Muncul Aturan ASN Dilarang Like dan Komen Unggahan Capres dan Cawapres 2024, Apa Kata BKN?

Beredar aturan yang melarang ASN baik PNS dan PPPK memberikan 'like' dan komentar pada unggahan peserta Pemilu 2024. Simak penjelasan BKN.

|
Editor: Muji Lestari
Istimewa
Ilustrasi. Beredar aturan ASN dilarang like dan komen unggahan Capres dan Cawapres 2024. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Beredar aturan yang menyebutkan aparatur sipil negara (ASN) dilarang menyukai dan memberikan komentar pada unggahan Capres dan Cawapres 2024. Benarkah demikian?

Baru-baru ini muncul sebuah aturan yang melarang ASN baik PNS dan PPPK memberikan 'like' dan komentar pada unggahan peserta Pemilu 2024.

Hal itu tidak lain ditujukan untuk menjaga netralitas ASN dalam pelaksanaan Pemilu 2024.

Aturan itu tercantum dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan.

SKB ditandatangani lima pimpinan kementerian/lembaga, yakni Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), Komisi ASN, dan Badan Kepegawaian Nasional BPKN).

Informasi tersebut juga diunggah dalam akun Instagram @mood.jakarta pada Minggu (24/9/2023).

"ASN dilarang like dan comment di medsos peserta Pemilu 2024, juga capres/cawapres," tulis unggahan tersebut. 

ASN dilarang like dan komen unggahan Capres
Aturan bagi ASN, tidak boleh menyukai dan memberikan komentar pada unggahan Capres dan Cawapres 2024

Lantas, benarkah ASN tidak boleh menyukai dan memberi komentar pada unggahan Capres dan Cawapres 2024?

Penjelasan BKN

Plt Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nur Hasan mengkonfirmasi, ASN dilarang untuk memberikan dukungan mereka dalam bentuk apapun untuk peserta pemilu 2024.

Hal itu mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, ASN terbagi menjadi dua jenis yakni pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

"Pasal 1 Ayat 5 dijelaskan manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme," ujarnya dikutip dari Kompas.com, Senin (25/9/2023).

Ilustrasi
Ilustrasi (istimewa)

Sementara itu, pada Pasal 9 Ayat 2 juga disebutkan bahwa ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.

"Jadi sudah jelas dalam penjelasan saya di atas, kalau ada ASN yang like apakah dia netral? Tidak kan," terang Nur Hasan.

Kemudian, dalam Pasal 87 Ayat 4 huruf c disebutkan bahwa PNS dapat diberhentikan secara tidak dengan hormat karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Larangan Bagi ASN dalam Pemilu

Tak hanya itu saja, ketentuan tersebut juga telah diatur dalam Pasal 255 di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Berikut beberapa poin yang diatur di dalamnya:

  1. PNS dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
  2. PNS yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik wajib mengundurkan diri secara tertulis.
  3. PNS yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberhentikan dengan hormat sebagai PNS terhitung mulai akhir bulan pengunduran diri PNS yang bersangkutan.
  4. PNS yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS.
  5. PNS yang menjadi anggota dan/ atau pengurus partai politik diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terhitung mulai akhir bulan PNS yang bersangkutan menjadi anggota dan/ atau pengurus partai politik.

Sementara itu, dalam Pasal 5 (huruf N) di PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Dukungan tersebut dengan cara:

  1. Ikut kampanye
  2. Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS
  3. Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain
  4. Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara
  5. Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye
  6. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat
  7. Memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.

"Apabila ditemukan pelanggaran netralitas, silakan laporkan kepada instansi dan sanksi akan diproses berdasarkan PP 94/2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Menggunakan tools SBT (Sistem Berbagai Terintegrasi)," ungkapnya.

 

Baca artikel menarik lainnya di Google News.

 

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved