Massa Buruh Mulai Tinggalkan Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan Bisa Dilalui Kendaraan

Akses Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat mulai bisa dilalui kendaraan.

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Wahyu Septiana
TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH
Tepat pukul 14.00 WIB, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat kembali bisa dilalui kendaraan. Sebab, massa buruh mulai beranjak dari depan Balai Kota DKI, Kamis (25/11/2021) 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Akses Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat mulai bisa dilalui kendaraan.

Hal ini menyusul massa buruh yang mulai meninggalkan depan Kantor Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan di Balai Kota DKI.

Pantauan TribunJakarta.com, mulai pukul 14.00 WIB, akses Jalan Medan Merdeka Selatan mulai bisa dilalui kembali kendaraan.

Mobil komando dan massa buruh mulai meninggalkan Balai Kota, setelah setengah jam buruh melakukan orasi sebagai bentuk kekecewaan mereka terkait Upah Minimun Provinsi (UMP) DKI yang tak sesuai dengan tuntutan buruh sebesar 10 persen.

"Ayo baik kawan-kawan mari kita meninggalkan Balai Kota. Kita bergerak untuk balik kanan, sekali lagi kita bergerak untuk balik kanan," ujar buruh dari satu diantara mobil komando.

Baca juga: Massa Demo Buruh Long March Geruduk Kantor Anies, Jalan Medan Merdeka Selatan Macet

Jalan Medan Merdeka Selatan Macet

Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat mulai dipenuhi massa buruh yang long march menuju Balai Kota DKI.

Setelah berunjuk rasa di dekat Patung Kuda, Jakarta Pusat, massa buruh yang tergabung dari sejumlah federasi serikat buruh turut menggeruduk Balai Kota DKI.

Terus berorasi melalui mobil komando, massa buruh menyuarakan kekecewaan mereka terkait kenaikan Upah Minimun Provinsi (UMP) DKI yang hanya sekitar 0,8 persen atau Rp37 ribu.

Pasalnya hal ini bertolak belakang dengan tuntutan mereka yang menginginkan kenaikan UMP DKI sebesar 10 persen.

Imbasnya, massa buruh menutupi badan jalan di depan kantor Gubernur Anies Baswedan dan membuat akses di Jalan Medan Merdeka Selatan terhambat.

Kendaraan tak bisa melintas lantaran tertutup oleh mobil komando

Pantauan Wartawan TribunJakarta.com sekitar pukul 11.06 WIB, massa buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) yang mengenakan seragam merah masih berunjuk rasa di kawasan Patung Kuda.

Bahkan situasi sempat memanas lantaran massa buruh ingin menerobos kawat berduri menggunakan mobil buruh.

Mesin mobil buruh meraung-raung hendak menabrak pagar berduri.

Aparat kepolisian meminta massa buruh untuk tidak melakukan aksi itu.

Orator pun saling beradu mulut dengan anggota polisi di lapangan.

"Ada aturan, anda tidak perlu teriak-teriak. Silahkan kalau mau perwakilan bicara ke sini," ujar salah satu polisi kepada orator.

Orator buruh mengatakan bahwa perdebatan terjadi lantaran polisi menyelak di saat ia sedang berorasi.

Namun, akhirnya situasi kembali mendingin dan massa buruh kembali melakukan aksi.Dalam aksinya, massa buruh menolak formula penetapan upah minimum dengan menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea mengatakan, ada tiga tuntutan dalam aksi buruh tersebut.

Pertama, KSPSI sebagai konfederasi buruh di Indonesia menolak formula penetapan upah minimum dengan menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021.

Baca juga: UMP DKI Jakarta Tahun 2022 Naik Tipis, UMK di Dua Wilayah Jabodetabek Tak Naik, Simak Daftar UMR

Menurutnya, beleid tersebut merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law. Dengan begitu, belum tepat jika penetapan upah menggunakan aturan turunannya.

Kedua, KSPSI meminta MK mengumumkan keputusan formil uji materi UU Cipta Kerja bisa berlaku adil. 

"Kenaikan upah minimum ini sangat tidak adil," tegas Andi Gani.

Permintaan itu bertepatan dengan pelaksanaan sidang pembacaan putusan gugatan uji materi Undang-Undang Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi.

Ketiga, ia juga meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian merevisi atau bahkan mencabut instruksi Mendagri ke kepala daerah dalam rangka penetapan upah minimum.

"Kami berharap hakim MK bisa berlaku seadil-adilnya. Karena, saya yakin MK merupakan benteng keadilan terakhir yang bisa memutuskan secara adil dan selalu ada untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia," katanya.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved