Guruh Soekarnoputra Melawan, Ajukan Gugatan Setelah Rumahnya Terancam Disita PN Jakarta Selatan
Guruh Soekarnoputra merespon soal rumahnya di Jalan Sriwijaya III Nomor 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan yang terancam disita PN Jaksel
Penulis: Annas Furqon Hakim | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Annas Furqon Hakim
TRIBUNJAKARTA.COM, KEBAYORAN BARU - Guruh Soekarnoputra merespon soal rumahnya di Jalan Sriwijaya III Nomor 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan yang terancam disita Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Kuasa hukum Guruh, Simeon Petrus, mengatakan sengketa tanah dan rumah milik kliennya berawal pada Mei 2011.
Saat itu, Guruh mengajukan permohonan pinjaman sebesar Rp 35 miliar kepada Suwantara Gotama.
Simeon menuturkan, Suwantara mengajukan syarat tambahan bahwa harus dibuat akta Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) di hadapan notaris sebagai jaminan atas pinjaman tersebut.
"Maka dibuatlah akta PPJB dan saudara Suwantara Gotama menyerahkan uang sebesar Rp 35 miliar dalam bentuk lima lembar cek tunai Bank CIMB pada 3 Mei 2011," kata Simeon dalam keterangan tertulisnya, Senin (24/7/2023).
Tiga bulan berselang, tepatnya 3 Agustus 2011, Simeon menyebut Susy Angkawijaya dengan ditemani beberapa orang bertemu dengan Guruh.
Simeon menuturkan, dalam pertemuan itu Susy menyampaikan akan membantu memberikan pinjaman dengan syarat harus dibuat Akta Jual Beli (AJB) serta Akta Pernyataan dan Pengosongan.
Baca juga: Kalah Gugatan Perdata, Rumah Guruh Soekarnoputra di Jaksel Akan Dieksekusi Pengadilan
"Ditandatangani AJB Nomor 36/2011 tanggal 3 Agustus 2011 dengan harga jual beli sebesar Rp 16 miliar dan Akta Pengosongan," tutur dia.
"Di mana saudari Susy Angkawijaya tidak pernah melakukan pembayaran harga jual beli sebesar Rp 16 miliar sesuai yang tertera dalam AJB kepada Guruh," tambahnya.
Guruh kemudian bersurat kepada Susy Angkawijaya, Suwantara, dan notaris Ruli Iskandar untuk pengembalian pinjaman Rp 35 miliar beserta bunga 4,5 persen terhitung sejak Mei hingga Desember 2011.
Simeon mengatakan, AJB kembali dibuat antara Guruh dan Susy. Namun, Simeon menyebut surat tersebut tak pernah ditanggapi.
Pada Februari 2021, lanjut dia, Guruh mengirim surat undangan kedua dan baru ditanggapi oleh Susy.
"Susy menjawab bahwa 'Pak Guruh silakan keluar dari rumah tersebut karena rumah tersebut sudah saya beli dengan AJB," ucap Simeon.
Ia mengungkapkan, Guruh merasa dibohongi karena harga pasaran tanah dan rumah seluas 1.474 meter persegi itu ditaksir mencapai Rp 150 miliar.

Namun, Simeon menuturkan, dalam AJB hanya Rp 16 miliar dan Susy disebut tidak pernah melakukan pembayaran.
"Sehingga Guruh merasa tertipu, dizolimi, karena harus kehilangan rumah tanpa ada pembayaran, juga pinjaman kepada Suwantara sebesar Rp 35 miliar berikut bunga 4,5 persen dari Mei hingga Desember 2011 belum dibayar dan PPJB belum dibatalkan," ungkap dia.
Guruh bersikukuh tidak mau mengosongkan dan menyerahkan objek tanah dan rumah kepada Susy.
Pada Januari 2014, Susy melayangkan gugatan wanprestasi ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Di sisi lain, Guruh mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum untuk membatalkan AJB yang dinilai cacat formil dan materiil.
PN Jakarta Selatan menolak gugatan Guruh dan mengabulkan gugatan balik Susy Angkawijaya.
Setelahnya, Susy mengajukan permohonan eksekusi dan Ketua PN Jakarta Selatan mengeluarkan penetapan nomor 95/Eks.Pdt/2019 Jo Nomor 757/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Sel pada 15 Juni 2020.
"Bahwa terhadap penetapan eksekusi Ketua PN Jakarta Selatan dan Berita Acara Sita oleh juru sita, maka Guruh Soekarnoputra mengajukan gugatan perlawanan," kata Simeon.
Sebelumnya, PN Jakarta Selatan akan mengeksekusi rumah Guruh Soekarnoputra yang berlokasi di Jalan Sriwijaya III Nomor 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Rencananya, eksekusi rumah Guruh Soekarno Putro bakal dilakukan pada Kamis (3/8/2023) mendatang.
Pejabat Humas PN Jakarta Selatan, Djuyamto, mengatakan eksekusi rumah itu berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nomor 757/PTDG/2014.
"Kemudian putusan tersebut dikeluarkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tanggal 21 November 2016," kata Djuyamto dalam keterangannya, Sabtu (22/7/2023).
Mahkamah Agung (MA) menguatkan putusan tersebut pada 2017.
Adapun Guruh Soekarnoputra kalah dalam gugatan perdata yang dilayangkan Susy Angkawijaya pada 2014.
Djuyamto mengungkapkan, Guruh sempat mengajukan peninjauan kembali (PK) pada 2020. Namun, PK tersebut ditolak.
"Setelah ditegur beberapa kali yaitu tahun 2020, 8 Januari, 22 Januari 2020, dan 12 Febuari 2020, ternyata pihak pemohon eksekusi tidak menjalankan dengan sukarela. Kemudian dikeluarkanlah lagi penetapan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ya," ujar dia.
"Jadi sebenarnya ini merupakan tahapan terakhir daripada proses hukum acara perdata. Di mana para pihak yang bersengketa, kemudian oleh putusan Pengadilan pihak yang dimenangkan pengadilan tersebut mengajukan eksekusi," pungkasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.