Cerita Kriminal
'Saya Khilaf' Ucap Guru Ngaji di Depok yang Lecehkan 10 Bocah Perempuan, Ternyata Punya 2 Istri
"Saya khilaf," ucap seorang guru ngaji berinisial MMS (55) kepada polisi. Terungkap MMS mencabuli murid-muridnya yang masih di bawah umur
Penulis: Rr Dewi Kartika H | Editor: Yogi Jakarta
.TRIBUNJAKARTA.COM, PANCORAN MAS - "Saya khilaf," ucap seorang guru ngaji berinisial MMS (55) kepada polisi.
Terungkap MMS mencabuli murid-muridnya yang masih di bawah umur, di Kecamatan Beji, Kota Depok.
Personel Polres Metro Depok telah menangkap MMS dan menetapkannya sebagai tersangka kasus pencabulan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan menjelaskan, MMS mencabuli sejumlah anak muridnya yang masih di bawah umur dengan unsur ancaman dan paksaan.
TONTON JUGA
Ia menceritakan modus tersangka diawali dengan merayu para korbannya.
Setelah melampiaskan hasratnya, pelaku memberikan uang sebesar Rp 10 ribu kepada setiap korbannya.
Baca juga: Haji Lulung di Betawi Bukan Orang Sembarangan: Sejajar 3 Gubernur DKI, Pegang Gelar Kehormatan
“Modus pelaku terhadap para korban ini melakukan bujuk rayu dan ada sedikit pemaksaan hingga intimidasi kepada para korban untuk menuruti kemauannya," ucap Endra saat rilis di Polres Metro Depok, Selasa (14/12/2021).
"Di akhir kegiatannya pencabulan tersebut, dia memberikan uang Rp 10 ribu kepada para korban,” imbuh dia.

Zulpan mengatakan, para korban diajak pelaku ke ruang konsultasi yang ada di majelis taklimnya.
Di ruang itu, pelaku yang memiliki dua orang istri tersebut menyalurkan hasrat bejatnya terhadap para korban yang mayoritas berusia 10-15 tahun.
“Murid-murid ini diajarkan mengaji oleh tersangka ya. Adapun waktu ngaji itu jam 17.00 WIB sore sampai selesai Maghrib."
"Itu ada ruang di majelis taklim yang digunakan untuk konsultasi, dan di ruang itulah dilakukan pencabulan itu,” terang Endra.
Baca juga: Dicari di Pengungsian Tak Ada, Kerabat Temukan Rumini Peluk Salamah di Dapur: Dia Mau Nolong Ibunya

Hingga saat ini sudah ada 10 korban yang melaporkan tindakan menyimpang pelaku ke polisi.
Peristiwa ini berawal dari Oktober 2021 hingga Desember 2021.
Penyidik sudah memeriksa sejumlah saksi dan korban, visum, hingga pendampingan melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestro Depok.
Pelaku dijerat Pasal 76 Juncto 82 KUHP tentang perlindungan anak, dengan ancaman pidana penjara 15 tahun lamanya.
Guru ngaji MMS juga terancam membayar denda paling banyak Rp 5 miliar.
Korban Diduga Lebih dari 10
Polisi menduga korban pencabulan MMS lebih dari 10 anak.
Hal ini dikarenakan jumlah anak murid pengajian dari pelaku sendiri berjumlah 70 orang banyaknya.
Namun demikian, Kasat Reskrim Polres Metro Depok, AKBP Yogen Heroes Baruno, mengatakan, kasus ini masih terus didalami dan dikemabngkan dengan memeriksa tersangka, korban, dan para saksi.
“Terkait perkembangan update korban, memang setelah kami lakukan penangkapan atau pengamanan terhadap tersangka waktu itu masih ada dua pelapor. Saya tekankan pada penyidik untuk langsung menuju majelis taklim untuk mendata,” kata Yogen.
Baca juga: 10 Bocah di Depok Diancam Turuti Keinginan Bejat Guru Ngaji, Setelahnya Diberi Imbalan Rp 10 Ribu
“Setelah kita data nama-namanya, kita datang ke majelis taklim, kita datang ke orang tuanya untuk memberikan kesaksian terkait itu. Malam tadi sudah ada 10 orang yang berani memberikan kesaksian. Kami masih coba kroscek lagi, terkait jumlahnya ada 70 orang (murid) di majelis taklim itu. Apakah masih ada korban lainnya, kami masih akan terus kembangkan lagi,” sambungnya lagi.
Hingga saat ini, Yogen mengatakan sekiranya pihaknya sudah memeriksa sebanyak 20 saksi.
“Saksi korban ada 10. Kemudian orang tua dan dari pihak majelis taklim.Total kurang lebih 20,” katanya.
Baca juga: Herry Wirawan Rudapaksa 12 Santri hingga Hamil dan Melahirkan, Bagaimana Nasib Bayi Para Korban?
Komnas PA Buka Suara
Komisi Nasional Perlindungan Anak (PA) menyoroti kasus pelecehan seksual yang dilakukan MMS terhadap sejumlah muridnya di Depok, Jawa Barat.
Dalam siaran resminya yang bertajuk ‘Wali Kota Depok Gagal Melindungi Anak’, Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengatakan ulah bejat pelaku merupakan tindak pidana luar biasa dan merendahkan martabat kemanusiaan.
Arist mengatakan, sepatutnya pelaku dijerat dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana 15 tahun penjara.
Baca juga: Oknum Guru Ngaji di Depok Cabuli Banyak Muridnya, Polisi: Pengakuannya Khilaf
Ia berpendapat, dengan Undang-undang tersebut, pelaku dapat dituntut semaksimal mungkin dan berkeadilan hukum juga bagi korban.
“Tidak ada toleransi terhadap segala bentuk serangan seksual terhadap anak apapun bentuknya,” ujar Arist dalam siaran resmi yang diterima TribunJakarta.com, Rabu (15/12/2021).

Menurutnya, adanya kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan yang berbasis agama merupakan kegagalan Wali Kota Depok membebaskan lingkungan sekolah dari kekerasan, baik itu kekerasan seksual, fisik, dan non-fisik.
Baca juga: Guru Ngaji di Tangerang Jadi Tersangka, Lakukan Pelecehan Kepada 2 Murid: Alih-alih Isi Tenaga Dalam
Arist juga mengungkit sejumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi di Kota Depok dan terus berulang hingga saat ini.
“Artinya ada banyak kasus pelanggaran terhadap anak di Depok tidak mendapat penanganan yang baik dan maksimal,” bebernya.

Oleh karena itu, Komnas Perlindungan Anak mendesak Wali Kota Depok Mohammad Idris bersama Kanwil Kantor Kementerian Agama Jawa Barat untuk segera mengevaluasi dan memeriksa semua lembaga pendidikan yang ada di Depok.
Baca juga: Sama-sama Korbannya Belasan dan Bikin Miris, Ini Beda Modus Guru Ngaji di Bandung dan Depok
“Wali Kota Depok (harus) hadir dan ada untuk memberikan perlindungan anak lingkungan sekolah atau lembaga pendidikan, baik pondok pesantren dan lembaga pendidikan reguler wajib bebas dari kekerasan,” tuturnya.
“Untuk kepentingan pemulihan psikologis korban, Komnas Perlindungan Anak segera membentuk Tim Litigasi dan Rehabilitasi Sosial Anak dengan melibatkan Dinas PPPA dan KB Kota Depok, psikolog dan pekerja kemanusiaan dan aktivis anak,” pungkasnya.