Ajudan Jenderal Ferdy Sambo Ditembak
Bharada E Disarankan Lakukan Ini di Kasus Pembunuhan Brigadir J, Nasib Ajudan Ferdy Sambo Bakal Aman
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyarankan Bharada E mengajukan diri sebagai justice collaborator dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Penulis: Bima Putra | Editor: Wahyu Septiana
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, CIRACAS - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyarankan Bharada E mengajukan diri sebagai justice collaborator dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Tidak hanya karena dengan menjadi justice collaborator atau pelaku yang bersedia berkerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kasus dapat mendapat perlidunganan dari LPSK.
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengatakan pihaknya menyarankan Bharada E menjadi seorang justice collaborator dalam kasus tindak pidana memiliki sejumlah hak.
"Ada beberapa keuntungan yang bisa dia dapat. Berkasnya dipisahkan dengan pelaku lain, tempat penahanan dipisahkan dengan pelaku lain," kata Hasto di Jakarta Timur, Jumat (5/8/2022).
Kemudian berhak atas keringanan hukuman di tingkat Pengadilan, serta mendapat remisi tahanan ketika sudah menjadi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)
Baca juga: Kabar Terbaru Bharada E: Sudah Tersangka, Kini Tak Penuhi Syarat Jadi Pemohon Perlindungan di LPSK
Karenanya LPSK menyarankan Bharada E segera mengajukan diri sebagai justice collaborator sedari tingkat penyidikan saat ini agar dapat memastikan seluruh hak terpenuhi.
"Ini (keuntungan) saya kira sesuatu yang sangat istimewa ya buat seorang justice collaborator," ujarnya.

Peluang Bharada E mengajukan diri sebagai justice collaborator dalam kasus pembunuhan Brigadir J karena penyidik Bareskrim Polri tidak hanya menjerat Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan.
Tapi Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP tentang Penyertaan Tindak Pidana, artinya terdapat pelaku lain yang terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.
Hasto menuturkan kewenangan untuk menentukan seseorang dapat menjadi justice collaborator dalam suatu kasus tindak pidana seharusnya berada di tangan LPSK.
Namun karena belum ada dasar hukum yang mengatur, penegak hukum meliputi Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan dapat memutuskan diterima atau ditolaknya justice collaborator

"Semestinya itu (penentuan justice collaborator di) LPSK, tetapi sekarang kami sedang menyiapkan rancangan Perpres bersama Kementerian Hukum dan HAM bersama dengan JC ini," tuturnya.
Ini 4 Polisi yang Diisolasi Kapolri di Tempat Khusus
Sejauh ini ada empat polisi yang diisolasi Kapolri di tempat khusus terkait kasus kematian Brigadir J.
Keempat polisi itu diduga paling tahu soal TKP awal yang terjadi di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo perihal tewasnya Brigadir J.
Baca juga: Reaksi Krishna Murti Soal Pangkatnya yang Kesalip Ferdy Sambo: Jangan Suka Membandingkan
"Dari 25 personel yang diperiksa, 4 kami masukkan dalam ruangan khusus selama 30 hari ke depan," kata Kapolri saat menjelaskan update penanganan kasus kematian Brigadir J di Mabes Polri, Kamis (4/8/2022) malam.
Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menyebutkan keempat personel itu berasal dari perwira menengah dan perwira pertama Polri.
Tiga perwira berasal dari Polres Metro Jakarta Selatan dan satu perwira dari Polda Metro Jaya.
"Yang diamankan tiga orang itu dari Jakarta Selatan semuanya.
Nanti saya sampaikan datanya.
Satu lagi saya infokan nanti, dari Penyidik Polda Metro," kata Dedi kepada wartawan.

Namun dia tak membeberkan identitas keempat polisi yang ditempatkan di sel khusus itu.
"Yang ditempatkan di tempat khusus, sementara ini ya, karena ini kan masih berproses, pangkat pama dan pangkat pamen," ujarnya.
Sementara itu, bila mengacu pada surat telegram rahasil (STR) Kapolri atas mutasi personel terkait kasus Brigadir J, dari 15 nama personel, ada dua yang merupakan perwira menengah dan perwira pertama yang berasal dari Polres Jakarta Selatan.
Keduanya yakni nama AKBP Ridwan Rheky Nellson Sublanit yang sebelumnya sebagai Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan.
Serta AKP Rifaizal Samual selaku Kanit I Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan.
Baca juga: Dicopot Kapolri Soal Brigadir J, Karir Moncer Ferdy Sambo Terancam Batal Lampaui Kesuksesan Ayahnya
25 Polisi diperiksa
Dalam kasus kematian Brigadir J, saat ini Polri telah memeriksa 25 anggotanya.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, ke 25 personel itu terdiri dari 3 jenderal bintang satu, 5 Kombes, 3 AKBP, 2 Kompol, tujuh perwira pertama dan bintara serta tamtama lima orang.
"Di mana 25 personel ini kita periksa terkait dengan ketidakprofesionalan dalam penanganan TKP dan juga beberapa hal yang kita anggap bahwa itu membuat proses olah TKP dan juga hambatan-hambatan dalam hal penanganan TKP dan penyidikan yang tentunya kita ingin semuanya bisa berjalan dengan baik," kata Kapolri.

Ia menegaskan komitmennya untuk transparan dalam penanganan kasus pembunuhan Brigadir.
Kapolri menegaskan membuka kemungkinan mengusut pidana bagi ke-25 personel itu jika terjadi pelanggaran pidana.
"Dan malam hari ini saya akan keluarkan TR khusus untuk memutasi dan tentunya harapan saya proses penanganan tindak pidana terkait dengan meninggalnya Brigadir Yoshua ke depan akan berjalan dengan baik dan saya yakin Timsus akan bekerja keras dan kemudian menjelaskan kepada masyarakat dan membuat terang tentang peristiwa yang terjadi," katanya.
Sikap tidak profesional ke 25 personel tersebut, kata Sigit, diduga melakukan semacam sabotase, pembersihan TKP, penghilangan, dan menyembunyikan alat dan barang bukti atas peristiwa yang terjadi di rumah Irjen Sambo.
“Hal tersebut membuat hambatan-hambatan kita dalam penanganan dan proses penyidikan yang kita semua inginkan agar pengungkapan kasus ini berjalan dengan baik,” kata Kapolri.
"Oleh karena itu, terhadap 25 personel yang saat ini telah dilakukan pemeriksaan kita akan menjalankan proses pemeriksaan terkait dengan pelanggaran kode etik dan tentunya apabila ditemukan adanya proses pidana, kita juga akan memproses pidana yang dimaksud," ucap Sigit.
Sigit mencontohkan beberapa tindakan tidak profesional yang dilakukan 25 personel tersebut, seperti pengambilan CCTV di TKP tanpa prosedur, menyembunyikan, dan menghilangkan atau merusak barang bukti.
"Sampai pada dugaan manipulasi serta upaya merekayasa kronologis peristiwa dan juga penyembunyian fakta," katanya.
"Dan tentunya harapan saya proses penanganan tindak pidana terkait dengan meninggalnya Brigadir Yoshua ke depan akan berjalan dengan baik dan saya yakin Timsus akan bekerja keras dan kemudian menjelaskan kepada masyarakat dan membuat terang tentang peristiwa yang terjadi," kata Sigit.