Ironi Kedelai Lokal, Lebih Murah dan Bergizi Tapi Tak Cukupi Produksi Tempe Tahu

Ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor mengakibatkan para produsen tempe dan tahu menjerit harus dengan harga mahal.

TRIBUNJAKARTA.COM/GERALD LEONARDO AGUSTINO
Tempe-tempe yang diproduksi warga di Kampung Tempe, RT 12 RW 03 Kelurahan Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (18/2/2022). Ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor mengakibatkan para produsen tempe dan tahu menjerit karena harus membeli kedelai dengan harga mahal. 

Bila petani menggunakan satu hektar sawahnya untuk menanam komoditas lain seperti padi maka dapat menghasilkan panen sekitar lima hingga enam ton, artinya keuntungan lebih besar.

Mugiono, pengrajin tempe di di Kampung Tempe, Ciputat, Tangerang Selatan (Tangsel), Kamis (3/6/2021).
Mugiono, pengrajin tempe di di Kampung Tempe, Ciputat, Tangerang Selatan (Tangsel), Kamis (3/6/2021). (TRIBUNJAKARTA.COM/JAISY RAHMAN TOHIR)

Sementara pemerintah seakan hanya bisa mengimbau produsen tempe, tahu menggunakan kedelai lokal ketika harga kedelai impor melonjak, tapi tidak mampu menggenjot produksi.

"Kalau tanah satu hektar ditanami padi itu bisa (panen) lima sampai enam ton. Kalau Rp 10 ribu (per kilogram) itu Rp 50 juta. Jadi petani lebih suka tanam padi, jagung, bawang, dan lainnya," sambung dia.

Baca juga: Catat! Produsen Tempe dan Tahu di Jakarta Bakal Mogok Produksi 21-23 Februari 2022

Terhitung Senin (21/2/2022) hingga Rabu (23/2/2022) produsen tempe, tahu di wilayah DKI Jakarta, Bodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur melakukan mogok produksi.

Langkah ini sebagai bentuk protes atas mahalnya harga kedelai impor yang gagal diatasi pemerintah karena pada tahun 2021 lalu hal serupa terjadi dan memaksa produsen mogok.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved