Kinerja Dishub DKI & UPP Dipertanyakan, PJ Gubernur Heru Budi Diminta Audit Aliran Uang Parkir Liar
Pengamat transportasi, Azaz Tigor memberikan kritik pedas kepada Dishub DKI dan UPP soal parkir liar. Pj Gubernur Heru Budi diminta audit aliran dana.
Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Wahyu Septiana
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Pengamat transportasi, Azaz Tigor Nainggolan memberikan kritik pedas kepada Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta dan Unit Pengelola Perparkiran (UPP).
Ia menilai Dishub DKI dan UPP tidak ada itikad untuk menertibkan parkir liar di sejumlah titik Jakarta, yang alhasil menjadi satu diantara faktor utama terjadinya kemacetan di ibu kota.
Berangkat dari hal ini, ia turut mempertanyakan aliran dana parkir liar.
Menurutnya, dana ini fantastis karena bisa mencapai setengah triliun dalam setahun.
Apalagi, harga dipatok juru parkir liar melebihi ketentuan yang dibuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Sekarang ini PJ Gubernur Jakarta memiliki target memecahkan masalah kemacetan Jakarta. Manajemen Parkir bisa dijadikan salah satu cara memecahkan kemacetan Jakarta seperti yang diharapkan oleh Pj Gubernur Jakarta bapak Heru Budi," ujarnya dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (6/12/2022).
Selanjutnya, ia mendorong eks Wali Kota Jakarta Utara ini untuk mengevaluasi Dinas Perhubungan guna menertibkan dan memperbaiki manajemen perparkiran lantaran juga menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup besar.
Baca juga: Sekda DKI Marullah Matali Dicopot Lalu Dilantik Jadi Deputi Gubernur, PKS: Hanya Jabatan Parkir
"Parkir liar di Jakarta terus ada dan sepertinya tidak mau dituntaskan oleh UP Parkir dan Dinas Perhubungan Jakarta. Sudah ada rambu di larang parkir, tetap saja ada jukir lengkap dengan seragam biru UP Parkir beroperasi di lokasi dilarang parkir tersebut," lanjutnya.
Menurut Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) ini, parkir liar di badan jalan Jakarta bukan rahasia lagi, hingga memicu konflik kelompok atau organisasi masyarakat (ormas) tertentu untuk mendapatkan jatah parkir liar di badan jalan.
Apalagi, lanjut dia, tak ada perihal PAD tak ada transparansi pengelolaan uang yang jadi salah satu andalan penghasilan Jakarta itu.

"Seperti halnya di Jalan Jatinegara Timur depan Pasar Jatinegara, Jakarta Timur. Parkir liar di depan Pasar Jatinegara tidak ada yang Rp2000 untuk motor dan Rp5000 untuk mobil. Parkir di kawasan parkir liar di jalan Jatinegara motor Rp3000 dan mobil Rp10.000," ungkapnya.
Sebagai contoh, ia menyinggung soal viralnya video yang memperlihatkan parkir liar di sekitar Grand Indonesia, Jakarta Pusat.
Di mana dalam video tersebut menunjukan adanya parkir liar motor di depan Grand Indonesia dipatok dengan harga Rp10.000.
Tigor pun membagi pengalamannya pada awal tahun 2022 lalu dimana saat Grand Indonesia mulai beroperasi kembali, ia beberapa kali berkunjung ke pusat bisnis tersebut.
Motor yang ia gunakan parkir di area parkir sekitar Grand Indonesia.
"Ketika pulang dan ambil motor, petugas juru parkir (jukir) liarnya meminta biaya parkir Rp10.000 kepada saya. Ketika saya coba tawar Rp5.000, si jukir liar tidak mau dan tetap meminta saya membayar parkir motor seharga Rp10.000," ucapnya.
"Misalnya saja ada sekitar 5.000 sepeda motor setiap hari yang parkir di sana maka pendapatannya ada Rp50 juta sehari, Rp1,5 miliar sebulan dan Rp18 miliar dalam setahun," tambahnya.
Kemudian, kondisi lain seperti di Kelapa Gading dan Cibubur yang terjadi beberapa tahun lalu.
Menurutnya, di Jakarta sekitar 16.000 satuan ruas parkir (SRP) di badan jalan yang dulu liar sudah di tutup, namun lima tahun terakhir parkir liar di badan jalan itu hidup dan marak lagi.
"Jika sehari 8 jam efektif parkir dan satu jam rata-rata membayar Rp10.000 maka pendapatannya parkir liar di Jakarta Rp10.000 X 8 X 16.000.000 adalah Rp1,28 milyar sehari, Rp38,4 milyar sebulan dan menjadi Rp460 milyar setahun," tegasnya.
"Ya sekitar Rp460 milyar setahun uang parkir liar di Jakarta, itu jika diambil hitungan dari 16.000 SRP awal di Jakarta. Jumlah SRP parkir liar di Jakarta tentu jumlahnya bisa lebih banyak maka pendapatannya bisa bertambah lagi," bebernya.
Tigor menjelaskan, perhitungan satu SRP efektif 8 jam setiap hari di Jakarta adalah hitungan kecil.
Kata Tigor, didaerah tertentu pendapatan satu SRP bisa efektif lebih dari 12 jam sehari sehingga pendapatannya akan jadi jauh lebih besar lagi.
Jika mau lebih tepat lagi, lanjutnya, Pemprov DKI harus melakukan survey investigatif seperti yang pernah pihaknya lakukan pada tahun 2007 lalu.
Baca juga: Jalanan di Senayan Macet Parah, Polisi Berkilah Bukan karena Bus Relawan Jokowi Parkir Sembarangan
Menurutnya sangat mudah untuk melakukan perhitungan pendapatan restribusi parkir di badan jalan yang sekarang jadi parkir liar. Apalagi itu belum menyasar perhitungan pendapatan parkir di semua pasar Jakarta.
"Satu pasar di Jakarta bisa mendapatkan setidaknya Rp1 miliar setahun, pasar tradisional di Jakarta yang dikelola oleh PD Pasar Jaya setidaknya ada 96 pasar," tandasnya.
Tigor menyebutkan bahwa dalam setahun pendapatan parkir dari pasar tradisional di pasar PD Pasar Jaya sedikitnya mencapai Rp96 miliar.
Dirinya melihat pendapatan parkir liar diprediksi menghasilkan Rp460 miliar dalam setahun dimana Rp96 miliar bersumber dari parkir pasar PD Pasar Jaya, menurutnya, ini jumlah yang sangat besar.
"Pertanyaannya uang tersebut kemana saja mengalirnya? Tentu mengalirnya tidak ke Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jakarta. Uang banyak itu masuk ke kantong-kantong mulai dari jukir liar hingga ke orang-orang UP Parkir Jakarta," ungkapnya.
"Begitu pula uang parkir di pasar PD Pasar Jaya juga perlu dikritisi kemana mengalirnya. Harap Pemprov DKI Jakarta menertibkan manajemen keuangan parkir dari retribusi parkir di badan jalan yang sekarang ini 'diliarkan' oleh UP Parkir dan Dinas Perhubungan Jakarta," pungkasnya.
Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News