Ajudan Jenderal Ferdy Sambo Ditembak

Jelang Sidang Kasus Brigadir J, Mantan Hakim Agung Beberkan Analisanya Terkait Nasib Ferdy Sambo

Mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun turut mengomentari kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang dilakukan ol

Editor: Yogi Jakarta
YouTube TV One
Mantan Hakim Agung, Gayus Lumbuun membeberkan kekhawatiran tersangka pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo mendapatkan hukuman ringan. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun turut mengomentari kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang dilakukan oleh Ferdy Sambo CS.

Menurutnya, karena ini sebuah perkara yang cukup sulit, hakim harus benar-benar memiliki integritas dan keahlian yang baik untuk seolah-olah bisa membaca pikiran para terdakwa.

"(Dengan dakwaan Pasal 340) karena ini sebuah perkara yang sangat pelik ya, yang dibuktikan adanya perencanaan pembunuhan dengan ancaman hukuman mati, seumur hidup atau 20 tahun (masa penahanan)."

"Artinya bahwa hakim itu harus benar-benar bisa membaca pikiran seseorang itu betul-betul merencanakan, ini esensi keadilan tertinggi."

"Tidak hanya bukti-bukti yang menunjukkan itu, tetapi juga bagaimana orang bisa membaca pikiran orang tentang rencananya untuk melakukan tindak kejahatan yang maksimal dengan berdarah dingin."

"Kalau disebut sebagai tingkatan berdarah dingin (seorang tersebut melakukan pembunuhan) dengan tenang dengan tidak ragu-ragu, itu esensi dari rencana itu menurut para ahli," kata Gayus dikutip dari Kompas tv, Senin (10/10/2022).

Baca juga: PN Jakarta Selatan Pastikan Sidang Ferdy Sambo Digelar Terbuka, Majelis Hakim Ditunjuk Hari Ini

Adapun yang dimaksud pembunuh berdarah dingin tersebut adalah melakukan pembunuhan dengan santai.

Jadi, hakim harus benar-benar jeli terhadap orang ini.

"Itu yang sesungguhnya diartikan dengan perencana karena ada pikiran orang, kepala itu jadi tembak, tapi pikiran tidak pernah mati."

 "Nah ini yang harus digunakan secara maksimal, agar hakim yakin bahwa pidana mati adalah pilihan tepat (untuk orang itu)," jelas Gayus.

Gayus berharap hakim dapat memberikan keputusan seadil-adilnya.

"Hakim harus mampu memberikan keputusan seadil-adilnya ya artinya itu (hakim harus mempertimbangkan) berbagai aspek ya."

"Perbuatan ini sudah terjadi, lalu aspek apa yang kita akan mendapat keuntungan (nilai kemanfaatan) dari hakim menghukum berat atau tidak berat."

"Jadi ada benefit apa secara legal ya, negara ini diatur secara hukum, tentunya keputusan hakim menjadi penting buat negara."

Baca juga: Dibantu Polda Metro, Kapolres Jaksel Serius dan Fokus Tangani Pengamanan Sidang Ferdy Sambo

"Saya berpendapat kalau semua terdakwa pada perkara yang berat ini, artinya perkara yang (membuat) matinya orang ini, (mereka) mau menjadi Justice Collaborator atau JC itu hal yang paling baik dalam kehidupan hakim untuk memutus perkara yang adil."

"Karena seorang JC itu akan menceritakan membuka semua perkara bekerja sama untuk pengadilan, bahkan kepada terdakwa utama yang membuat," kata Gayus.

Pelaku utama, kata Gayus, tidak bisa mengajukan sebagai Justice Collaborator.

"Tapi sifat-sifat JC bisa digunakan kalau dia membongkar semua penjelasan dan lembaganya memberikan ruang seperti apa, itu akan sangat menjaga hakim itu untuk memahami bahwa benefit yang didapat kemanfaatan didapat hakim itu akan sesuai untuk kepentingan negara dan masyarakat."

"Sifat-sifat dari pelaku dari JC itu (dalam hal ini Bharada E) digunakan itu membuat hakim akan mendapatkan manfaat putusan akan bermanfaat yang mau membongkar semua persoalan."

"Terlebih untuk perbaikan kepolisian ke depan nanti agar lebih baik lagi, ini akan menjadikan pandangan Hakim biasanya juga akan meringankan (hukumannya pelaku yang menjadi justice collaborator)," jelas Gayus.

Untuk itu, Gayus meminta masyarakat untuk bersabar sampai kasus disidangkan.

"Tentu (persidangan) dimulai dengan hakim menyatakan bahwa sidang dibuka dan terbuka untuk umum."

"Kenapa harus terbuka untuk umum itu hak dari terdakwa agar betul-betul diadili seperti apa yang terjadi dan persidangan, tidak ada yang ditutup-tutupi."

"Barulah kemudian ditanya kepada terdakwa apakah sehat untuk mendengarkan Jaksa dan dapat mengerti isi dakwaan itu itu."

"Yang kedua kemudian sidang ini memang terbuka untuk umum kecuali ada bagian dari perkara ini yang menyangkut asusila, yang menyangkut keselamatan negara, yang menyangkut hal-hal kepada seseorang yang diperiksa juga dalam keadaan masih dibawah umur, ini beberapa hal yang mungkin perlu diperhatikan lebih dahulu oleh masyarakat," lanjut Gayus.


Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Daryono Kasus Ferdy Sambo, Gayus Lumbuun: Hakim Harus Punya Insting dan Bisa Baca Pikiran Pelaku Pembunuhan.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved