Sengketa Lahan di Depok, Terbitnya Sertifikat Tanah yang Telah Dibatalkan
Kasus sengketa tanah seakan tak ada habisnya di Kota Depok, Jawa Barat.
Penulis: Dwi Putra Kesuma | Editor: Muji Lestari
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dwi Putra Kesuma
TRIBUNJAKARTA.COM, PANCORAN MAS – Kasus sengketa tanah seakan tak ada habisnya di Kota Depok, Jawa Barat.
Terbaru, diduga ada keterlibatan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok dalam penerbitan sertifikat tanah, meskipun lahannya tengah dalam tahap persidangan.
Kasus ini dialami oleh Farida (62). Lahan yang ia kelola di Kecamatan Sawangan setelah sekian lama tiba-tiba direbut dengan sertifikat tanah yang diduga cacat dalam hal administrasinya.
Baca juga: PN Depok Eksekusi Sengketa Lahan dan Bangunan di Jalan Dewi Sartika, TNI Polri Diterjunkan
Kuasa Hukum Farida, Bernard Paulus Simanjuntak, mengatakan, pihaknya menduga ada oknum dari pegawai BPN yang terlibat dalam pembuatan sertifikat di lahan tersebut.
Pasalnya, pihak dari BPN Kota Depok mengeluarkan sertifikat tanah dari lahan yang tengah menjalani proses hukum .
“Ini sangat aneh, apalagi kami juga menemukan banyak kejanggalan dari terbitnya surat tersebut,” kata Bernard melalui keterangan resminya, Kamis (23/12/2021).
Baca juga: Sengketa Tanah Belasan Warga Limo Kota Depok Mulai Temui Titik Terang, Ini Penjelasan BPN
Bernard mengatakan, kasus ini bermula saat kliennya mengelola lahan tersebut berbekal Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria (Sk-Kinag).
Kemudian, Farida mencoba mendaftarkan hal tersebut ke BPN dan penetapan Pengadilan Negeri.
“Dari hal itu, Ibu Ida (Farida) melakukan pembebasan sekaligus memberi kompensasi bagi penggarap, hingga akhirnya terbit SHM,” jelasnya.
SHM itu pun didapatkan Farida. Namun demikian, terbitnya SHM itu juga sekaligus menjadi awal mula permasalahan sengketa tanah ini.
Setelah SHM didapatkan oleh Farida, tiba-tiba muncul juga sertifikat tanah atas nama PT Pakuan yang dipecah menjadi sembilan.
Akhirnya, sertifikat milik Farida dan PT Pakuan pun dibatalkan melalui SK Kanwil BPN di tahun 2017 lalu.

“Sejak saat itu, terjadilah sengketa kepemilikan lahan yang diketahui memiliki luas 90 hektar,” kata Bernard.
Tak usai sampai disitu, tiba-tiba terbit kembali sertifikat tanah di atas lahan yang menjadi sengketa yang dikeluarkan oleh BPN Kota Depok.
Padahal sengketa lahan tersebut masih dalam proses persidangan di pengadilan negeri.
“Padahal mengacu pada peraturan menteri negera agrari/ kepala BPN No. 3 tahun 1999 tentang pelimpahan kewenangan pemberian dan pembatalan keputusan hak atas tanah negara yang menyatakan, kepala kantor pertanahan kabupaten/kotamadya memberi keputusan mengenai pemberian hak guna bangunan atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 2000 meter persegi. Dan ini di lahan seluas 90 hektar, surat itu bisa diterbitkan dari kabupaten atau kotamadya," ungkapnya.
“Kami sendiri juga sudah melaporkan masalah ini dan dalam proses persidangan di PTUN Jawa Barat,” ungkapnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Urusan Umum BPN Depok, Yudhi Sugandi, tak berkomentar banyak dan mengatakan bahwa sengketa tersebut masih diproses di PTUN.
“Kasusnya sudah disidangkan di PTUN,” katanya dikonfirmasi terpisah.
Ia pun hanya meminta untuk menunggu hasil putusan dari PTUN, saat ditanya menyoal penerbitan kembali sertifkat yang telah dibatalkan.
“Tunggu hasil putusan saya ya,” bebernya sin gkat.
Terakhir, Kepala Kantor BPN Depok, Ery Juliani Pasoreh, masih belum merespon konfirmasi yang diberikan wartawan terkait kasus sengketa lahan ini.