Alasan Pembeli Tetap Pilih Daging Sapi Lokal Meski Ada Wabah PMK, Lebih Segar dan Enak
Temuan kasus sapi terinfeksi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Aceh tidak membuat pembeli beralih ke daging impor.
Penulis: Bima Putra | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang ditemukan pada sapi di sejumlah wilayah tidak memengaruhi harga daging sapi lokal di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur.
Ranta Wijaya, satu pedagang daging sapi di Pasar Kramat Jati mengatakan sejak ditemukan kasus PMK di Jawa Timur hingga meluas ke sejumlah wilayah harga daging sapi lokal tetap sama.
"Harganya tetap Rp 150 ribu per kilogram untuk kualitas yang super (bagus), Rp 140 ribu per kilogram untuk kualitas yang biasa. Enggak naik atau turun," kata Ranta di Pasar Kramat Jati, Jumat (13/5/2022).
Harga daging sapi lokal memang mengalami penurunan jika dibanding saat Hari Raya Idulfitri 1443 Hijriah yang sempat naik menjadi Rp 160 ribu per kilogram karena banyak permintaan.
Namun penurun harga bukan karena kasus PMK yang menggangu suplai dan distribusi daging sapi lokal, melainkan karena usai Idulfitri harga memang mengalami penurunan.
"Ya memang habis lebaran biasa turun, dari dulu juga begitu. Bukan karena ada penyakit itu (PMK). Karena di sini mayoritas dijual daging Sapi Bali dan Sapi BX (Brahman Cross)," ujarnya.
Baca juga: Selain 21 Kasus Hepatitis Akut Misterius, Ternyata Ada 24 Kasus Baru Gejala Hepatitis di Jakarta

Meski kasus sapi terinfeksi PMK kini sudah ditemukan di sejumlah wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Aceh, Ranta menuturkan pembeli tetap lebih memilih daging sapi lokal.
Pun harga daging sapi impor di Pasar Kramat Jati kini sudah mengalami penurunan usai hari raya Idulfitri 1443 Hijriah, dari Rp 140 per kilogram menjadi Rp 130 ribu dalam beberapa waktu terakhir.
"Tetap banyak pilih lokal, makannya saya lebih pilih belanja daging lokal ketimbang impor untuk dijual. Pembeli juga sampai sekarang enggak ada yang tanya soal penyakit itu (PMK)," tuturnya.