Gempa di Cianjur
Diselamatkan Nenek dari Reruntuhan, Balita Kini Trauma Gempa Ada Getaran Sedikit Langsung Menjerit
Meski selamat, bocah berusia 3 tahun tersebut kini mengalami trauma akibat gempa yang menewaskan 300 lebih orang tersebut.
Penulis: Siti Nawiroh | Editor: Yogi Jakarta
TRIBUNJAKARTA.COM - Balita berusia tiga tahun berhasil selamat dari bencana gempa Cianjur setelah diselamatkan oleh sang nenek dari reruntuhan rumahnya, Senin (21/11/2022).
Meski selamat, bocah tersebut kini mengalami trauma akibat gempa yang menewaskan 300 lebih orang tersebut.
Setiap merasakan gempa susulan atau ada getaran walaupun sedikit, bocah tersebut langsung menangis menjerit.
Yani Mulyani menjadi sosok yang menyelamatkan nyawa bocah 3 tahun tersebut dari reruntuhan.
Sambil menangis, Yani menceritakan dramatisnya ketika ia menyelamatkan cucunya sesaat setelah gempa terjadi.
Yani bercerita rumahnya hancur ketika gempa berkekuatan magnitudo 5,5 tersebut mengguncang.
"Rumah saya hancur, paling parah di RT saya. Paling cuma sisa dua rumah yang gak hancur," ucap lirih Yani saat diwawancarai TribunJakarta di tenda pengungsian, Selasa (29/11/2022).
Yani bercerita, saat gempa itu terjadi, dirinya sedang bersama cucunya di dalam rumah.
Guncangan hebat tiba-tiba itu terjadi dan berlangsung begitu cepat.
Tanpa memperdulikan keselamatannya, ia pun bergegas menyelamatkan sang cucu dari reruntuhan atap rumahnya.
"Enggak mikir apa-apa, langsung nyelamatin cucu," tuturnya.
Ia pun mendapati cucunya yang berumur tiga tahun dalam kondisi menangis dengan kening yang berdarah.
Baca juga: Ibu dan Anak Tertimbun, Kerja Keras Tim SAR Cari Korban Longsor Gempa Cianjur di Warung Sate Shinta
Luka pada bagian kening cucunya itu akibat tertimpa buffet lemari yang ambruk akibat guncangan gempa.
Hati Yani sebagai seorang nenek pun hancur sejadi-jadinya ketika menyaksikan cucu kesayangannya terluka.
"Saya langsung nangis, langsung saya gendong cucu saya lari keluar. Ibunya kan kerja di Cianjur kota jadi cucu saya ini tinggal sama saya dari lahir," kata Yani.
Setelah ia menjauh dari bangunan rumahnya yang hancur, Yani pun segera mencari pertolongan atar luka pasa bagian kening cucunya dapat segera diobati.
"Langsung diobatin, sampai darahnya berhenti. Saya cuma bisa istigfar ya Allah," ucapnya.

Lanjut Yani, sang cucu sempat tinggal di tenda pengungsian bersama dirinya.
Ia pun mengungkapkan, cucunya tersebut kerap menangis saat terjadi gempa susulan di lokasi pengungsian, akibat trauma gempa pertama yang membuatnya terluka.
"Iya kan masih sering gempa ya sampai sekarang. Nah itu setiap gempa cucu saya nangis," imbuhnya.
"Pokoknya kalau goyang sedikit langsung panik, nangis jerit-jerit cucu saya. Ya namanya trauma ya apalagi masih umur tiga tahun. Saya sedih banget," timpal Yani berlinang air mata.
Buntutnya, Yani mau tak mau harus membawa cucunya tersebut ke ibu kandungnya.
Sementara Yani, tetap bertahan di tenda pengungsian bersama suami dan puluhan warga lainnya.
"Akhirnya dibawa ibunya ke Cianjur Kota, kasihan kalau di sini terus kan. Sudah mulai banyak yang sakit juga pada panas pengungsi lainnya," pungkasnya.
Tinggal di atas makam
Puluhan warga Desa Cibeureum, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, memilih mengungsi dan mendirikan tenda di area pemakaman sejak gempa Cianjur magnitudo 5,6 mengguncang dan merusak tempat tinggal mereka.
Satu dari sejumlah warga yang mengungsi di area pemakaman ini adalah Yani Mulyani.
Memasuki hari ke-9 pasca-gempa Cianjur, ia bersama warga lainnya tidur beratap terpal yang sudah banyak tambalan.
Baca juga: Azka Bocah Korban Gempa Cianjur, Ngaku Ditemani Mendiang Kakek Saat 3 Hari Tertimpa Reruntuhan
"Sudah dari pas hari pertama, pokoknya dari pas hari pertama di sini sudah penuh. Tendanya dibangun sore, atasnya dulu (atap) baru pinggirnya," kata Yani.
Yani mengatakan, tenda pengungsian yang dibangun oleh warga ini berisikan 32 Kepala Keluarga (KK) atau 87 orang.
Mereka terdiri dari orang dewasa, lansia, anak-anak hingga balita.
"Ada 32 KK, kalau orangnya 87. Campur di sini balita sampai dewasa," bebernya.
Yani mengatakan, alasan ia dan warga memilih mendirikan tenda pengungsian di area makam, karena menurutnya ini adalah lokasi yang paling aman.
"Karena lebih aman di sini daripada kita ngedeketin bangunan," tuturnya.
"Di sini area terbuka gak ada bangunan di sekitarnya. Ada juga yang diriin tenda pengungsian di sawah selain di sini, tapi jauh masuk ke dalam," sambung Yani.
Lebih lanjut, area pemakaman yang identik dengan hal mistis dan menyeramkan ini tak lagi jadi persoalan bagi ia dan penghuni lainnya.
"Kan ramai -ramai juga ya jadi enggak takut. Sudah gitu ya memang di sini paling aman," ucap Yani.
Saat malam hari, mereka tidur berdampingan dengan sejumlah makam, termasuk dua makam baru yang berisi jasad korban gempa bumi Cianjur.
"Ada iya dua orang (korban yang dimakamkan di pemakaman area pengungsian), masih warga sini juga saya kenal. Korbannya itu tertimbun dua hari baru ditemuin," ungkapnya.
Terakhir, ia berujar bahwa terkini hal yang paling dibutuhkan oleh pengungsi adalah alas tidur.
Sejak hari pertama, Yani dan puluhan pengungsi lainnya hanya tidur beralaskan tikar dan terpal yang dinginnya menusuk ke tulang, terlebih bila malam hari.
"Kasur paling dibutuhin, kasur lipat gitu ya. Karena tidurnya cuma alas tikar doang sama terpal, dingin banget apalagi kalau malam," pungkasnya.