Mengenal Tari Barongsai dan Kaitannya dengan Tahun Baru Imlek, Benarkah Bentuk Pengusiran Roh Jahat?

Jelang perayaan Imlek 2024, ketahui apa itu barongsai serta kaitannya dengan Tahun Baru China. Benarkah bisa mengusir roh jahat?

Editor: Muji Lestari
Freepik.com
Ilustrasi. Apa itu barongsai serta kaitannya dengan Imlek? 

TRIBUNJAKARTA.COM - Perayaan Tahun Baru Imlek selalu identik dengan pertunjukan serta atraksi tari barongsai.

Bahkan barongsai ini menjadi suatu pertunjukan yang kerap dinanti-nanti oleh masyarakat.

Saat menari, barongsai kerap melakukan atraksi-atraksi unik yang mengundang rasa takjub penonton.

Kerap jadi pertunjukan yang dinatikan setipa momen Imlek, sebenarnya apa kaitan barongsai dengan Tahun Baru Imlek?

Kaitan Barongsai dengan Tahun Baru Imlek

Barongsai merupakan kesenian tari tradisional masyarakat Tionghoa.

Barongsai sangat erat kaitannya dengan perayaan Imlek, karena atraksi barongsai menjadi salah satu serangkaian acara yang memeriahkan momen Imlek.

Barongsai atau tarian khas etnis Tionghoa ini tidak hanya ada di negara Tiongkok saja, namun barongsai telah dibawa turun temurun hingga ke negara Indonesia.

Dikutip dari kemdikbud.go.id, barongsai ini jadia pertunjukan wajib dalam rangkaian acara perayaan Imlek yang biasanya ditarikan oleh dua orang.

Penari barongsai biasanya mengenakan kostum menyerupai singa.

Satu barongsai diperagakan oleh dua orang penari, satu orang di bagian kepala singa atau yang bertugas memegang topeng kepala singa, sementara satu orang lagi berada di belakang sebagai kaki barongsai.

Istilah barongsai ini hanya dikenal di Indonesia.

Ilustrasi.
Ilustrasi. (pexels.com)

Barongsai berasal dari kata "Barong" yang berasal dari kata Bali Barong, dan kata "Sai" berasal dari bahasa Hokkian yang berarti singa.

Sedangkan di negara asalnya, Tiongkok, Barongsai ini disebut dengan "Wu Shi" atau secara internasional dikenal sebagai "Lion Dance".

Barongsai merupakan wujud akulturasi budaya Tionghoa dengan budaya Indonesia.

Barongsai telah ditetapkan sebagai warisan kesenian budaya tak benda Indonesia pada tahun 2010, lalu.

Berdasarkan kepercayaan masyarakat Tionghoa, singa dianggap sebagai simbol keberanian, kekuatan, kebijakan dan keunggulan.

Maka tarian barongsai ini diselenggarakan pada saat Imlek sebagai pengusir roh jahat, serta agar memberikan kemakmuran dan keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa.

Barongsai ini diiringi dengan musik yang meriah, menggunakan alat musik simbal, gong, dan terompet.

Barongsai biasanya tak hanya diselenggarakan di vihara, kelenteng, dan pecinan saja, namun barongsai diselenggarakan di tempat umum atau di pusat perayaan imlek seperti di lapangan atau mall.

Ilustrasi
Ilustrasi (pexels.com)

Tradisi Khas Imlek Lainnya

Selain barongsai, tradisi khas Imlek lainnya adalah Cap Go Meh.

Cap Go Meh merupakan akhir dari rangkaian Tahun Baru Imlek. Menurut tradisi, Cap Go Meh biasanya digelar pada hari ke-15 usai perayaan Tahun Baru Imlek.

Secara harfiah, Cap Go Meh berasal dari bahasa Hokkian.

Kata cap artinya sepuluh, go berarti lima, dan meh maknanya malam. Jadi, Cap Go Meh berarti malam ke-15 setelah Tahun Baru Imlek.

Cap Go Meh dalam konteks internasional disebut juga dengan Lantern Festival atau Festival Lentera (Lampion).

Sedangkan di wilayah Tiongkok, perayaan tersebut dikenal sebagai festival Yuan Xiao Jie

Sejarah Cap Go Meh

Ada banyak versi tentang sejarah kapan Cap Go Meh mulai dirayakan.

Namun, terkait sejarahnya ada dua cerita yang cukup populer dan banyak berkembang di masyarakat.

Mengutip laman China Highlights, salah satunya yakni Cap Go Meh diyakini bermula sejak zaman Dinasti Han ketika biksu Buddha harus membawa lentera atau lampion untuk ritual ibadah.

Kaisar Hanmingdi yang merupakan seorang pendukung agama Buddha, mendengar bahwa beberapa biksu menyalakan lentera di kuil mereka untuk menunjukkan rasa hormat kepada Buddha pada hari kelima belas bulan lunar pertama.

Oleh karena itu, ia memerintahkan agar semua kuil, rumah tangga, dan istana kerajaan harus menyalakan lentera pada malam itu.

Kebiasaan Buddhis ini berangsur-angsur menjadi festival akbar di antara masyarakat Tiongkok.

Legenda lainnya, mengatakan bahwa bangau favorit Kaisar Langit dibunuh oleh beberapa penduduk desa.

Hal ini, membuat ia marah dan memutuskan untuk menghancurkan desa dengan api pada hari kelima belas di tahun lunar.

Sang Putri Kaisar Langit yang merasa sangat sedih akan kematian bangau favoritnya memperingatkan penduduk desa tentang apa yang akan terjadi.

Hingga kemudian, terdapat sebuah saran agar penduduk desa menggantung lentera merah untuk memberi kesan kepada Kaisar Langit bahwa desa itu sudah terbakar.

Hal ini pun membuat Kaisar tertipu sehingga desa selamat.

Tradisi menggantung lentera merah pada hari kelima belas tahun lunar, kemudian terus berlanjut hingga saat ini.

Baca artikel menarik lainnya di Google News.

 

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved