Kontroversi Holywings
Kasus Promosi Miras Muhammad dan Maria, Kantor Pusat Holywings di BSD Disegel Polisi
Akan tetapi, kantor pusat Holywings di BSD disegel polisi ini hanya bersifat sementara karena untuk kepentingan penyidikan.
Penulis: Annas Furqon Hakim | Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Annas Furqon Hakim
TRIBUNJAKARTA.COM, KEBAYORAN BARU - Polisi menyegel kantor pusat Holywings Indonesia di kawasan BSD, Tangerang Selatan. Penyegelan dilakukan dengan memasang garis polisi.
Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Budhi Herdi Susianto mengatakan, penyegelan itu dilakukan untuk kepentingan penyidikan kasus dugaan penistaan agama yang kini tengah diproses.
"Untuk kepentingan penyidikan, tempat yang diduga untuk melakukan, merumuskan, berdiskusi, maupun menyampaikan ide-ide terkait unsur pidana tersebut itu, kami amankan dulu dengan garis polisi," kata Budhi saat dikonfirmasi, Selasa (28/6/2022).
Akan tetapi, kantor pusat Holywings di BSD disegel polisi ini hanya bersifat sementara karena untuk kepentingan penyidikan.
Menurut Budhi, pihaknya bakal melepas garis polisi itu ketika penyidikan di tempat kejadian perkara (TKP) dinyatakan selesai.
"Sampai dengan nanti penyidik menyatakan telah selesai melaksanakan proses penyidikan di TKP tersebut," ujarnya.
Di sisi lain, Budhi menuturkan, penyegelan itu dinilai sebagai bentuk keseriusan polisi dalam menangani kasus dugaan penistaan agama ini.
"Bukti keseriusan kami penyidik Satreskrim Polres Jakarta Selatan menangani kasus penistaan agama yang diduga dilakukan oleh manajer atau sebuah kafe HW, di mana kami sudah menetapkan 6 tersangka, maka kami terus kembangkan kasus ini," tutur Budhi.
Diketahui, promosi minuman keras (miras) gratis bagi orang bernama Muhammad dan Maria yang dibuat Holywings Indonesia berujung penetapan 6 orang sebagai tersangka.
Keenam tersangka itu berinisial EJD (27), DAD (27), NDP (36), EA (22), AAB (25), dan AAM (25).
Empat inisial terakhir adalah perempuan. Budhi mengatakan, seluruh tersangka bekerja di Holywings Indonesia.
Tersangka EJD menjabat sebagai direktur kreatif Holywings Indonesia.
"Perannya adalah mengawasi 4 divisi yaitu divisi kampanye, divisi production house, div graphic designer, dan divisi media sosial," kata Budhi di Polres Metro Jakarta Selatan, Jumat (24/6/2022) malam.
"Direktur kreatif yang menyetujui atau tidak terhadap apa yang dihasilkan staf-staf di bawahnya," sambungnya.
Tersangka NDP merupakan kepala tim promosi Holywings Indonesia yang bertugas desain program dan meneruskan ke tim kreatif.
"Ketiga DAD, laki-laki, 27 tahun, sebagai desain grafis yang membuat foto virtual. Keempat saudari EA, perempuan, 22 tahun, selaku admin tim promo yang bertugas mengupload ke medsos," terang Budhi.
Sementara itu, tersangka AAB menjabat sebagai sosial media officer yang bertugas memposting postingan sosial media terkait Holywings.
"Keenam saudari AAM sebagai admin tim promo yang betugas memberikan request atau permintaan ke tim kreatif dan memastikan sponsor untuk event-event yang ada di HW," ungkap Kapolres.
Budhi mengatakan, penggunaan nama Muhammad dan Maria dalam promosi miras gratis itu bertujuan untuk menarik pelanggan, khususnya outlet Holywings yang tingkat penjualannya di bawah target.
"Motif dari para tersangka adalah mereka membuat konten-konten tersebut untuk menarik pengunjung datang ke outlet HW, khususnya di outlet yang presentase penjualannya di bawah target 60 persen," kata Budhi.
Namun demikian, lanjut Budhi, dalam kasus ini penyidik akan mendalami motif lain dari para tersangka.
"Kita akan terus dalami motif lain kenapa (mengunggah promosi miras dengan nama Muhammad dan Maria)," ujarnya.
Kapolres menjelaskan, promosi miras bagi orang bernama Muhammad dan Maria diunggah pada Rabu (22/6/2022) malam.
Pada Kamis (23/6/2022) pagi, penyidik Polres Metro Jakarta Selatan langsung melakukan penyelidikan dengan mendatangi kantor Holywings Indonesia di kawasan BSD, Tangerang Selatan.
"Jadi kami sudah bergerak cepat sebelum ini menjadi ramai. Tindak pidanananya sudah ada karena sudah diupload," ujar Budhi.
Keenam tersangka dijerat Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 UU RI No 1 tahun 1946 dan Pasal 156 atau pasal 156 a KUHP.
Kemudian, Pasal 28 ayat 2 UU RI nomot 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE.
"Ancaman hukumannya paling lama 10 tahun penjara," tutur Kapolres.