Harga Kedelai Impor Mencekik, Produsen Tahu Tempe Menjerit
Para produsen tahu tempe menjerit karena harga kedelai impor Rp 11.300 per kilogram dan diprediksi akan terus naik sesuai harga global.
TRIBUNJAKARTA.COM, JATINEGARA - Para produsen tahu tempe menjerit karena harga kedelai impor Rp 11.300 per kilogram dan diprediksi akan terus naik sesuai harga global.
Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo), Aip Syaifuddin, mengatakan para produsen tahu tempe bukannya enggan menggunakan kedelai lokal, tapi tak bisa.
Ia beralasan, bahan baku kedelai lokal tidak cukup dan sulit ditemu di pasaran. Sehingga produksi tahu tempe mau tak mau menggunakan kedelai impor.
"Kedelai lokalnya enggak ada (di pasaran). Produksinya sekitar 300 ribu ton satu tahun, sementara kebutuhan kita ini 3 juta ton satu tahun," ujar Aip saat dikonfirmasi di Jakarta Timur, Senin (21/2/2022).
Hingga saat ini 2,6 juta kebutuhan kedelai Indonesia dalam setahun harus mengandalkan kedelai impor. Ketika harga kedelai impor naik, produsen tahu tempe juga terdampak.
Ia membantah alasan produsen tahu tempe di Indonesia tidak mau menggunakan kedelai lokal karena kedelai lokal tidak cocok untuk bahan baku produksi.
Menurut Aip varietas kedelai lokal memiliki kandungan gizi lebih baik dibandingkan kedelai impor dari negara, seperti Amerika, Brazil dan Argentina.
"Kedelai lokal cocok sekali jadi bahan baku produksi. Kedelai lokal gizinya lebih bagus dari kedelai impor untuk tahu tempe. Intinya kedelai lokal lebih bagus gizinya, protein, dan lainnya dari kedelai impor," ujar Aip.
Masalahnya, kata dia, swasembada kedelai lokal untuk memenuhi kebutuhan produksi tahu tempe ini belum bisa dipenuhi.
"Usulan sudah dari zaman baheula. Jadi program swasembada kedelai itu program setiap presiden. Swasembada kedelai itu pernah tercapai tahun 90-an. Tahun 1989 sampai 1992," jelas Aip.
Dalam kurun waktu itu produksi kedelai lokal dapat mencapai 2 juta ton dalam satu tahun dan mampu memenuhi kebutuhan produsen tanpa harus impor.