Ada Peran Sopir Taksi Online, Ini Awal Mula Perkenalan Aipda M dengan Sindikat Perdagangan Ginjal

Kombes Hengki Haryadi mengungkap awal mula perkenalan Aipda M dengan sindikat perdagangan ginjal internasional.

Kolase Foto TribunJakarta
Kolase Foto ilustrasi ginjal dan oknum polisi. 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Annas Furqon Hakim

TRIBUNJAKARTA.COM, KEBAYORAN BARU - Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi mengungkap awal mula perkenalan Aipda M dengan sindikat perdagangan ginjal internasional.

Aipda M merupakan oknum polisi yang terlibat dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ini.

Hengki mengatakan, Aipda M sebelumnya tidak pernah berkomunikasi dengan sindikat tersebut.

"Seperti oknum kepolisian yang kita tangkap ini mereka ga kenal dengan sindikat-sindikat ini," kata Hengki kepada wartawan, Sabtu (22/7/2023).

Hengki mengungkapkan, Aipda M dikenalkan kepada sindikat TPPO itu oleh seorang sopir taksi online.

Baca juga: Kecelakaan Hari Ini di Jatinegara: Sopir Ngantuk, Mobil Sampai Nyangkut di Separator Busway

Saat itu para tersangka panik karena praktik perdagangan ginjal berskala internasional ini telah terendus polisi.

"Anggota ini ada yang mengenalkan sopir taksi online kenalan daripada sindikat, 'nih saya kenal anggota kepolisian yang informasinya bisa membantu agar tidak dilanjutkan kasusnya'," ungkap Hengki.

Aipda M kemudian menyuruh sindikat itu untuk berpindah tempat, membuang alat komunikasi, dan menghapus data-data digital.

Baca juga: Kebakaran Hebat Dini Hari di Margonda Depok: Indomaret Hangus Terbakar, 2 Jam Baru Padam

"Itu mempersulit penyidikan. Kita tidak tahu ini berapa yang ada di Kamboja, berapa identitasnya, apa paspornya. Itu kesulitan pada saat sebelum berangkat ke Kamboja," ujar Hengki.

"Bahkan setelah berangkat kita untuk koordinasi dengan tim yang di Kamboja kesulitan karena HP-nya sudah hilang semua," tambahnya.

Ia menuturkan, Aipda M meminta imbalan ratusan juta Rupiah kepada sindikat TPPO itu.

"Jadi misalnya, 'kami bisa membantu, kirim transfer uang ke kami'. Dikirim lah Rp 612 juta, akhirnya kita tangkap. Boleh dikatakan ini adalah obstruction of justice. Tapi dalam pasal di UU TPPO ada itu di sana. Untuk menghalangi penyidikan secara langsung atau tidak. Itu ancamannya sangat berat," tuturnya.

Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News

 

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved