LRT Jabodebek Disebut Salah Konsep hingga Berpotensi Rugikan Negara

Proyek LRT Jabodebek dinilai tidak efektif dan efisien sehingga kurang bermanfaat bagi masyarakat dan berpotensi merugikan keuangan negara.

Editor: Wahyu Septiana
Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha
ILUSTRASI Moda transportasi massal lintas rel terpadu atau light rail transit (LRT) Jakarta. Proyek LRT Jabodebek dinilai tidak efektif dan efisien sehingga kurang bermanfaat bagi masyarakat dan berpotensi merugikan keuangan negara. 

Dan progres keseluruhan infrastruktur masih sekitar 81.75 %.

Selain biaya mahal, ungkap Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur ini, kapasitas atau daya tampung LRT Jabodebek relatif kecil yakni maksimal 240.000 penumpang per hari, bahkan dikurangi menjadi hanya 140.000 penumpang per hari.

Dia mengatakan, di sejumlah negara LRT sebenarnya mulai ditinggalkan karena dianggap kurang efisien mengingat daya angkutnya sebagai urban transport tidak memadai.

LRT Jakarta resmi beroperasi secara komersial per tanggal 1 Desember 2019
LRT Jakarta (TribunJakarta/Pebby Ade Liana)

Di Jepang, misalnya, tren LRT terus menurun. Pada 1958, di negara itu terdapat 38 operator LRT dengan panjang 1.200 km, tetapi pada 2004 jumlah operator tinggal 10 dan panjang sekitar 200 km.

Seharusnya infrastruktur prasarana LRT investasinya jauh lebih murah karena sangat sederhana, sebagai gambaran LRT di Jepang biaya infrastruktur sarananya 1 milyar yen per km sedangkan MRT sekitar 10milyar yen per km.

Walaupun infrastrukturnya jauh lebi murah tetapi kapasitas angkutnya jauh lebih kecil serta kecepatannya lebih rendah dari MRT, maka LRT kurang diminati oleh masyarakat di kota - kota besar di seluruh dunia.

Faktor lain yang membuat biaya LRT Jabodebek mahal, kata Bambang Haryo, adalah penggunaan rel (track gauge) LRT Jabodebek berukuran 1.435 mm yang biasa dipakai untuk KA kecepatan di atas 200 km per jam.

Padahal kecepatan LRT maksimum 60-80 km per jam sehingga cukup menggunakan ukuran rel standar 1.067 mm.

Sangat disayangkan jalur LRT dibangun 100 % melayang (elevated) dengan tiang penyangga yang terlalu besar dan tinggi, seharusnya sebagian bisa tidak elevated.

Baca juga: 2 Tahun LRT Jakarta Beroperasi di Tengah Pandemi Covid-19

Demikian juga semua stasiun dibangun ukuran yang terlalu besar, sehingga biaya pembangunan menjadi sangat mahal.

Bahkan saat ini jalur LRT tidak terkoneksi dengan jalur MRT dan tidak terkoneksi dengan terminal angkutan publik lanjutan lainnya misalnya bus, bemo, dll.

Sehingga dikhawatirkan LRT sulit untuk bisa diminati oleh masyarakat.

Sedangkan diseluruh negara di dunia jalur LRT terkoneksi dengan MRT dan Jalur MRT terkoneksi dengan kereta cepat antar kota dan antar provinsi. “kata Anggota Dewan Pakar DPP Partai Gerindra ini.

KA Komuter

Dengan biaya sebesar Rp32,5 triliun, proyek LRT Jabodebek dinilai tidak ekonomis dan efisien dibandingkan dengan kereta api komuter atau Kereta Rel Listrik (KRL) yang mampu mengangkut penumpang dalam jumlah besar.

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved