Ajudan Jenderal Ferdy Sambo Ditembak
Hari Ini Ferdy Sambo Diusut Obstruction of Justice Kasus Brigadir J, Kapan Diperiksa Lie Detector?
Ferdy Sambo bakal diperiksa dalam perkara Obstruction of Justice kasus Brigadir J hari ini, Rabu (7/9/2022). Kapan diperiksa pakai lie detector?
TRIBUNJAKARTA.COM - Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo bakal menjalani pemeriksaan lie detector kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Kamis (8/9/2022) besok.
Sedianya, tersangka pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat itu dijadwalkan diperiksa hari ini, Rabu (7/9/2022).
Pasalnya, kemarin sang istri Putri Candrawathi dan ART bernama Susi telah menjalani pemeriksaan lie detector atau uji kebohongan pada Selasa (6/9/2022).
Selain itu, tersangka lain yakni Bharada E, Brigadir RR dan Kuat Maruf telah diperiksa menggunakan alat tersebut. Ketiga tersangka ini hasilnya berbicara jujur.
Baca juga: Pakai Lie Detector, Putri Candrawathi dan ART Dicecar Insiden Pemicu Amarah Ferdy Sambo
Batalnya pemeriksaan Ferdy Sambo menggunakan lie detector karena jenderal bintang dua itu menjalani kegiatan lain.
Ferdy Sambo bakal diperiksa dalam perkara Obstruction of Justice kasus Brigadir J hari ini, Rabu (7/9/2022).

"FS akan dilaksanakan (pemeriksaan dengan lie detector) hari Kamis lusa," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi kepada wartawan, Selasa (6/9/2022).
Andi menerangkan penundaan itu lantaran Ferdy Sambo akan diperiksa terlebih dahulu soal penghalangan penyidikan atau Obstruction of Justice besok.
"Karena besok (hari ini) jadwal FS diperiksa di Dittipidsiber," jelasnya.
Status Tersangka Ferdy Sambo
Irjen Ferdy Sambo menyandang dua status tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Status suami Putri Candrawathi yakni dalang pembunuhan ajudannya itu dan obstruction of justice atau menghalang-halangi proses hukum.
Polri pun telah menetapkan tersangka lain dalam dua kasus tersebut.
Baca juga: Ini Hasil Lie Detector Bharada E, Sempat Beda Keterangan dengan Ferdy Sambo Soal Tembak Brigadir J
Dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Polri menetapkan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E, Brigadir RR dan Kuat Maruf sebagai tersangka.
Sedangkan perkara obstruction of justice, Polri menetapkan tujuh tersangka terkait penanganan awal perkara kematian Brigadir J.
Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, para tersangka melakukan tindakan merusak barang bukti elektronik.
Sayangnya, ia tidak merinci secara persis peran masing-masing tersangka.

"Pertama merusak barang bukti HP, CCTV. Kedua, menambahkan barang bukti di TKP. Intinya itu," kata Dedi saat dikonfirmasi, Kamis (1/9/2022).
Adapun ketujuh tersangka kasus obstruction of justice itu adalah mantan Kadiv Propam, Irjen Ferdy Sambo.
Dengan demikian, Ferdy Sambo menjadi tersangka dalam dua perkara yang berbeda.
Tersangka lainnya adalah mantan Karopaminal Divisi Propam Polri, Brigjen Hendra Kurniawan dan mantan Kaden A Biropaminal Divisi Propam Polri, Kombes Agus Nurpatria.
Baca juga: Profil Fadil Imran, Kapolda Metro Jaya yang Kini Diduga Terseret Kasus Ferdy Sambo
Namun, dalam surat pernyataan Ferdy Sambo yang diunggah istri Hendra Kurniawan, Seali Syah, Ferdy Sambo menyebut, Hendra dan Agus tidak terlibat dalam perusakan CCTV.
Tersangka selanjutnya adalah mantan Wakadaen B Biropaminal Divisi Propam Polri, AKBP Arif Rahman Arifin dan mantan PS Kasubbagriksa Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri, Kompol Baiquni Wibowo.

Lalu, Kompol Chuck Putranto sebagai mantan PS Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri.
Terbaru, Kompol Chuck Putranto telah dipecat atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dari Polri menyusul Irjen Ferdy Sambo.
Pemecatan Kompol Chuck Putranto dari Korps Bhayangkara didapat setelah Polri menggelar sidang etik pada Kamis (1/9/2022) kemarin.
Terakhir ada AKP Irfan Widyanto yang dulu menjabat sebagai Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri.
Diketahui, AKP Irfan Widyanto adalah peraih Adhi Makayasa atau lulusan terbaik Akpol pada 2010.
Secara terpisah, Kejagung juga telah menerima surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) untuk enam tersangka selain Ferdy Sambo.
Dalam SPDP tersebut, para tersangka diduga melanggar Pasal 49 Juncto (jo.) Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) jo. Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP jo. Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP.
Dari pasal yang diterapkan itu, Ferdy Sambo dan enam tersangka lainnya diduga dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik.
Ancaman hukumannya adalah pidana penjara selama 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.
Sementara Pasal 221 KUHP yang disangkakan kepada para tersangka berbunyi:
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
(1) Barangsiapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau barangsiapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian;
(2) Barangsiapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.
Kemudian, Pasal 233 KUHP yang juga disangkakan kepada para tersangka berbunyi:
Barangsiapa dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang atas perintah penguasa umum, terus menerus atau untuk sementara waktu disimpan, atau diserahkan kepada seorang pejabat, ataupun kepada orang lain untuk kepentingan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Hari Ini Diperiksa Kasus Obstruction of Justice, Besok Ferdy Sambo Diperiksa Pakai Lie Detector,