Jasad Ibu dan Anak Sudah Jadi Tengkorak
Keluarga Ibu dan Anak yang Jasadnya Tinggal Kerangka Bikin Pak RW Heran, 12 Tahun Tak Komunikasi
Terkuak sosok keluarga Grace Arijani Harahapan (68) yang membuat Ketua RW setempat Herry Meidjiantono merasa keheranan.
Penulis: Rr Dewi Kartika H | Editor: Yogi Jakarta
TRIBUNJAKARTA.COM - Terkuak sosok keluarga Grace Arijani Harahapan (68) yang membuat Ketua RW setempat Herry Meidjiantono merasa keheranan.
Diketahui, pada Kamis (7/9/2023) polisi menemukan jasad Grace Arijani Harahapan dan anaknya David Ariyanto (38) di kamar mandi rumah mewah mereka, di Perumahan Bukit Cinere Indah, Jalan Puncak Pesanggrahan 8 No.39, RT 01 RW 16, Kecamatan Cinere, Kota Depok, Jawa Barat.
Jasad ibu dan anak itu ditemukan tinggal tulang belulang. Keduanya diperkirakan tewas sekitar satu bulan yang lalu.
Setelah ditelusuri, Grace Arijani Harahapan ternyata memiliki seorang adik yang tinggal di Jakarta Barat.
Herry mengungkapkan berdasarkan keterangan dari adik Grace, ia terakhir kali berkomunikasi langsung dengan kakaknya 12 tahun lalu, tepatnya pada 2011.
Kala itu keduanya berkomunikasi soal suami Grace yang meninggal dunia.
Melihat hubungan Grace dan adiknya, Herry merasa sangat keheranan.
"Adiknya mengatakan, pada tahun 2011 itulah dia berinteraksi langsung dengan kakaknya. Keluarga sendiri seperti itu ya," ucap Herry menyayangkan.
Herry menyebut Grace Arijani Harahapan dan David Ariyanto dikenal jarang bergaul dengan warga di lingkungannya.

Bahkan, keduanya juga jarang kedatangan tamu dari luar, meskipun itu adalah keluarga sendiri.
Setiap hari, rumah mereka lebih banyak tertutup rapat.
Hal itu dapat diketahui dengan mudah.
Sebab, setiap tamu yang berkunjung ke perumahan, bakal dimintai kartu identitas, baik itu SIM atau KTP untuk ditukar dengan kartu akses masuk.
"Sejauh yang saya tahu tidak pernah ada tamu atau keluarga yang pernah berkunjung (ke rumah Grace)," kata Herry.
Ia menambahkan, saking tertutupnya Grace Arijani Harahapan dan David Ariyanto keduanyatidak pernah terlibat dalam berbagai acara sosial di kompleks tersebut.
Bahkan, mereka menolak dimasukkan ke dalam grup WhatsApp (WA) warga.
"Kalau secara informasi dari warga sekitar, mereka itu tertutup dan tidak berkomunikasi dengan depan, dengan tetangga," kata Herry Herry tidak tahu apa alasan mereka tidak ingin dimasukkam dalam grup WA.
Bahkan, sebagai pengurus lingkungan, Herry mengaku tidak pernah sekali pun mengobrol tatap wajah dengan keduanya.
"Kalau di RT, RW ada grup WA, dia enggak mau dimasukkan nomor HP-ya. Karena tertutup ya enggak bergaul juga," kata Herry.
"Kalau komunikasi, cuma terbatas simpel aja, misal dia kalau belanja ke warung sebelah itu dia cuma lewat gitu saja, enggak ada interaksi," sambung dia.
Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.