50 Tahun Hidup Bersama, Nenek Marsiyeh Masih Menanti Kabar Suami yang Hilang Saat Erupsi Semeru

50 tahun hidup bersama, nenek Mahriyeh (70) begitu sedih ketika mengetahui sang suami hingga kini belum ada kabarnya.

Editor: Elga H Putra
TRIBUNJATIM.com/ Kukuh Kurniawan
Sejumlah warga saat mengerumuni lokasi jembatan Gladak Perak yang terputus akibat terjangan banjir lahar dingin Gunung Semeru. 

Santapan tersebut disiapkan sebagai bekal makan sang suami pergi ke sawah yang berimpitan dengan jalur aliran lahar Gunung Semeru.

Air matanya seketika menetes saat teringat suaminya.

"Saya ingin suami cepat ditemukan, jika meninggal, dikuburkan dan didoakan yang layak," kata Mahriyeh sembari mengusap air matanya, Selasa (7/12/2021).

Biasanya, Mahriyeh tak pernah berpisah dari Miran. Begitu pula sebaliknya.

Mahriyeh di rumah kerabatnya di Desa Gogodeso, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Selasa (7/12/2021). Foto kanan: Tim SAR gabungan menyusuri jalur material guguran awan panas Gunung Semeru saat operasi pencarian korban di Desa Curah Kobokan, Kecamatan Candipuro, Lumajang, Jawa Timur, Selasa (7/12/2021). Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per Senin (06/12) pukul 20.15 WIB, setidaknya 22 orang tewas, sementara 22 orang dinyatakan hilang dan 56 lainnya mengalami luka-luka. Erupsi juga berdampak terhadap 5.205 jiwa.
Mahriyeh di rumah kerabatnya di Desa Gogodeso, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Selasa (7/12/2021). Foto kanan: Tim SAR gabungan menyusuri jalur material guguran awan panas Gunung Semeru saat operasi pencarian korban di Desa Curah Kobokan, Kecamatan Candipuro, Lumajang, Jawa Timur, Selasa (7/12/2021). Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per Senin (06/12) pukul 20.15 WIB, setidaknya 22 orang tewas, sementara 22 orang dinyatakan hilang dan 56 lainnya mengalami luka-luka. Erupsi juga berdampak terhadap 5.205 jiwa. (KOMPAS.COM/ASIP HASANI/GARRY LOTULUNG)

Di rumahnya yang kini roboh tertutup abu vulkanik, Mahriyeh hanya tinggal berdua dengan Miran.

Ke mana pun pergi, mereka juga selalu bersama, bahkan ketika menggarap lahan.

Jika bulir-bulir padi mulai berisi, Mahriyeh menemani pria 80 tahun yang dicintainya itu menginap di gubuk.

Mereka berdua akan menjaga padi dari serbuan monyet.

Namun sudah sekitar sebulan, Mahriyeh tidak dapat menemani Miran menjaga tanaman padi mereka yang tinggal menunggu panen.

Sebab, penyakit sesak napasnya kambuh.

Baca juga: Terdampak Erupsi Semeru, Petugas BKSDA Jatim Temukan Landak Jawa dalam Kondisi Hidup

"Sebenarnya pagi itu saya ajak dia pulang saja karena takut ada banjir. Tapi dia bilang 'biarkan saja banjir," kenang Mahriyeh dalam bahasa Jawa bercampur dialek Madura saat dia mengungsi di Desa Gogodeso, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar, Selasa (7/12/2021).

Sabtu (4/12/2021) siang itu, kaki Mahriyeh melangkah menyusuri ladang demi mengantarkan bekal untuk sang suami.

Dia kemudian kembali ke rumahnya lantaran badannya masih belum pulih sepenuhnya.

Kurang dari lima jam setelah mengantar bekal, warga di sekitar rumahnya menjerit-jerit histeris.

Mereka meneriakkan kabar jika Gunung Semeru meletus.

Presiden Joko Widodo saat meninjau kondisi Jembatan Piket Nol yang putus akibat erupsi Gunung Semeru, Selasa (7/12/2021)
Presiden Joko Widodo saat meninjau kondisi Jembatan Piket Nol yang putus akibat erupsi Gunung Semeru, Selasa (7/12/2021) (SURYA.CO.ID/Tony Hermawan)
Sumber: Surya
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved