lanjutnya, eksaminasi dapat menjadi pembanding atau comparative analysis terhadap putusan hakim, sehingga untuk jangka panjang, putusan- putusan hakim di masa datang akan semakin berkualitas.
Menurutnya, keterlibatan publik dalam melakukan pengawasan diharapkan memberikan suatu masukan yang sangat berarti untuk melahirkan kebijakan yang berpihak kepada rakyat.
"SDI sebagai organsisasi yang konsisten bergerak dan bertanggungjawab dalam pemajuan demokrasi asli di Indonesia telah melakukan eksaminasi publik terhadap putusan MK No. 145/PHP.BUP-XIX/2021, dalam sengketa Pilkada Kabupaten Yalimo Provinsi Papua," tuturnya.
Baca juga: Dari Kemenlu hingga Mahkamah Agung, Ini Instansi yang Sudah Umumkan Jadwal Tes SKD CPNS 2021
Dikatakannya, eksaminasi publik ini juga secara resmi telah dikirim ke Presiden Joko Widodo dan instansi penegak hukum lainnya.
"Harapannya, agar hal prinsip terkait dengan demokrasi menjadi perhatian yang paling utama demi terciptanya keadilan dan kepastian hukum di seluruh masyarakat Indonesia khususnya di Kabupaten Yalimo Provinsi Papua," pungkasnya.
PP SDI Ajukan Eksaminasi Publik
Mahkamah Konstitusi (MK) lewat putusan bernomor 145/PHP.BUP-XIX/2021, mendiskualifikasi calon bupati Pilkada Yalimo 2020, Erdi Dabi dan memerintahkan KPU menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU).
Baca juga: Polda Metro Jaya Kerahkan 350 Personel Amankan Demo Buruh di Mahkamah Konstitusi Hari Ini
Pengurus Pusat Sarekat Demokrasi Indonesia (PP SDI) menilai putusan sengketa Pilkada Yalimo cacat hukum.
Mereka menyatakan demikian usai melakukan eksaminasi terhadap putusan MK tersebut.
Ketua Umum PP SDI Andrean Saefudin mengatakan ada 5 kejanggalan yang ditemukan dalam putusan MK nomor 145/PHP.BUP-XIX/2021 itu.
"Setidaknya ada 5 kejanggalan dari putusan MK Nomor 145/PHP.BUP-XIX/2021," kata Andrean dalam keterangannya, Jumat (19/11/2021).
Pertama, MK dipandang tak konsisten menerapkan Pasal 158 ayat (2) huruf a UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.
Putusan MK juga dinilai kontroversi dan mencederai prinsip demokrasi di lingkup pemilihan umum, serta asas keadilan dan kepastian hukum.
MK juga diduga menyalahi kewenangannya karena mendiskualifikasi pasangan calon bupati dan wakil bupati terkait persyaratan.
Baca juga: Jenderal Rusdi Karepesina: Kekaisaran Sunda Nusantara Diakui Mahkamah Internasional
Padahal menurut Andrean, kewenangan sengketa administrasi ada pada Bawaslu dan PTUN sebagaimana aturan undang-undang.
"Karena sengketa administrasi merupakan kewenangan Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara sesuai dengan ketentuan perundangan," ujarnya.
MK pun dinilai tak berwenang memberi pertimbangan hukum terkait kasus pidana umum yang melibatkan Erdi Badi karena telah diselesaikan secara hukum adat Papua.
Sehingga menurutnya perkara tersebut tak dapat lagi diperiksa di Pengadilan Negeri.
Mengingat dalam putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1664K/Pid/1988, seseorang tidak dapat dihukum 2 kali untuk kasus yang sama.
"Kelima MK diduga telah melanggar hukum acara yang sudah ditetapkan oleh undang-undang karena tidak melakukan pemeriksaan terhadap saksi fakta dan ahli," terangnya.
Adapun hasil eksaminasi publik ini telah disampaikan PP SDI kepada pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo, dan lembaga serta instansi terkait.
Baca juga: Gugatan Pegawai KPK Ditolak Seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi
Andrean berharap eksaminasi publik tersebut dapat diperhatikan pemerintah demi keadilan dan kepastian hukum, khususnya bagi masyarakat Kabupaten Yalimo, Papua.
"Eksaminasi publik ini telah kami sampaikan juga kepada pemerintah dalam hal ini Presiden Republik Indonesia serta lembaga-lembaga dan instansi penegak hukum agar hal prinsip terkait dengan demokrasi menjadi perhatian yang paling utama demi terciptanya keadilan dan kepastian hukum," katanya.
"Eksaminasi ini merupakan bentuk keterlibatan publik dalam melakukan pengawasan," kata dia.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Putusan MK Soal Sengketa Pilkada Yalimo Dinilai Cacat Hukum