Sederet Penyiksaan di Kerangkeng Bupati Langkat, LPSK Syok: Tak Pernah Temukan Kekerasan Sesadis Ini

Sederet penyiksaan yang dilakukan Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin ke para manusia kerangkeng dirasa lebih rendah dari binatang.

Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Rr Dewi Kartika H
TribunMedan
Kondisi penjara yang berada di dalam rumah Bupati Langkat Terbit Rencana 

Kemudian ada korban yang mengalami pincang karena kaki dilempar ganco, empat gigi tanggal empat, jari kaki kanan dan kiri cacat karena didudukkan pada kursi besi, kemaluan disundut rokok.

Akibatnya belasan korban mengalami gangguan jiwa, stres lantaran setiap hari disiksa, diperbudak sebagai buruh dengan jam kerja nyaris 24 jam, dan diberi makan tidak layak.

Kondisi penjara yang berada di dalam rumah Bupati Langkat Terbit Rencana
Kondisi penjara yang berada di dalam rumah Bupati Langkat Terbit Rencana (TribunMedan)

Penyiksaan juga mengakibatkan sejumlah korban meninggal, dan biadabnya ada jenazah yang dimandikan dengan air kolam ikan oleh 'pengurus' kerangkeng lalu dikafankan begitu saja.

Pernyataan Edwin sebagai pimpinan LPSK yang menangani perlindungan korban berbagai kasus tindak pidana, mulai pidana umum hingga terorisme atas kejinya kasus Langkat bukan tanpa sebab.

Lebih rendah dari binatang

Perbuatan Terbit ke para manusia kerangkeng itu dirasa lebih rendah dari yang binatang lakukan sekalipun.

LPSK menemukan ada serangkaian perbuatan merendahkan martabat seperti dipaksa minum air kencing sendiri dan penghuni lain, hingga dipaksa melakukan hubungan sesama jenis.

"Jadi kedua korban disuruh berhubungan (seks) dan direkam.

Baca juga: LPSK Temukan 7 TNI dan 5 Polisi Diduga Terlibat Kasus Kerangkeng Manusia Bupati Langkat

Dipaksa mengunyah cabai setengah kilogram. Sudah dikunyah lalu cabai itu dilumuri ke muka, kemudian dioles ke alat kelamin," lanjut dia.

Tak berhenti di situ, ada korban yang dipaksa menjilat kemaluan anjing, dipaksa melakukan lomba onani, makan nasi yang sudah diludahi.

Dalam hal ini LPSK mendapati kerangkeng dikelola ibarat Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), di mana Terbit merupakan Ketua, Wakilnya berinisial DW, belasan pembina, dua orang Kepala Lapas.

Keamanan, bahkan ada sejumlah korban yang tidak ubahnya berperan sebagai tahanan pendamping (Tamping) pada Lapas resmi dengan tugas membantu 'mengelola' kerangkeng.

Kondisi di salah satu ruangan tahanan pribadi milik Bupati Langkat.
Kondisi di salah satu ruangan tahanan pribadi milik Bupati Langkat. (TRIBUN MEDAN/FREDY)

Tidak berhenti di penyiksaan fisik, Kepala Biro Penelaahan Permohonan LPSK Muhammad Ramdan mengatakan tim LPSK menemukan kasus penistaan agama dialami para korban.

"Ada larangan melakukan Salat Jumat bagi (tahanan) Muslim dan Ibadah minggu bagi umat Kristiani. Kemudian larangan ibadah di hari besar.

Menyuguhkan makanan haram bagi umat Muslim," kata Ramdan.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved