Iduladha 1444 Hijriah

Hukum Menyaksikan Penyembelihan Hewan Kurban Saat Idul Adha, Berharap Memohon Ampunan

Banyak yang Tak Tahu, Ternyata Ini Hukumnya Menyaksikan Penyembelihan Hewan Kurban Saat Idul Adha

|
Instagram @aniesbaswedan
Anies Baswedan potong sendiri hewan kurban pada Idul Adha 1441 H. 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Begini hukumnya menyaksikan penyembelihan hewan kurban saat Idul Adha.

Saat Hari Raya Idul Adha, umat Islam dianjurkan untuk menyembelih hewan kurban.

Biasanya, banyak masyarakan menitipkan hewan kurban kepada masjid untuk diwakilkan penyembelihannya.

Adapun dalam proses penyembelihan hewan kurban oleh panitia masjid saat Idul Adha tersebut, biasanya ada yang disaksikan secara langsung oleh orang yang berkurban, ada juga yang memilih untuk tidak menyaksikannya.

Baca juga: Daftar Lokasi Salat Idul Adha 2023 Untuk Muhammadiyah di Depok, Cek di Sini

Lantas, bagaimana hukumnya menurut Islam?

Sebelum membahas hal ini, sebelumnya perlu diketahui bahwa menyembelih hewan kurban paling utama dilakukan sendiri bagi laki-laki, jika mampu.

Hal ini, sebagaimana mengikuti perbuatan Nabi SAW.

Sementara bagi wanita, disunnahkan untuk mewakilkan penyembelihan hewan kurban tersebut kepada oranglain, seperti panitia masjid misalnya.

Demikian dikutip TribunJakarta.com, dari laman Kementerian Agama Bali https://bali.kemenag.go.id.

Menurut para ulama, orang yang berkurban dan mewakilkan penyembelihan hewan tersebut kepada orang lain hendaknya menghadiri penyembelihan hewan tersebut secara langsung.

Menyaksikan proses penyembelihan hewan kurban bagi mereka yang berkurban saat Idul Adha merupakan sunnah sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Anjuran hadir menyaksikan penyembelihan hewan kurban ini, dimaksudkan untuk mengharapkan maghfirah atau ampunan Allah dari setiap tetesan darah hewan kurban yang sedang kita disaksikan. 

Dalil yang dijadikan dasar mengenai masalah ini adalah hadis riwayat Imam Al-Hakim dan Al-Bazzar dari Abu Sa’id.

"Ya Fatimah, datanglah ke (tempat penyembelihan) hewan kurbanmu dan saksikanlah (saat penyembelihannya), sesungguhnya bagimu dari awal tetes darah hewan kurbanmu berupa ampunan dosa yang telah lalu. Lalu Fatimah bertanya: ‘Ya Rasulullah, apakah ini khusus untuk kelurga kita atau untuk kita dan keseluruhan umat Muslim?' Kemudian Nabi Saw menjawab: ‘Tidak, bahkan ini berlaku untuk kita dan keseluruhan umat Muslim. Lalu beliau diam".

Hukum Bagi Orang Kaya yang Tidak Berkurban saat Lebaran Idul Adha, Apakah Berdosa?

Bagaimana hukumnya jika ada orang kaya tapi tidak berkurban saat Hari Raya Idul Adha? Apakah berdosa?

Menyambut lebaran Idul Adha, biasanya umat muslim mempersiapkan hewan kurban

Tahun ini, Hari Raya Idul Adha 1444 Hijriah diperkirakan jatuh pada tanggal 28-29 Juni 2023.

Diketahui, berkurban menjadi satu di antara ibadah tahunan yang sangat dianjurkan dilakukan umat Muslim.

Pada Idul Adha diperingati peristiwa kurban, yaitu ketika Nabi Ibrahim As yang bersedia untuk mengorbankan putranya Ismail untuk Allah SWT.

Namun demikian, Ismail yang saat itu akan disembelih rupanya digantikan Allah SWT dengan domba.

Kemudian daging kurban dibagikan kepada umat muslim yang diprioritasnya mereka kurang mampu.

Dalam menyambut Idul Adha, ada sebagian umat muslim yang menyembelih hewan kurban, tetapi ada juga yang tidak. 

Sebab setiap umat muslim memang memiliki kemampuan yang berbeda-beda.

Ada sebagian orang yang memiliki harta berlebih.

Orang tersebut pun dinilai mampu untuk menunaikan ibadah berkurban Idul Adha.

Lantas, bagaimana hukum jika orang kaya muslim yang memiliki harta bergelimang namun tidak berkurban?

Dikutip dari TribunPontianak,  Ustad Ahmad Anshori menilai, pada dasarnya hukum berkurban adalah sunnah muakkad (sangat dianjurkan).

Atas hal ini, maka orang yang meninggalkan ibadah tersebut tidak berdosa.

Pendapat tersebut dipegang oleh mayoritas ulama (jumhur).

Namun demikian, ulama juga mewanti-wanti kepada muslim yang mampu kemudian tidak berkurban.

Ustaz Ahmad Anshori memaparkan, orang yang mampu tapi tak berkurban maka hal itu adalah perbuatan makruh.

Untuk itu, sebagian ulama berpandangan untuk sangat menganjurkan bagi muslim yang mampu.

Pandangan ini diambil dari dalil hadis shahih.

مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

"Barangsiapa yang memiliki kemampuan namun tidak berqurban, makan jangan sekali-kali mendekat ke tempat sholat kami." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Pandangan dan pendapat ini dipegang para ulama bermazhab Hanafi.

Ada juga riwayat lainnya, dari Abu Bakr, Umar dan Ibnu Abbas ketika pernah tidak berkurban, karena mereka khawtir jika berkurban dianggap suatu yang wajib.

Ustaz Ahmad Anshori menjelaskan, Imam Thahawi mengatakan, Asy-Sya'bi meriwayatkan dari Suraihah, beliau berkata,

“Saya melihat Abu Bakr dan Umar -semoga Allah meridhoi keduanya- tidak berqurban. Karena tidak ingin orang mengikutinya (pent. menganggapnya wajib).” (Mukhtashor Ikhtilaf al-Ulama 3/221).

Kemudian, Abu Mas'ud Anshori juga mengatakan,

إني لأدع الأضحى وأنا موسر مخافة أن يرى جيراني أنه حتم علي.

"Sungguh saya pernah tidak berqurban padahal kondisi saya mampu.

Karena saya khawatir tetanggaku akan berpandangan bahwa berqurban itu kewajiban. (Ahkam al Quran, al Jasshos, 5/85).

Lanjut kata Ustaz Ahmad Anshori, Ibnu Umar menegaskan,

ليست بحتم ـ ولكن سنة ومعروف

"Berkurban bukan sebuah kewajiban. Namun hanya sunah yang ma’ruf.” (Ahkam al Quran, al Jasshos, 5/85).

Demikian, Ustaz Ahmad Anshori menerangkan lebih tepat hukum berkurban adalah sunnah muakkad.

Sementara itu makna sunnah tersebut dapat dilihar dari sudut pandang fikih.

Dalam arti, bila dikerjakan mendapat pahala, bila tidak dikerjakan tidak berdosa.

Sehingga meski orang kaya atau mampu tidak berkurban tidak berdosa, hanya saja hukumnya makruh.

Baca artikel menarik lainnya di Google News.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved