Viral di Media Sosial

Mabes Polri Infokan Bripda Rico Sakit Keras Bukan Tertembak, Ayah Kaget Anaknya Diajak Bisnis Senpi

Panji mendapat info awal soal anaknya Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage bukan tewas tertembak, tapi sakit keras berdasar telepon dari Mabes Polri.

|
Tribun Pontianak/Agus Pujianto
Inosensia dan suaminya Y Pandi memperlihatkan foto Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage atau Bripda Rico yang tewas tertembak seniornya di Densus 88 Antiteror Polri di kamarnya Rusun Polri Cikeas Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Foto diambil saat Tribun Network mendatangi rumah duka Bripda Rico di Melawi, Kalimantan Barat, Kamis (27/7/2023). 

TRIBUNJAKARTA.COM, MELAWI - Panji mendapat info awal soal anaknya Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage bukan tewas tertembak, tapi sakit keras berdasar telepon dari Mabes Polri.

Telepon orang mengaku dari Mabes Polri yang dalam hal ini Densus 88 Antiteror itu diterima Panji saat sedang bersama istrinya menonton televisi di rumahnya di Melawi, Kalimantan Barat, Minggu (23/7/2023). 

Ia bercerita, orang di balik telepon pertama kali bertanya apa benar Panji adalah orangtua Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage atau akrab disapa Bripda Rico.

"Bapak ini betul orangtua dari Ignatius Dwi Frisko Sirage?" begitu ucap pria mengaku dari Mabes Polri kepada Panji.

"Betul, ada apa pak ya?" ucap Panji mengiyakan dengan bertanya balik seperti dilansir dari Tribun Pontianak pada Kamis (27/7/2023).

Mendadak Panji dan istrinya terkejut karena tanpa basa-basi si penelepon langsung ke persoalan. Orang di balik telepon memintanya segera terbang ke Jakarta.

"Anak bapak ini sakit keras. Kalau bisa, bapak sekarang ke Jakarta. Kami tunggu," pinta orang di balik telepon kepada Panji.

Permintaan orang mengaku dari Mabes Polri itu tak langsung Panji iyakan. Ia khawatir jangan-jangan telepon itu hanya teror.

Tak lama personel Polres Melawi, Kalimantan Barat, menelepon Panji dan mengabarkan bahwa Bripda Rico sakit keras dan kini sedang dirawat di ruang ICU Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta.

Panji mengaku mengenal personel dari Polres Melawi yang meneleponnya karena sudah berkawan. Langsung saja ia percaya. Salah jika Panji tak mempercayainya.

Personel dari Polres Melawi ini mengatakan, "Kami dapat pesan dan berita dari Mabes supaya bapak ini turun ke Jakarta. Anak bapak kondisinya sakit keras sekarang dan ada di RS Polri Kramat Jati, Jakarta." 

Tak cukup dari Polres Melawi, Polda Kalimantan Barat menghubungi hal sama kepada Panji yang pada intinya bahwa Bripda Rico sakit keras.

Polda Kalimantan Barat sampai memastikan siap menanggung biaya transportasi dan akomodasi Panji dan keluarganya ke Jakarta.

"Kami siapkan, kami fasilitasi. Kalau bisa coba bapak tanya pesawat dari Sintang. Kalau memang ada, bapak segera berangkat dari Sintang ke Pontianak. Nanti dari Pontianak langsung ke Jakarta," begitu pesar dari pihak Polres Melawi.

Bergegaslah Panji menelepon keberangkatan pesawat dari Bandara Sintang, namun saat itu sudah tidak ada penerbangan. Karena pesawat terakhir pukul 11.00 WIB.

Sementara Panji dan keluarganya mendapat telepon soal kondisi Bripda Rico pukul 11.30 WIB. Akhirnya, Panji dan istrinya siapkan pakaian dan meminta saudaranya yang bisa membawa mobil menuju Pontianak.

Panji dan istrinya kurang lebih menempuh 8 jam perjalanan dari Melawi untuk sampai Pontianak. Saat itu ia dan istrinya langsung diminta fotokopi KTP untuk beli tiket pesawat.

"Pokoknya bapak jangan pikirkan lagi, kirim saja fotokopi KTP bapak dan ibu kami siapkan tiket pesawat untuk berangkat ke Jakarta," kata personel dari Polres Kalbar.

Lantaran sudah malam, Panji dan istri menginap di Pontianak. Besoknya pukul 07.00 WIB, keduanya terbang ke dari Pontianak ke Jakarta.

Kaget Anaknya Diajak Bisnis Senpi

Sampai di Jakarta, Panji dan istrinya diliputi rasa was-was karena Polres Melawi dan Polda Kalbar tidak merinci sakit keras apa yang diderita putranya Bripda Rico.

Di Jakarta, Panji dan istrinya diajak ke sebuah ruangan dan bertemu pimpinan Densus 88 Antiteror dan tim penyidik. Di sinilah keduanya mendapat kejelasan bahwa anaknya tertembak senjata api seniornya.

Sebelum itu, Panji meminta izin untuk merekam penjelasan dari pejabat Densus 88 Antiteror.

Tujuannya agar ketika pulang ke rumah dan bertemu keluarga besarnya nanti, Panji cukup mendengarkan rekaman berisi penjelasan soal kronologis kematian Bripda Rico.

Petinggi Densus 88 Antiteror pun setuju dan mempersilakan Panji merekam penjelasan dari mereka.

Dari penjelasan penyidik, Panji baru tahu anaknya tewas di kamarnya di Rusun Polri Cikeas Gunung Putri, Kabupaten Bogor pada Minggu dini hari WIB. Sebelum kejadian itu, ia didatangi tiga seniornya.

"Tidak sengaja seniornya ini mengambil senpi yang ada di tasnya. Senpi ini meledak dan mengenai korban tepatnya dari batang leher telinga kiri tembus ke bawah telinga kanan," terang Panji.

Bripda Rico seketika jatuh dan sudah meninggal akibat tembakan tersebut.

Panji juga mendengar informasi dari pertemuan tersebut, ada dugaan para seniornya itu mengajak Bripda Rico untuk bisnis senjata api. Namun Bripda Rico menolak.

"Saya bilang, kok ada bisnis senpi di institusi seperti itu. Mereka menjawab memang tidak ada, pak, karena itu dilarang undang-undang," ungkap Panji berdasar penjelasan yang diterimanya.

Sampai saat ini pun Panji tidak bisa menjelaskan soal bisnis senpi tersebut karena tak mendapatkan keterangan langsung dari pelaku. Apalagi anaknya juga sudah meninggal.

Sementara itu dalam kasus ini, penyidik sudah menangkap dua senior Bripda Rico sebagai terduga pelaku karena faktor kelalaian. 

Mereka yang menjadi tersangka adalah Bripda IMS dan Bripka IG.  

"Bripda IMS dan Saudara Bripka IG telah diamankan untuk dilakukan penyelidikan dan penyidikan terkait peristiwa tersebut,” ucap Kepala Biro Penerangan Masyarakat Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan.

Ia menegaskan Polri tak akan mentolerir oknum yang melanggar peraturan yang berlaku.

Kasus ini sedang diusut tim gabungan Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Jawa Barat dan Bidang Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Bogor guna mengetahui pelanggaran disiplin, kode etik ataupun pidana kedua tersangka.

Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar di kesempatan lain menjelaskan, bahwa kedua tersangka telah lalai sehingga menyebabkan Bripda Rico meninggal tertembak.

"Adalah kelalaian anggota pada saat mengeluarkan senjata dari tas kemudian meletus dan mengenai rekannya yang berada di depannya," kata Kombes Aswin saat dikonfirmasi pada Kamis (27/7/2023).

Aswin membenarkan Bripda Rico dan para terduga pelaku adalah anggota Densus 88 Antiteror Polri.

"Nanti penyidik Polres dan Densus akan mengupdate perkembangannya," ucap Kabagrenmin Densus 88 AT Polri tersebut.

Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved