Politisi Gerindra Bambang Haryo Tolak Pembatasan BBM Bersubsidi Lewat Aplikasi My Pertamina

Politisi Gerindra Bambang Haryo Soekartono, menolak keras pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi melalui aplikasi MyPertamina.

Editor: Wahyu Septiana
ISTIMEWA
Politisi Gerindra Bambang Haryo Soekartono, menolak keras pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi melalui aplikasi MyPertamina 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Anggota Dewan Pakar DPP Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono, menyatakan menolak keras pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi melalui aplikasi MyPertamina.

Bambang Haryo menilai hal tersebut tidak efektif dan diduga menimbulkan ekonomi berbiaya tinggi.

"Pertamina seharusnya fokus menjamin ketersediaan BBM dan memastikan kelancaran distribusi, karena BBM merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak," ucap Bambang Haryo, dalam keterangan persnya, Kamis (13/7/2022).

Jika dilihat ke belakang, dia pun menuturkan, BBM bersubsidi era Presiden Soeharto pada 1988, bensin premium seharga Rp 1.200 per liter.

"Sedangkan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2012, bensin premium dan solar seharga  Rp 4.500 rupiah per liter," kata Bambang.

"Padahal harga minyak mentah dunia waktu itu sebesar $145 US per barel, dimana saat ini harga minyak mentah dunia sekira $100 US per barel," lanjutnya.

Baca juga: Pembelian BBM Bersubsidi Harus Tepat Sasaran, Pemakaian Aplikasi MyPertamina Diklaim Bakal Sukses

Penggunaan BBM premium, kata dia, tidak dibatasi zaman orde baru dan SBY.

"Sdangkan saat ini BBM bersubsidi harus menggunakan pertalite yang harganya jauh lebih tinggi daripada premium," imbuhnya.

Anggota Komisi V DPR RI Bambang Haryo Soekartono
Anggota Komisi V DPR RI Bambang Haryo Soekartono (TRIBUNJAKARTA.COM/EGA ALFREDA)

Karena itu, dia menyarankan harusnya BBM pertalite kini tidak boleh dibatasi penggunaannya.

"Karena berfungsi sebagai pengganti BBM subsidi premium," ujar Bambang Haryo, yang juga anggota DPR-RI Periode 2014-2019 tersebut.

Dia melanjutkan, pertalite bukan BBM subsidi karena BBM bersubsidi yakni premium RON 88.

"Jika masyarakat menggunakan transportasi publik di Indonesia menjadi sangat mahal bisa jauh lebih mahal daripada menggunakan transportasi pribadi," tuturnya.

Baca juga: Inilah Sosok 2 Pria Penimbun BBM di Bogor, Polisi Ungkap Peran Masing-masing Pelaku

Dengan begitu, kata dia, hal ini dapat dikategorikan masyarakat yang menggunakan transportasi pribadi bukan hanya masyarakat kaya.

"Namun, termasuk masyarakat berpenghasilan kurang cukup yang tujuannya untuk penghematan jika dibandingkan dengan menggunakan transportasi publik," pungkasnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved