Gembong Warsono Wafat
Terungkap Obrolan Gembong Warsono dengan Rekannya Sehari Sebelum Meninggal, Bahas Soal Akhirat
Terungkap obrolan Ketua Fraksi PDIP DKI Jakarta, Gembong Warsono sehari sebelum meninggal dunia. Bahas soal akhirat.
Penulis: Rr Dewi Kartika H | Editor: Yogi Jakarta
TRIBUNJAKARTA.COM - Terungkap obrolan Ketua Fraksi PDIP DKI Jakarta, Gembong Warsono sehari sebelum meninggal dunia.
Kala itu Gembong Warsono dan Anggota DPRD DKI Jakarta Komisi A sedang rapat pembahasan rancangan APBD 2004, di Grand Cempaka Resort, Cipayung, Bogor, pada Kamis (12/10/2023).
Lalu saat istirahat rapat, Gembong Warsono dan rekannya berbincang-bincang santai soal kematian.
Kepada seorang awak media yang kebetulan saat itu ada di sana, Gembong Warsono mengatakan di akhirat kelak yang akan dibawa hanya amal ibadah.
"Kan memang yang kita bawa ke alam sana cuma apa yang kita tanam di sini," ucap Gembong Warsono ke awak media.
Lalu pada Sabtu (14/10/2023) pukul 01.32 WIB Gembong Warsono menghembuskan napas terakhirnya di RSPP Pertamina.
Pria yang juga menjabat Sekretaris DPD PDIP DKI Jakarta itu meninggal dunia diduga karena serangan jantung.
Saat ini jenazah disemayamkan di rumah duka di Jalan Peninggalan Raya, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Rencananya jenazah Gembong akan dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan siang nanti.
Perjuangan Hidup Gembong Luar Biasa
Beberapa waktu lalu, TribunJakarta.com pernah mewawancarari Gembong terkait perjalanan hidupnya.
Gembong mengatakan, ia berasal dari keluarga miskin di Wonogiri, Jawa Tengah.
Pria kelahiran 8 Juni 1963 itu sudah hidup mandiri sejak SMP.
Ketertinggalan daerah asalnya yakni di Kecamatan Giritontro, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah membuat orang tua Gembong menitipkan dia ke kerabatnya.
"Pas SMP saya masuk di SMP 1 Giritontro. Jaraknya mungkin ada 10 km, tiap hari jalan kaki saya gakuat. Oleh bapak, saya dititipin ke saudara saya di Kecamatan Wuryantoro, itu udah sedikit ke kotaan lah dibanding tempat saya yang kecamatan termiskin saat itu," kata Gembong beberapa bulan lalu.
Lantaran tinggal di rumah saudara, Gembong berusaha menjaga nama baik keluarganya dengan membantu mengerjakan pekerjaan rumah.
"Akhirnya saya ngenger, istilahnya itu balas budinya dengan tenaga. Saya bersihin rumah setiap hari," kata Gembong.
"Sekelas SMP saya harus jaga nama baik orang tua. Bahasa saya ini mateng sebelum waktunya," lanjut anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan petani ini.
Selepas SMP, Gembong yang bercita-cita menjadi mantri pertanian memutuskan sekolah di Solo.
Namun hanya beberapa bulan di sana, ia diminta ayahnya untuk ikut saudaranya yang tinggal di Pondok Gede.
"Baru tiga bulan saya sekolah di Solo, kakak sepupu saya yang di Jakarta pulang ke kampung. Bapak saya bilang suruh bawa saya ke Jakarta karena kalau sekolah di Solo gajadi orang karena kan ga ada yang ngawasin, karena kan saya ngekos di Solo," kata Gembong.
Hingga akhirnya Gembong pindah dan bersekolah ke SMA 22 jarak jauh yang kemudian berganti nama menjadi SMA 48 Jakarta.
"Saya ini angkatan pertama dari SMA 48," tuturnya.
Baca artikel menarik TribunJakarta.com lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.