Ini Cara Menekan Intoleransi di Medis Sosial, Tombol Blokir Salah Satunya
arus informasi yang menjadi sangat dekat berseliweran itu bisa juga membawa narasi negatif seperti terkait isu intoleransi yang dapat memecah belah.
TRIBUNJAKARTA.COM - Media Sosial sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Di sisi lain, arus informasi yang menjadi sangat dekat berseliweran itu bisa juga membawa narasi negatif seperti terkait isu intoleransi yang dapat memecah belah masyarakat.
Direktur Komunikasi Perdana Syndicate, Pangeran Ahmad Nurdin, mengatakan, saat ini, 96% masayrakat Indonesia memiliki ponsel pintar dan berpotensi terpapar media sosial.
“Sebelum menuju media sosial yang indah dan penuh toleransi kita perlu tahu seperti apa media sosial di Indonesia. Landscape media sosial di Indonesia sangat beragam dan penggunanya sangat masif. Indonesia di dalam lingkupan di South East Asia merupakan pengguna internet terbesar."
"Sebanyak 96% orang Indonesia memiliki smartphone. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggunakan internet lebih dari 8 jam dan 3 jam dalam sehari yang digunakan untuk mengakses sosial media,” ujar Pangeran dalam webinar bertajuk bertajuk 'Ngobrol Bareng Legislator: Sosial Media Indah dan Penuh Toleransi' Jumat (1/4/2022).
Baca juga: Polisi Intai Aktivitas 74 Media Sosial di Tangerang Yang Kerap Berujung Tawuran Antar Pelajar
Namun kadang kala, sepanjang waktu itu manusia cenderung kerap untuk melaukan hal yang tak terkontrol hingga merusak hal-hal indah yang dapat dijumpai di media sosial.
Selain itu, kebiasaan tersebut dinilai juga dapat menghilangkan toleransi saat berkomunikasi. Untuk itu, dalam hal ini sangatlah diperlukan untuk menanamkan filter pada pribadi masing-masing.
“Media sosial dan kebebasan berpendapat. Inti dari demokrasi adalah freedom of expression atau kebebasan berpendapat. Hak bisa dilaksanakan tapi jika dilaksanakan secara penuh dapat mengganggu toleransi. Sesuatu too good to be true kita wajib curiga dan tidak yakin, jika kita tidak yakin maka jangan kita share ke orang lain karena bisa membahayakan. Yang kedua itu no hate speech, perlakukan sosial media seperti kita bersosisalisasi seperti kita bersosialisasi seperti biasa. Edukasi safety and privacy,” papar Pangeran.
Menurutnya, ada beberapa cara untuk menekan intoleransi, di antaranya membangun wacana publik yang rasional, menghindari perundungan terhadap pendapat yang berbeda dan tidak memberikan ruang berkembang bagi pendapat yang intoleran.
Menutup ruang intleransi salah satunya adalah dengan menekan tombol blokir.
“Serta tidak melakukan banning (pemblokiran) terhadap tindakan intoleran hanya akan membuat individu yang intoleran merasa benar dan mencari wadah media sosial baru tetapi mematahkan argumennya dahulu dan menjelaskan tindakan intoleransinya. Membangun sosial media yang indah adalah hal yang inklusif. Ketika kita menembakan kebohongan dalam skala yang besar pada satu titik orang akan menganggap itu adalah hal yang benar," pungkas Pangeran.
Sementara, Anggota Komisi 1 DPR RI, Kresna Dewanata Prosahk memaparkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang paling toleran, dengan banyaknya suku, agama, ras dan budaya semuanya menyatu di Indonesia. Keberagaman ini bukan tercipta untuk dijaga.
“Sehingga kita jangan sampai membuat peluang untuk kaum-kaum intoleran untuk mengganggu negeri kita ini. Saat ini kita tahu sendiri dengan banyaknya grup, kemudian platform-platform media sosial yang digunakan untuk mendoktrin anak-anak kita, adik-adik kita, masyarakat kita, untuk terpengaruh dan mereka terpecah belah."
"Salah satunya yaitu adu domba, menggunakan isu-isu gama dan ras. Jangan sampai kita menjadi bagian tersebut. Mari kita gunakan media sosial dengan baik. Sehingga kita bisa lebih produktif, inovatif, kemudian kita juga bisa membuat kegiatan untuk membesarkan bangsa ini,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Dirjen Aptika Kemenkominfo, Samuel Abrijani Pangerapan, menerangkan, Kementerian Kominfo hadir untuk menjadi garda terdepan dalam memimpin upaya percepatan transformasi digital Indonesia. Dalam hal ini, Kemenkominfo memiliki peran sebagai regulator, fasilitator, dan ekselerator di bidang digital Indonesia.
"Berbagai pelatihan literasi digital yang kami berikan berbasis empat pilar utama, yaitu kecakapan digital, budaya digital, etika digital, dan pemahaman digital. Hingga tahun 2021 tahun program literasi digital ini telah berhasil menjangkau lebih dari 12 juta masyarakat Indonesia," pungkasnya.