Fenomena Degradasi Netiquette: Netizen Indonesia Diharapkan Tidak Mudah Terpancing Digital Flaming
Degradasi netiquette beragam bentuknya mulai dari penyebaran berita hoaks, pencemaran nama baik, hingga berkomentar kasar dalam media digital.
Oleh Melisa Arisanty, S.I.Kom. M.Si, Dosen Universitas Terbuka
TRIBUNJAKARTA.COM - Fenomena degradasi netiquette cukup marak di Indonesia, terutama menjelang momen-momen pemilu saat ini.
Degradasi netiquette beragam bentuknya mulai dari penyebaran berita hoaks, pencemaran nama baik, hingga berkomentar kasar dalam media digital.
Menurunnya etika sering terjadi khususnya di media sosial adalah hatespeech dan digital flaming.
Ironinya, berdasarkan data, netizen Indonesia yang terkenal banyak menyampaikan pesan hatespeech dan flaming dalam media sosial.
Menurut laporan hasil survei Digital Civility Index (DCI), netizen Indonesia menempati urutan terbawah se-Asia Tenggara, artinya netizen Indonesia dianggap paling tidak sopan se-Asia Tenggara.
Salah satu bentuk buktinya adalah banyaknya flaming yang sering dilihat pada kolom komentar di media sosial, baik Tik Tok, Instagram, Facebook, Youtube, WhatsApp, Telegram dan sebagainya.
Digital flaming ini dianggap sebagai suatu fenomena degradasi netiquette yang sering ditemui dalam grup percakapan dan kolom komentar di media sosial, karna pelakunya tidak segan memberikan ujaran kebencian, menghujat dan berkomentar kasar tanpa memikirkan perasaan dari penerima pesan.
Digital Flaming dapat dikatakan sebagai pesan yang mengandung unsur umpatan, ejekan, hinaan yang bersifat mengintimidasi dan ditujukan kepada orang lain melalui media pesan elektronik.

Pesan ini termasuk dalam cyberbullying dan ujaran kebencian di media digital.
Flaming dalam media digital sering ditemui di grup virtual seperti WhatsApp dan Telegram.
Selain itu, terkadang di setiap kolom komentar media sosial juga sering ditemui adanya pesan ini.
Contohnya menyampaikan umpatan dan kata-kata kasar seperti bodoh, jelek, ataupun menyamakan seseorang dengan nama-nama hewan.
Disadari atau tidak disadari, banyak netizen dalam media digital melakukan flaming karena berbagai motif, seperti emosi spontan karena pendapat yang berbeda atau tidak menyukai postingan atau komentar orang lain, fanatisme yang berlebihan terhadap sesuatu, rendahnya empati, literasi digital yang rendah.
Digital flaming ini yang dapat menimbulkan provokasi sehingga membuat netizen lainnya ikut mengomentari dengan menggunakan kata-kata kasar.
Flaming dalam media digital memberikan dampak buruk bagi pelakunya, tidak hanya sekedar menimbulkan konflik, keresahan, pertikaian dan putusnya suatu hubungan interpersonal.
Namun, jejak digital yang terekam dalam media sosial dapat terbaca dan dilihat banyak orang.
Jejak digital tersebut yang terkadang menjadi penentu bagi karier seseorang di masa depan.
Di samping itu, dampak flaming juga dapat mengakibatkan gangguan psikologis bagi penerima pesan, seperti depresi, malu, ketakutan, marah, tertekan, stress dan frustasi.
Dampak ini sangat membahayakan, karena resiko terburuk dapat menyebabkan gangguan kejiwaan dan berpotensi bagi korbannya akan menyakiti dirinya secara fisik.
Buruknya dampak flaming dalam media digital ini, maka memerlukan solusi praktis yang dapat diterapkan netizen, khususnya di Indonesia.
Pertama, netizen Indonesia perlu paham cara kerja media sosial. Saat orang berkomentar dan saling menghujat dalam media sosial, semua kata-kata yang disampaikan otomatis bisa tersimpan dan terbaca.
Jadi perlu hati-hati dalam menyampaikan pesan apapun dalam media sosial.
Kedua, netizen Indonesia perlu mengetahui bedanya ruang privat dan ruang publik.
Media sosial merupakan mass-self communication media, yang memungkinkan setiap orang dapat menyampaikan pesan yang sifatnya personal, tapi dampak dan cakupan publikasinya massal atau dapat dikonsumsi oleh banyak orang.
Karena itu, pesan yang disampaikan juga harus hati-hati, jika dapat merugikan reputasi diri sendiri dan merugikan orang lain, lebih baik ditahan untuk mempublikasikannya.
Ketiga, netizen Indonesia sebaiknya lebih kritis terhadap informasi apapun yang diterima.
Jangan mudah terpancing emosi, jika ada pesan-pesan yang belum pasti kebenarannya. Lebih baik tahan dulu untuk tidak berkomentar dan memilih untuk mencari tahu kebenaran informasinya.
Terakhir, netizen Indonesia sebaiknya membiasakan untuk menggunakan media sosial untuk hal yang positif, seperti mencari informasi yang bermanfaat atau membagikan informasi yang bermanfaat dan positif juga.
Jangan terlalu focus pada isu-isu negative yang dapat memancing emosi. Positif atau negative dampak dari media sosial, tergantung pada penggunanya.
Maka dari itu, netizen Indonesia diharapkan lebih cerdas dalam bermedia sosial.
5 Cara Mudah Kenalkan Anak Sopan Santun, Kapan Sebaiknya Mulai Diajarkan? |
![]() |
---|
Doa yang Dibaca saat Menerima Zakat Fitrah, Disertai 5 Etika Bagi Penerima Zakat atau Mustahiq |
![]() |
---|
Pengamat Politik UGM Ingatkan Pentingnya Beretika dan Beradab selama Kompetisi Pilpres 2024 |
![]() |
---|
Videonya Dihapus, Ini Momen Keisya Levronka Angkat Kaki hingga Ucapannya Disebut Marlo Tak Terlatih |
![]() |
---|
Baca Doa Ini saat Menerima Zakat Fitrah, Berikut 5 Etika Bagi Penerima Zakat atau Mustahiq |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.