Polisi Terlibat Narkoba
LPSK Masih Kaji Permohonan Justice Collaborator dari AKBP Doddy Prawiranegara
Selain mempelajari dokumen JC yang diajukan, LPSK akan meminta keterangan kepada Doddy Prawiranegara, Syamsul, dan Linda yang kini ditahan
Penulis: Bima Putra | Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, CIRACAS - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) masih mendalami permohonan justice collaborator (JC) dari mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Doddy Prawiranegara dkk selaku tersangka kasus dugaan peredaran gelap narkotika yang melibatkan Irjen Teddy Minahasa.
Dua tersangka lainnya yakni Syamsul Ma'arif dan Linda Pujiastuti.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, pengajuan permohonan sebagai JC diajukan ketiga tersangka melalui penasihat hukum pada Senin (24/10/2022).
"Dia (pemohon) menjelaskan tentang ceritanya seperti apa dari awal, termasuk juga memberikan beberapa dokumen untuk kami. Hingga kini masih kami pelajari," kata Edwin di Jakarta Timur, Rabu (26/10/2022).
Selain mempelajari dokumen JC yang diajukan, LPSK akan meminta keterangan kepada Doddy Prawiranegara, Syamsul, dan Linda yang kini ditahan sebagai tersangka.
Baca juga: Penampakan Irjen Teddy Minahasa Pakai Baju Tahanan dengan Tangan Diborgol Digiring ke Rutan
Serta meminta keterangan dari pihak lain yang mengetahui perkara untuk menguji apa pernyataan disampaikan akurat, hal ini untuk memastikan apa ketiga tersangka layak menjadi JC atau tidak.
"Termasuk juga mendalami soal apakah para pemohon ini memiliki kualitas sebagai Justice Collaborator. Kalau aturan LPSK kami memiliki 30 hari kerja untuk mendalami permohonan ini," ujarnya.

Edwin menuturkan dalam waktu dekat pihaknya akan segera menjadwalkan pertemuan dengan ketiga tersangka untuk proses investigasi permohonan JC yang diajukan.
Baca juga: Senasib dengan Ferdy Sambo, Eksepsi Putri Candrawathi juga Ditolak Hakim PN Jakarta Selatan
Bila permohonan JC yang diajukan diterima maka ketiga tersangka mendapat perlakuan khusus, di antaranya pemisahan berkas perkara, perlindungan fisik, pemisahan lokasi tahanan, dan lainnya.
"Tentu kalau di situasi tertentu juga memerlukan perlindungan segera, kami punya mekanisme perlindungan darurat. Jadi standarnya 30 hari kerja, tapi kalau secara darurat kami bisa segera," tuturnya.