4 Bulan Bertahan di Tenda Demi Huni Kampung Susun Bayam, Warga Gusuran JIS Sering Sakit-sakitan

Warga gusuran megaproyek Jakarta International Stadium (JIS) sering sakit-sakitan ketika hampir empat bulan belakangan bertahan hidup dalam tenda.

Gerald Leonardo Agustino/TribunJakarta.com
Kehidupan warga yang bertahan dalam tenda di depan gerbang Kampung Susun Bayam, Tanjung Priok, Jakarta Utara. 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino

TRIBUNJAKARTA.COM, TANJUNG PRIOK - Warga gusuran megaproyek Jakarta International Stadium (JIS) sering sakit-sakitan ketika hampir empat bulan belakangan bertahan hidup dalam tenda alakadarnya. 

Kondisi tenda yang sempit dan kumuh tak pelak membuat kesehatan warga yang tinggal di dalamnya tidak terjamin. 

Astuti (38), salah seorang warga gusuran yang bertahan di tenda mengatakan, dirinya sudah beberapa kali sakit-sakitan selama hidup di dalam tenda tersebut. 

"Ini aja saya lagi masuk angin. Sakit rakyat miskin kan begini, masuk angin sama berak-berak," kata Astuti saat ditemui di lokasi, Selasa (21/2/2023). 

Menurut Astuti, kesehatan warga di dalam tenda sangat tidak terjamin lantaran setiap hari selalu terpapar polusi udara. 

Belum lagi di tengah musim hujan, di mana kebocoran tenda sering terjadi sehingga membuat bagian dalamnya kotor. 

"Karena polusi udaranya kan parah di sini, becek juga jadinya tenda kita kan," ucap Astuti. 

Baca juga: Warga Kampung Bayam Korban Gusuran JIS Kembali Demo di Balai Kota Sampaikan Empat Tuntutan

Astuti juga menyinggung sulitnya menjaga kebersihan diri selama tinggal di tenda sejak November 2022.

Bahkan, dirinya dan beberapa warga lain sering tidak mandi karena keberadaan kamar mandi terbatas. 

"Ya jadi sering nggak mandi. Ini sudah dua hari saya belum mandi. Kita kalo mau bersih-bersih kan ngambil air dari sumur PJKA, itu juga airnya kumuh, nggak bening," ucapnya. 

Adapun tenda biru nan lusuh yang masih ditempati warga bekas gusuran Kampung Bayam itu berada di sisi utara JIS, Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Letaknya tepat di depan gerbang masuk Kampung Susun Bayam, hanya sekitar 100 meter dari bangunan rumah susun yang berdiri megah di samping JIS itu.

Sebagai gambaran, posisi gerbang Kampung Susun Bayam tempat didirikannya tenda itu hanya sepelemparan batu dari rel kereta. 

Tenda tempat warga bertahan di depan gerbang Kampung Susun Bayam, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Tenda tempat warga bertahan di depan gerbang Kampung Susun Bayam, Tanjung Priok, Jakarta Utara. (TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino)

Otomatis, warga yang bertahan di tenda seringkali tidak bisa tidur nyenyak lantaran dihantui hingar bingar suara kereta dan kendaraan lain yang melintas.

Selasa (21/2/2023) siang menjelang sore, tampak beberapa warga, orang dewasa maupun anak-anak berkumpul di bawah tenda tersebut. 

Mereka bersyukur masih bisa berteduh dari teriknya matahari, meski tak bisa lepas dari terjangan debu-debu jalan. 

Bau tidak sedap yang tercium dari dalam tenda juga tak lagi dihiraukan.

Kondisi kumuh nan memprihatinkan ini sudah menjadi makanan sehari-hari warga yang bertahan di tenda itu. 

Informasi terbaru, tersisa 5 KK dengan total sekitar 20 jiwa yang masih bertahan di tenda. 

Ratusan warga eks gusuran Kampung Bayam lainnya yang tidak kuat bertahan hidup di tenda memilih tinggal di kontrakan. 

Total ada 123 KK yang terdata sebagai penghuni Kampung Susun Bayam dan semuanya menagih janji JakPro untuk bisa menempati unit hunian mereka masing-masing. 

Sembari menunggu kepastian, sebagian besar yang sempat tinggal di tenda akhirnya beranjak mencari kontrakan. 

Sisanya, 5 KK tadi, harus terus bertahan di tenda karena tak punya rejeki lebih untuk tidur di kontrakan. 

Salah satunya Suhandi (66), warga Kampung Bayam yang terdampak gusuran megaproyek JIS. 

Kehidupan warga yang bertahan dalam tenda di depan gerbang Kampung Susun Bayam, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Kehidupan warga yang bertahan dalam tenda di depan gerbang Kampung Susun Bayam, Tanjung Priok, Jakarta Utara. (Gerald Leonardo Agustino/TribunJakarta.com)

Sejak November 2022 hingga hari ini, Suhandi bertahan di tenda sebagai bentuk penagihan janji kepada JakPro. 

"Sudah tiga bulan setengah bertahan di sini. Alasan bertahan di tenda kan karena kita nggak dikasih pindah ke sana (Kampung Susun Bayam," tutur Suhandi kepada wartawan. 

Suhandi kebingungan. Meski surat keputusan penempatan unit sudah digenggam, begitupun nomor dan blok rusun, tapi hingga kini warga sama sekali belum diberikan kesempatan menempati hunian yang dijanjikan kepada mereka. 

Ia pun mengungkapkan bahwa polemik penentuan tarif sewa membuat jadwal penempatan Kampung Susun Bayam diulur lagi. 

"Kalo buat kita tarif semampu kita. Dia (JakPro) minta kan awal Rp 1,5 juta biaya sewa, terus turun Rp 750 ribu. Lansia khusus di lantai 2, ternyata lansia yang biaya sewanya paling besar," kata Suhandi. 

"Kita maunya ya disamain kayak rusun lainnya aja, kayak Kampung Susun Akuarium, paling mahal ya Rp 300 ribu lah," sambungnya. 

Selama hampir empat bulan tinggal di dalam tenda alakadarnya, kehidupan Suhandi dan warga lainnya pun terbilang miris. 

Mereka harus tidur himpit-himpitan, merasakan panas serta hujan, hingga bisingnya jalanan. 

Karenanya, Suhandi berharap pemerintah membuka mata dan memperhatikan warga kecil yang terzolimi. 

Ia meminta warga bekas gusuran proyek JIS bisa segera menempati unit hunian mereka masing-masing di Kampung Susun Bayam. 

"Untuk pemerintah kalau bisa bijaksana tolong lah sama rakyatnya yang kecil, kasihan lah sama kita-kita orang kita tidur di jalanan begini, kehujanan, keanginan kebocoran," kata Suhandi. 

"Jangan sampai yang gede aja yang banyak duitnya dikasihani, disayangi, yang kecil yang harus disayangi," tutupnya. 

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved