Pilpres 2024
Meski Posisi Tawar Rendah, Demokrat Dinilai Paling Realistis Gabung Koalisi PDIP di Pilpres 2024
Pengamat Politik asal Unas, Selamat Ginting menilai opsi paling realistis yang diambil Demokrat adalah bergabung dengan PDIP di Pilpres 2024.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra
TRIBUNJAKARTA.COM - Kemana Partai Demokrat akan berlabuh setelah merasa dikhianati Anies Baswedan dan Koalisi Perubahan hingga kini belum ada kejelasan.
Setidaknya ada tiga spekulasi yang berhembus mengenai arah politik Demokrat usai keluar dari Koalisi Perubahan.
Opsi pertama yakni berkoalisi dengan kubu Prabowo Subianto.
Kemudian apakah Demokrat akan berlabuh dengan koalisi yang dimotori PDIP.
Jika ini yang terjadi maka perang dingin antara Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri yang terjadi sejak hampir dua dekade akan berakhir.
Atau opsi ketiga dengan membentuk koalisi baru atau poros keempat dengan mengajak PPP dan PKS.
Menurut pengamat politik dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting, opsi paling realistis yang akan diambil Demokrat yakni bergabung dengan gerbong PDIP yang mencapreskan Ganjar Pranowo.
Ginting pun teringat kembali dengan cerita mimpi SBY beberapa waktu lalu dimana SBY satu gerbong kereta dengan Presiden Jokowi dan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Ginting menganggap mimpi itu seakan indikasi bahwa Demokrat dalam Pilpres 2024 akan satu gerbong dengan PDIP.
Namun jika gabung ke koalisi PDIP, maka Demokrat harus legowo jika tidak bisa memajukan Ketua Umum mereka yakni Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ikut berlaga di Pilpres 2024.
"Saya rasa Demokrat kemungkinannya lebih ke Ganjar walaupun posisi tawarnya tidak tingggi karena baru masuk, istilahnya anak bawang.
Tapi kan kemungkinan Ganjar menang kan juga masih besar," kata Ginting saat dihubungi, Selasa (12/9/2023).
Ginnting menganggap Demokrat gabung ke PDIP menjadi hal paling rasional lantaran Demokrat akan merasa jauh tidak nyaman jika bergabung ke koalisi kubu Prabowo Subianto.
Sebab, di kubu Prabowo ada sosok Anas Urbaningrum bersama Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) yang lebih dulu berada di koalisi tersebut.
Belum lagi ada anggapan bahwa pihak istana yang didalamnya ada Moeldoko turut berada di kubu Prabowo.
"Karena komunikasi Demorkat dengan Jokowi juga kurang bagus. Mereka merasa Jokowi orang yang berada di belakang Moeldoko yang mau mengkudeta mereka.
Orang kan tahu kalau king makernya di kubu Prabowo itu Jokowi," ujar Ginting.
Sementara itu, mengenai opsi membuat poros baru, Ginting menilai hal itu hanyalah halusinasi politik semata.
"Pertama karena kalau hanya Demokrat ajak PPP kan belum bisa memenuhi PT 20 persen.
Sementara kalau ajak PKS, saya rasa PKS juga enggak mau karena konstituen PKS itu ke Anies," kata Ginting.
Selain itu, secara elektabilitas bahwa yang potensial menjadi capres memang hanya tiga nama saja yakni Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto dimana ketiganya sudah memiliki poros masing-masing.
"Jadi tetap aja koalisi baru ini ga akan menang. Kalaupun terbentuk hanya sekedar untuk menjaga gengsi aja," kata Ginting.
Baca artikel menarik TribunJakarta.com lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.