50 Tahun Hidup Bersama, Nenek Marsiyeh Masih Menanti Kabar Suami yang Hilang Saat Erupsi Semeru
50 tahun hidup bersama, nenek Mahriyeh (70) begitu sedih ketika mengetahui sang suami hingga kini belum ada kabarnya.
Anak dan cucu pasangan Mariyeh dan Miran sebenarnya sudah lama meminta keduanya untuk berhenti bekerja.
Tapi Miran maupun Mariyeh sama-sama tidak mengindahkan omongan anak dan cucunya.
"Hasil ladang itu paling juga sekali panen 10 karung. Sekitar 5 kuintal lah," kata Wagiman.
Akhirnya, mereka pun berhenti mencegah Miran dan Mariyeh bekerja.
"Mungkin Bapak dan Emak tidak mau merepotkan anak dan cucunya," tambah Wagiman.
Ketika anak, cucu, juga kerabat lainnya mengajaknya berangkat ke Kabupaten Blitar untuk mengungsi, Mahriyeh sempat menolak.
Dia enggan meninggalkan barak pengungsian sebelum Miran pulang.
Tapi dia tidak punya pilihan.
Jika bertahan, dia tidak akan punya lagi kerabat dekat di sampingnya.
Mahriyeh tahu, anak dan cucunya akan tetap memaksanya ikut ke Blitar jika dia kukuh bertahan di pengungsian.
Baru semalam tiba di rumah kerabatnya di Blitar, sudah beberapa kali Mahriyeh menanyakan kepada putranya kalau-kalau Miran kembali pulang.
"Saya juga terus menghubungi perangkat desa dan teman-teman di pengungsian tentang hasil pencarian Bapak (Miran)," ujar Wagiman.
Doa selalu dipanjatkan oleh Mahriyeh yang menunggu suaminya pulang
Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Setengah Abad Tak Terpisahkan, Tangis Nenek Mahriyeh Pecah Menanti Suami Korban Erupsi Gunung Semeru