Asal Usul Bioskop di Indonesia, Awalnya Cuma Bangsal Yang Dibawa Keliling Kampung

Keberadaan bioskop di Indonesia memiliki perjalanan panjang. Dulu bioskop juga dikenal dengan nama Gambar Idoep

TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH AUDINA
Suasana di bioskop XXI yang ada di PGC, Kramat Jati, Jakarta Timur, Sabtu (29/8/2020) 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Asal usul bioskop, ternyata dulu awalnya berupa bangsal yang dibawa keliling kampung.

Di masa kini, bioskop menjadi tempat menonton film masyarakat dengan menggunakan layar lebar.

Bioskop terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

Agar pengunjung bisa nyaman saat menonton film, bioskop umumnya dilengkapi dengan kursi yang empuk serta ruangan ber AC.

Namun jauh sebelum itu, keberadaan bioskop di Indonesia rupanya memiliki perjalanan yang panjang.

Dalam sejarahnya, bioskop dulu dikenal dengan sebutan gambar idoep atau gambar idup.

Gambar idoep merupakan hiburan berupa tontonan yang ada di Batavia.

Usaha ini awalnya dirintis oleh seseorang asal Belanda bernama Talbot.

Tidak seperti bioskop di masa kini yang tampak megah, bangunan hiburan gambar idoep tidak bersifat permanen dan berpindah-pindah.

Bangunannya, hanya berupa bangsal dengan atap seng yang bisa dibawa berkeliling.

Dulu, pemutaran film pertama dilakukan di Lapangan Gambir.

Kondisi terkini bioskop tua Senen, Sabtu (9/3/2019).
Kondisi salah satu bioskop tua di Senen, Sabtu (9/3/2019). (TribunJakarta.com/Lita Febriani)

Setelah itu, orang Belanda bernama Schwarz mulai mengusahakan keberadaan bangunan pertunjukan film permanen yang kemudian disebut bioskop.

Bangunan bioskop permanen, didirikan di daerah Pasar Baru.

Tetapi tidak lama kemudian, bangunan itu ludes terbakar.

Hingga kemudian, bioskop-bioskop lain mulai bermunculan.

Seorang pengusaha Cina bernama Tio Tek Hong bersama beberapa kawannya mendirikan bioskop di Pintu Air, bernama Elite.

Namun, beberapa tahun kemudian bioskop itu dijual kepada perusahaan bernama Universal Film Co.

Mengutip laman Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, dulu pada era pra-film bersua sekitar 1920an bioskop di Indonesia belum begitu banyak.

Ketika itu, beberapa film yang banyak disukai penonton seperti Fantomas, Zigomar, Tom Mix, Edi Polo, dan film lucu yang dibintangi oleh Charlie Chaplin, Max Linder, Arsene Lupin, juga lain-lain.

Dulu harga tiket bioskop di bagian selatan Kota atau Bovenstad umumnya lebih tinggi ketimbang bioskop di daerah utara kota.

Sehingga penonton bioskop di kawasan ini umumnya berasal dari lapisan masyarakat atas.

Seperti tuan toko, pemimpin perusahaan-perusahaan besar Belanda atau pegawai dan orang-orang dari golongan berduit.

Sedangkan penonton di bioskop-bioskop daerah utara kota atau daerah Kota, umumnya berasal dari golongan menengah ke bawah.

Seiring perkembangannya, kemunculan bioskop-bioskop juga semakin banyak.

Hingga menjelang kemerdekaan Indonesia di tahun 1942, beberapa bioskop yang ada di Batavia diantaranya adalah Rex di Kramat Bunder, Cinema di Krekot, Astoria di Pintu Air, Centraal di Jatinegara, serta dua bioskop yang masing-masing di Senen dan Tanah Abang.

Kemudian juga ada bioskop Thalia di Jalan Hayam Wuruk, Olimo, Orion di Glodog, dan Al Hambra.

Baca artikel menarik lainnya di Google News.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved