Sepanjang 2017-2021 Ada 57 Kejadian Tanah Longsor: Paling Banyak di 2 Wilayah Ini

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta catat ada 57 kejadian tanah longsor di Jakarta sepanjang tahun 2017 sampai 2021.

TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino
Kondisi tanah longsor di Jalan Inspeksi Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Senin (6/7/2020). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta catat ada 57 kejadian tanah longsor di Jakarta sepanjang tahun 2017 sampai 2021.

Gerakan tanah atau biasa disebut tanah longsor merupakan peristiwa perpindahan bahan pembentuk lereng berupa tanah, batuan, bahan timbunan atau campuran diantaranya yang bergerak ke bawah atau keluar lereng.

Kejadian gerakan tanah atau tanah longsor ini diketahui beberapa bulan terakhir terus diinformasikan oleh BPBD DKI.

Terlebih, tanah longsor bisa terjadi karena berbagai macam pemicu seperti curah hujan, gempa bumi, erosi hingga aktivitas manusia.

Kepala BPBD DKI Jakarta Isnawa Adji menuturkan pihaknya mencatat ada 57 kejadian tanah longsor yang tersebar di berbagai lokasi di Jakarta sepanjang tahun 2017-2021 lalu.

Baca juga: 10 Kecamatan di Jakarta Berpotensi Terjadi Tanah Longsor, Simak Tanda dan Antisipasinya!

Dari total itu, wilayah Jakarta Selatan menduduki posisi tertinggi dan disusul oleh wilayah Jakarta Timur.

"Sepanjang tahun 2017 hingga 2021 terdapat total sebanyak 57 kejadian tanah longsor yang tersebar di berbagai lokasi di Jakarta. Paling banyak terjadi di wilayah Jakarta Selatan (34 kejadian) dan Jakarta Timur (21 kejadian). Adapun untuk detil wilayah kelurahan yang paling banyak terjadi yakni di Srengseng Sawah (6 kejadian) dan Ciganjur (4 kejadian)," katanya kepada awak media, Selasa (5/4/2022).

Namun, lanjut Isnawa, mayoritas kejadian tanah longsor ini lantaran intensitas curah hujan yang tinggi pada lokasi yang berada di sekitar kali atau sungai.

Oleh sebab itu, BPBD DKI mengimbau agar masyarakat, terutama yang berada di sekitar kawasan kali atau sungai untuk tidak membangun rumah di bawah tebing, tidak mendirikan bangunan di sekitar sungai, tidak menebang pohon di sekitar lereng, dan menghindari untuk pembuatan kolam atau sawah di atas lereng.

"Informasi yang dirilis tiap bulan bukan berarti seluruh wilayah kecamatan tersebut masuk ke dalam kategori rawan, namun hanya pada wilayah tertentu yang berada pada kawasan lereng di tepi kali/sungai saja. Hal ini perlu dipahami agar masyarakat tidak panik dan tetap tenang dalam memahami informasi ini," pungkas anak buah Gubernur Anies.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved