Ajudan Jenderal Ferdy Sambo Ditembak
Kemungkinan Ferdy Sambo Pakai Sarung Tangan Hitam di Mobil, Kesaksian Daden dan Romer Jadi Petunjuk
Ada kemungkinan Ferdy Sambo memakai sarung tangan hitam saat berada di mobil menuju TKP pembunuhan Brigadir J, keterangan dua ajudannya jadi petunjuk.
Penulis: Rr Dewi Kartika H | Editor: Yogi Jakarta
Romer lalu mengatakan ketika mobil Ferdy Sambo tiba di Duren Tiga ia langsung berusaha membukakan pintu mobil Ferdy Sambo.
Namun, Ferdy Sambo sudah lebih dulu membuka pintu mobil dan tiba-tiba pistol jenis HS jatuh di hadapannya.
Romer juga mencoba mengambil senjata itu, tetapi sudah lebih dulu Ferdy Sambo.

Baca juga: Eks Sopir Ungkap Ferdy Sambo Kenakan Pakaian Dinas Saat Peristiwa Penembakan Brigadir J
"Bapak turun senjata jatuh, jenis HS. Sebelum saya ambil sudah diambil duluan FS,"ujarnya di persidangan.
Romer juga mengatakan setelah itu Ferdy Sambo berjalan ke arah garasi belakang.
Saat hakim menanyakan apakah Ferdy Sambo memakai sarung tangan? Romer memastikan bahwa Ferdy Sambo memang memakai sarung tangan hitam medis.
"Sarung tangan hitam,"ujar Romer.
Romer juga memastikan Ferdy Sambo tidak biasa memakai sarung tangan.
Bahkan, ketika berangkat dari rumah pribadi ke Duren Tiga tidak menggunakan sarung tangan.

Baca juga: Romer Ajudan Ferdy Sambo Sebut Putri Candrawathi Bisa Lihat Jasad Brigadir J dari Kamar
"Pas berangkat belum menggunakan sarung tangan. Sarung tangan medis warna hitam,"ujar Romer.
Berdasarkan keterangan dua saksi tersebut, dapat diduga Ferdy Sambo memakai sarung tangan hitamnya di dalam mobil.
Diketahui, dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir J ini turut menyeret Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer sebagai terdakwa.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice.
Para terdakwa pembunuhan berencana itu didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.