UPN Veteran Jakarta

Public Display of Affection Sebagai Bentuk Eksistensi Diri Bagi Remaja, Apakah Wajar?

Public Display of Affection (PDA) merupakan suatu perilaku yang menunjukkan gestur seksual atau romantis yang bertempat di ruang publik atau muka umum

|
Editor: Muji Lestari
Istimewa
Fitria Ayuningtyas, Dosen Prodi Magister Ilmu Komunikasi, FISIP UPN Veteran Jakarta. 

Oleh Fitria Ayuningtyas, Dosen Prodi Magister Ilmu Komunikasi, FISIP UPN Veteran Jakarta

TRIBUNJAKARTA.COM - Sebagai bentuk dari perilaku manusia, Public Display of Affection (PDA) merupakan konsep yang bersifat multifaset.

Sebelum melangkah lebih jauh, kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu Public Display of Affection (PDA).

Apa Itu Public Display of Affection

Public Display of Affection (PDA) merupakan suatu perilaku yang menunjukkan gestur seksual atau romantis yang bertempat di ruang publik atau di muka umum.

Menunjukkan perilaku romantis di ruang publik dinilai merupakan suatu bentuk ekspresi dalam hubungan asmara.

Vaquera & Kao menyatakan bahwa gestur pada PDA, meliputi bergandengan tangan, menyentuh, berciuman, dan berpelukan pada tempat umum: sekolah, jalan umum, restoran, atau taman, PDA tidak serta merta mudah untuk dilakukan.

Sebab, pasangan yang merasa yakin akan menerima respons positif dari publik atas tindakannya akan dengan mudah melakukan PDA.

Sementara itu, pasangan yang tidak merasa aman dan berpikir akan mendapatkan reaksi buruk dari publik dan cenderung tidak melakukan PDA.

Bagi pasangan yang merasa aman karena yakin akan mendapatkan penilaian positif dari masyarakat, PDA lazim dilakukan.

Sebaliknya, bagi pasangan yang mendapatkan label negatif dari lingkungan sosial––seperti anak antar-ras––kurang suka menampilkan PDA dibandingkan dengan ras yang sama (Duwisaputri, 2019).

Dilansir dari Psychology.Fandom, para psikolog berpendapat bahwa orang yang suka mengumbar kemesraan yang tidak wajar juga bisa disebut sebagai eksibisionis.

Jadi kalau ada orang sekitar kita yang sering menunjukkan kemesraan yang tidak wajar di depan umum, bisa jadi ada sisi psikologis yang mempengaruhi pemahamannya kalau PDA itu wajar.

Padahal, bermesraan di depan umum juga ada batasannya.

Dilansir dari survei yang dilakukan oleh majalah Gogirl! tentang PDA, ada empat perilaku bermesraan yang dianggap wajar kalau dilakukan di depan umum: berpegangan tangan (100 persen), rangkulan (80 persen), pelukan (48 persen), dan cium pipi atau kening (44 persen).

Sedangkan, ada dua perilaku bermesraan yang tidak dapat ditolerir yaitu grepe-grepe (76 persen) dan ciuman (24 persen).

Selain itu, responden yang terdiri dari 50 laki-laki dan perempuan yang berusia 16-30 tahun juga berpendapat kalau PDA tidak hanya bisa dilakukan secara langsung, tetapi juga bisa secara daring.

Contohnya bermesraan di sosial media lewat status, saling mention, mengunggah foto mesra, dan sebagainya.

Dari survei ini juga terdapat hasil dari reaksi yang responden berikan kalau melihat sepasang kekasih bermesraan, yaitu merasa tidak nyaman (48 persen), jijik (28 persen), dan tidak peduli (14 persen).

Batasan pada setiap tindakan bermesraan yang bisa ditolerir atau tidaknya pastinya berbeda di setiap negara.

Misalnya negara-negara Barat (Amerika, Eropa, Australia) dikenal lebih dapat menerima kalau ada yang ciuman di jalan.

Sedangkan negara-negara Timur (Asia) cenderung lebih memperhatikan sopan santun dalam berperilaku dengan sesama.

Di Asia sendiri batasan PDA sudah berbeda-beda di masing-masing negara. Tetapi, di Indonesia ada peraturan tertulis yang mengatur tentang tindakan asusila di depan umum (Angel, 2022).

Banyak sekali alasan yang melatarbelakangi melakukan tindakan PDA bagi remaja.

Alasannya terkadang sangatlah simpel, seperti hanya karena merasa senang, untuk mengarsip momen-momen bahagia, love language, untuk mengapresiasi pasangan, untuk dilihat orang lain, sebagai bentuk pembuktian ke teman, eksistensi, dan juga rasa ingin sama dengan orang lain (Linzonia, 2021).

Bentuk perilaku Public Display of Affection (PDA)

Dilansir oleh Parentalk.id, Selasa (20/6/2023) PDA itu memang berfokus pada bentuk intimasi antara pasangan yang diperlihatkan pada orang lain atau dilakukan pada area publik.

Contohnya seperti memeluk, menyentuh, membelai, memijat bahu, punggung, tangan, atau kaki. Kemudian berpegangan tangan, mencium, merangkul atau melingkarkan tangan di pinggang pasangan, dan lain-lain.

Berpegangan tangan ketika jalan-jalan santai, atau mencium tangan suami ketika akan berangkat kerja. Bukannya mengumbar kemesraan di tempat yang tidak tepat seperti berciuman di jalan dan sebagainya.

Pada dasarnya PDA dilakukan oleh pasangan namun masih harus mengacu kepada budaya yang ada di sekitarnya.

Motif Remaja melakukan Public Display of Affection (PDA)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Wicaksono & Ayuningtyas (2023), ditemukan hasil yang menarik dari penelitian ini mengenai perilaku remaja dalam melakukan PDA, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat banyak faktor yang mempengaruhi perilaku PDA pada remaja yaitu meliputi pengalaman, keterlibatan orang, dan sikap serta eksistensi diri.

Meskipun aksi PDA dapat memberikan rasa kepuasan dan meningkatkan rasa percaya diri, beberapa informan juga menceritakan dampak negatif yang dirasakan, seperti rasa takut dan kekhawatiran atas respons yang akan diterima dari orang lain.

Selain itu, respons dari orang lain juga dapat memengaruhi konsep diri dan membuat mereka merasa terikat pada label yang mungkin tidak sesuai dengan diri mereka.

Aksi PDA juga memberi dampak terhadap konsep diri dan juga bentuk eksistensi diri bagi remaja.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Kardinal Keempat Indonesia

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved