Sisi Lain Metropolitan
Menguak Kisah Horor dari Penghuni Rumah Tua Abad ke-19 di Senen: Pernah Bertemu Sosok Ini di Genteng
Di tengah perkembangan kota Jakarta yang kian berkembang, rumah tua sejak zaman Belanda ini masih bertahan.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, SENEN - Di tengah perkembangan kota Jakarta yang kian berkembang, rumah tua sejak zaman Belanda ini masih bertahan.
Rumah klasik yang diperkirakan sudah ada sejak abad ke-19 ini dihuni oleh lima keluarga.
Beberapa dari keluarga itu pun mengisahkan cerita yang pernah dialaminya di luar nalar.
Herni (64) merupakan penghuni rumah di lantai dasar rumah antik itu.
Ia menempati bangunan seluas 93 meter persegi.
Baca juga: Cerita Penghuni Rumah Antik sejak Abad-19 di Senen: Pernah Temukan Ini
Di dalam ruangan rumah Herni terasa suasana lawas.
Bagian yang disinyalir sudah berusia ratusan tahun seperti ornamen kusen hingga daun pintu yang panjang masih terpasang di rumah itu.
Sejak 1978, ibu dua anak itu sudah menempati rumah klasik tersebut.
Selama puluhan tahun tinggal, Herni pernah merasakan pengalaman mistis.
Katanya, ia sering berjumpa dengan sosok ini di rumahnya.

"Seringkali saya melihat sosok orang Belanda yang duduk di belakang rumah. Kadang-kadang ia memakai sejenis syal," ceritanya kepada TribunJakarta.com pada Kamis (9/6/2022) silam.
Orang Belanda itu hanya membisu tak berbicara sepatah kata ke Herni.
Herni kerap berjumpa saat dini hari setelah menutup warung kopi miliknya di depan rumah antik itu.
"Saat warung baru tutup dan masuk ke rumah mau nyuci saya melihat sosok itu. Dia enggak ngomong. Saya sudah merinding terus hilang," tambahnya.
Kisah serupa yang bikin bergidik juga dirasakan oleh Kartini (52).

Ia merupakan keluarga yang tinggal di lantai atas rumah klasik itu.
Di antara lima keluarga yang tinggal, luas rumah Kartini terbilang lebih besar.
Dulu, ceritanya, temannya pernah menginap di dalam rumah itu.
"Ketika tidur kasurnya seakan ada yang menarik," tambahnya.
Ia juga pernah mendengar dari temannya bahwa sesosok Belanda di dalam rumahnya itu.

"Saya sempat dengar ada orang-orang Belanda di sini tapi saya enggak pernah lihat. Katanya juga ada yang di atas genteng, noni-noni Belanda gitu," ceritanya.
Menyusuri Rumah Antik di Senen
TribunJakarta sempat menyambangi rumah tua itu di tengah mendungnya langit kota Jakarta.
Rumah ini berada tepat di tikungan jalan yang setiap hari ramai dilalui kendaraan.
Rumah renta itu bisa jadi usianya sama dengan gedung Stovia di sebelahnya.
Herni mengajak TribunJakarta.com masuk ke dalam rumah itu.
Rumah itu sudah dibagi-bagi ke dalam beberapa petak. Herni menempati ruangan di lantai dasar seluas 93 meter persegi. Letaknya di bagian belakang rumah.
Saat memasuki rumah Herni, langit-langit ruangan terlihat tinggi.

Langit tinggi itu khas dengan tipe rumah Belanda yang bertujuan agar penghawaan tak terasa sumuk.
Rumah ini, cerita Herni, tadinya luas. Pintu-pintu serta jendela tua panjang kelihatan.
"Semenjak disekat-sekat jadinya sudah tak kelihatan," tambahnya.
Di rumah Herni terdapat dua pintu yang berukuran panjang.
Pintu di bagian depan dan pintu menuju dapur.
Herni bercerita dua pintu itu memiliki kusen dengan ornamen yang sudah ada sejak rumah itu berdiri.
Di dalam rumah Herni dibangun satu kamar berdinding tripleks dan kamar mandi dekat dapur.
Ia memiliki tiga lemari kayu tua yang diperkirakan sudah ada sejak zaman Belanda.
"Tiga lemari itu sudah tua tapi sudah diplitur. Dulu sempat ada yang mau beli tapi saya enggak jual," katanya kepada TribunJakarta.com di rumah itu pada Kamis (9/6/2022).
Rumah Kartini
Sedangkan di lantai atas rumah klasik itu, ditinggali oleh Kartini. Ruangan lantai atas lebih luas ketimbang yang ditinggali Herni.
Untuk menuju ke lantai atas, TribunJakarta diarahkan masuk lewat warung nasi yang letaknya di bagian depan rumah. Dulunya, warung nasi itu merupakan teras bawah bagian depan rumah.
Sebelum naik ke atas tangga, terdapat pintu masuk sebagai penanda rumah Kartini.
Anak-anak tangga menuju tempat tinggal Kartini masih terbuat dari kayu jati. Katanya, kayu-kayu itu masih asli.
Berbeda dengan tempat tinggal Herni yang sudah beralaskan ubin, lantai di tempat tinggal Kartini masih beralaskan kayu jati.
Serambi rumah itu dijadikan sebuah dapur dan ruang tamu.
Di ruangan bagian dalam, Kartini juga membuka dua kamar kosan.

Sementara genteng di atap rumahnya sebagian besar sudah diganti dengan seng.
"Kanopi ruangan masih asli, tapi sudah mulai keropos pas saya sudah setua ini," katanya.
Ornamen kusen di rumah Herni juga ditemui lantai atas ini.
Daun jendela dan pintu masuk rumah Kartini juga berukuran panjang.
"Ini pintunya zaman dulu, ukiran kusennya juga. Daun jendela masih dulu, ini jati besi," ceritanya.
Belum Jadi Cagar Budaya
Meski rumah tua itu hingga kini masih berdiri.
Namun, sang pemilik rumah nyatanya hanya bisa merawat seadanya saja.
Arkeolog senior sekaligus salah satu Tim Survey Cagar Budaya Pemprov DKI Jakarta, Chandrian Attahiyat mengatakan rumah klasik itu sudah banyak yang berubah.
Sebenarnya, sisi kiri, kanan dan depan rumah itu aslinya ada serambi. Namun, kini semua sisi itu telah tertutup oleh bangunan.
Tangga kayu jati menuju tempat tinggal Kartini di lantai satu seharusnya terlihat dari luar.

"Kalau kita hidup pada saat itu, kita bisa jalan kaki dan bisa melihatnya (tangga itu). Bagian bawah rumah itu seharusnya teras," ceritanya.
Timnya masih melakukan survey dan pengumpulan data-data terkait sejarah rumah itu.
Chandrian masih belum mengetahui pemilik dari rumah klasik tersebut.
"Ini belum tahu persis karena data-datanya masih belum terkumpul. Pemiliknya kita belum tahu juga karena masing-masing petak (5 petak) itu punya cerita masing-masing sesuai versi mereka," tambahnya.
Chandrian berharap pengumpulan data terkait sejarah rumah itu bisa segera rampung.
Namun, lanjutnya, terlepas dari siapa pemiliknya, ia berharap rumah itu bisa segera ditetapkan sebagai cagar budaya.
"Bagi kami yang penting bangunan itu tetap eksis dan lestari," pungkasnya.