Dari PLBN Sota, Citra Bangsa Indonesia Terlihat di Mata Masyarakat Adat Kanum Papua Nugini
Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Sota di Kabupaten Merauke, Papua Selatan hadir sebagai citra kemajuan bangsa Indonesia di daerah perbatasan.
Penulis: Yusuf Bachtiar | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan wartawan TribunJakarta.com Yusuf Bachtiar
TRIBUNJAKARTA.COM, MERAUKE - Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Sota di Kabupaten Merauke, Papua Selatan hadir sebagai citra kemajuan bangsa Indonesia di daerah perbatasan.
PLBN Sota berbatasan langsung dengan sejumlah perkampungan adat di Papua Nugini, (PNG) aktivitas pelintas meliputi banyak kegiatan mulai dari ekonomi, budaya, pendidikan hingga kesehatan.
TribunJakarta.com berhasil meliput secara langsung kegiatan di PLBN Sota dan mewawancarai salah satu ketua Kampung Adat Kanum PNG bernama Silasianay.
Keberadaan kampung adat kanum hanya sepelemparan batu dari patok batas negara, ada puluhan keluarga yang mendiami kawasan tersebut.
Hanya perlu berjalan kaki dari pintu gerbang keluar PLBN Sota mengarah ke PNG, anak-anak Kampung Adat Kanum terlihat asyik bermain di dekat tapal batas.
Pagar tinggi menjulang milik PLBN Sota tampak kontras dengan pemandangan gapura selamat datang milik perbatasan PNG.
Terbuat dari kayu, pada bagian tiang rangka dihiasi daun kelapa yang sudah kering dengan papan bertulis Welcome to Papua New Guinea di bagian atasnya.

Bendera PNG terpasang di bagian paling atas gapura perbatasan, di sekitarnya anak-anak dan masyarakat kampung adat bermain serta melakukan aktivitasnya.
Ditemani anak-anak yang asyik bermain, orang-orang dewasa Kampung Adat Kanum PNG terlihat sibuk menjemur buah sarang semut.
Ada juga yang sekedar duduk bersantai, serta memajang hasil kerajinan tangan seperti tas yang terbuat dari bulu burung kasuari.
Hasil kerajinan tangan ini mereka pajang untuk dijual ke turis yang datang ke perbatasan, harganya mulai dari Rp50 ribu sampai Rp100 ribu.

Warga PNG di perbatasan memang akrab menggunakan mata uang rupiah untuk transaksi, bahasa yang mereka gunakan pun Bahasa Indonesia.
Ketua Kampung Adat Kanum PNG Silasianay mengatakan, PLBN Sota tak ubahnya menjadi daya tarik untuk warganya dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Pintu gerbang PLBN Sota dibuka setiap hari, masyarakat PNG di sekitar perbatasan biasa melintas untuk keperluan ekonomi.
"Kita biasa bawa jualan ke dalam untuk jadikan uang, jualan itu macam daging rusa, ikan dan lain-lain," kata Silasianay.
Tujuan masyarakat melakukan kegiatan ekonomi tentu saja Pasar Sota di Indonesia, uang hasil jualan digunakan lagi untuk membeli beras, gula, serta kebutuhan pangan pokok lainnya.

"Kita jualan ke Pasar Sota jadi uang rupiah untuk kita belanja lagi di dalam macam garam, gula, baru kembali lagi," ujar dia.
Warga kampung adatnya memang cukup banyak bergantung di Indonesia, hal ini lantaran jaraknya yang lebih dekat serta fasilitas yang lebih lengkap.
Silasianay mengungkapkan, perlu menempuh puluhan kilometer untuk bisa tiba di kota terdekat Provinsi Barat PNG.
Warga Kampung Adat Kanum tak ada pilihan selain melakukan perjalanan melintasi batas negara ke Sota Indonesia.
Tidak hanya sekedar aktivitas ekonomi, kegiatan melintas di PLBN Sota juga mencakup pendidikan anak-anak Kampung Adat Kanum PNG.

Silasianay mengatakan anak-anak di kampungnya yang biasa main di sekitar perbatasan bersekolah di SD Negeri Sota.
Meski begitu, sebagian diantaranya ada yang memilih bersekolah di PNG meski jarak tempuh yang harus dilalui lebih jauh dibanding ke Sota.
"Anak-anak perbatasan yang main di sini sebagian ada yang sekolah di PNG ada yang sekolah di Indonesia di Sota," jelasnya.
Dia menambahkan, warga Kampung Adat Kanum PNG memiliki tali persaudaraan yang erat dengan masyarakat Sota Indonesia.
Warga Kampung Adat Kanum PNG juga melakukan perjalanan lintas negara ke Sota untuk beribadah, upacara adat bahkan mendapatkan akses kesehatan.
"Gereja, sekolah, belanja, kegiatan macam duka, dan kalau ada acara adat termasuk kalau dari sakit kita semua ke Indonesia karena paling dekat," tegas dia.
Kepala PLBN Sota Ni Luh Puspa Jayaningsih mengatakan, sejak diresmikan Presiden Jokowi pada 2021 silam aktivitas pelintas masyarakat dari kedua negara jauh lebih tertib.
PLBN Sota dikelola Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), status perlintasan ini ditingkatkan dari yang semula tradisional menjadi lebih modern.
Jika sebelumnya pos lintas batas hanya dijaga personel TNI, kini di PLBN Sota hadir layanan keimigrasian, kepabeanan, kekarantinaan serta layanan kesehatan.
Puspa mengatakan, PLBN Sota hadir bukan hanya sekedar simbol negara di perbatasan untuk meningkatkan keamanan dan ekonomi.
Jauh lebih dari itu, ada rasa kemanusiaannya yang terbangun dari kehadiran PLBN Sota baik untuk masyarakat Indonesia yang hidup di perbatasan maupun warga PNG.
Puspa tak menampik terdapat anak-anak PNG yang bersekolah di Sota, lalu untuk akses kesehatan mereka juga bergantung dengan fasilitas yang ada di ujung timur Indonesia.
"Tangan patah ke kita, sesak nafas ke kita, sekolah di sini," kata Puspa.
Sejauh ini untuk akses pendidikan dan kesehatan, masyarakat PNG yang bergantung di Sota Indonesia masih digratiskan.
Puspa menyebutkan, masyarakat di perbatasan memiliki tali persaudaraan yang cukup dekat sehingga layanan kemanusiaan hadir untuk memudahkan mereka.
Namun, lanjut dia, layanan kesehatan gratis ini hanya berlaku di sekitar perbatasan. Lain hal jika harus mendapatkan rujukan ke rumah sakit yang ada di pusat Kota Merauke.
"Mereka kan masih banyak saudara di sini, jadi itu yang oleh puskesmas masih dianggap orang lokal, jadi tidak perlu lagi bayar, kecuali dia dirujuk ke rumah sakit kota yang itu harus bayar," ucapnya.
Meski begitu, dia berharap ada kebijakan lanjutan dari kedua negara untuk kelangsungan jaminan layanan kesehatan dan pendidikan masyarakat PNG yang bergantung di Indonesia.
"Jadi nanti mudah-mudahan ke depannya bisa ada kebijakan," tegas dia.
Baca artikel menarik TribunJakarta.com lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.