Sisi Lain Metropolitan

Kisah Wahidi Jualan Gorengan Demi Buah Hati Lulus SMA: Bapaknya Boleh Gak Sekolah, Tapi Anak Jangan

Pedagang gorengan Wahidi bertekad terus berjualan demi anak bisa lulus SMA. Buat bekal anak melamar pekerjaan. Ini kisahnya.

Tribunjakarta.com/Nur Indah Farrah Audina
Wahidi, penjual gorengan saat ditemui di kawasan Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (16/2/2023). Wahidi bertekad terus berjualan demi anak bisa lulus SMA. Ijazah SMA buat bekal sang anak melamar pekerjaan. 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Wahidi (62) merupakan seorang pedagang gorengan.

Sejak tahun 1981, ia sudah konsisten untuk berjualan gorengan keliling.

Menariknya, bapak enam anak ini kerap kali menjajal lokasi baru untuk berjualan.

Mulai dari Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Timur hingga Bandung pernah disinggahinya untuk mengadu nasib.

"Saya asli Cirebon. Dari kecil udah merantau. Jadi nelayan, tukang semir sepatu sampai terakhir pilih jualan gorengan," katanya kepada TribunJakarta.com saat ditemui di kawasan Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (16/2/2023).

Baca juga: Miris, Kakek Jaja Terciduk Bawa Balita Tetangganya dalam Gerobak Saat Memulung di Kawasan Elit Pluit

Sebenarnya, Wahidi enggan untuk merantau ke ibu kota. Meski dari keluarga sederhana, keinginannya untuk bersekolah sangat tinggi.

Namun lagi-lagi hal itu dipatahkan oleh keinginan orangtuanya saat itu dan ia terpaksa bekerja sejak kecil.

Wahidi, penjual gorengan saat ditemui di kawasan Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (16/2/2023)
Wahidi, penjual gorengan saat ditemui di kawasan Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (16/2/2023) (Tribunjakarta.com/Nur Indah Farrah Audina)

"Dulu sekolah cuma sampai kelas 1 SD. Ya kalau orangtua dulu penginnya anaknya kerja. Jadi saya merantau sampai tidur di emperan toko orang," lanjutnya.

Setelah mencoba berbagai jenis pekerjaan, akhirnya ia memilih untuk menjadi pedagang gorengan.

Kata dia, pekerjaan ini yang paling senang dilakoninya. Kemampuannya memasak pun jadi terpakai kala berdagang gorengan.

Wahidi, penjual gorengan saat ditemui di kawasan Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (16/2/2023)
Wahidi, penjual gorengan saat ditemui di kawasan Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (16/2/2023) (Tribunjakarta.com/Nur Indah Farrah Audina)

"Kerja apa aja udah saya jalani kan, tapi akhirnya lebih senang jualan gorengan begini. Saya diajarin saudara cara buat risol dan lain-lain sampai akhirnya kebiasaan saya di sini," jelasnya.

Kesenangan inilah yang membawanya menemui kesuksesan.

Meski hanya usaha sederhana, ia mampu membeli tanah dan membangun rumah seluas 100 meter persegi di kampung halaman.

Baca juga: Drama Pengemis di Waduk Pluit Tolak Dirazia, Ibaratkan Petugas Sosial Majikannya: Nyonya Tolong Saya

Bahkan rumah ini dibangunnya setelah sembilan tahun menjadi pedagang gorengan keliling.

"Ya alhamdulillah rumah udah kebeli dari hasil tekunin usaha ini. Waktu itu dibantu juga sama pendapatan istri saya yang ikut jualan baju keliling. Dia yang atur uangnya sampai akhirnya di tahun 1990 itu sudah ada rumah sendiri di kampung," ungkapnya.

Baginya pekerjaan apapun tak masalah asalkan ikhlas dan ulet. Sekecil apapun untung yang didapat selalu membawa keberkahan sendiri di dalam keluarganya.

Tekad Kuat Biayai Anak Sampai Lulus SMA

Meski hanya pedagang gorengan, Wahidi masih melek akan pendidikan.

Jalannya meraih cita-cita boleh saja kandas ditengah jalan, namun cita-cita anaknya harus ia perjuangkan.

Alhasil, ia bertekad menyekolahkan anaknya hingga jenjang pendidikan sekolah menengah atas (SMA) di kampung halaman.

"Anak saya harus sekolah. Saya bilang ke mereka 'nak, bapak cuma mampu sekolahin kamu sampai SMA. Nanti kalau kamu mau lanjut kuliah silakan kalau ada biayanya'. Paling tidak mereka bisa punya bekal buat lamar pekerjaan karena sudah lulus SMA," paparnya.

"Bapaknya boleh gak sekolah, tapi anaknya jangan. Saya pikirin sekolah mereka. Alhamdulillah ada satu yang lanjut kuliah pakai biaya sendiri," tambahnya.

Ia tak menampik bila usahanya saat ini kerap kali sepi pembeli. Meski sudah berjalan jauh dan berjualan hingga larut, gorengannya kadang kala tetap tak habis.

Padahal masih ada dua anaknya yang masih duduk dibangku SMA dan SMP.

"Namanya jualan pasti kan ada aja yang begitu. Kalau nggak habis paling saya bagikan ke tukang sampah dan lain-lain. Yang penting untung saya yang sedikit ini tetap bisa dikumpulkan buat biaya anak-anak di kampung. Mereka tanggung jawab saya kan," ucapnya.

Sesepi apapun, ia memilih untuk tetap berjualan hingga larut. Tekadnya untuk menyekolahkan anaknya hingga lulus SMA terus menjadi penguat dan semangat tersendiri.


Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved